makalah ilmu perundang-undangan tentang sistem pemerintah negara menurut UUD1945 dan peran penyelenggaraan negara oleh presiden dalam membentuk peraturan perundang-undanga



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Di Indonesia pembuatan regulasi atau peraturan perundang-undangan dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Maka itu merupakan potret politik hukum Indonesia yang berisi rencana pembangunan peraturan perundang-undangan dalam periode tertentu. Misalnya untuk lima tahun ke depan, sasaran politik hukum kita akan dibawa kepada good governance, maka baik RUU yang diajukan oleh Pemerintah dan DPR maupun RUU yang diprioritaskan untuk dibahas di DPR akan berkaitan dengan good governance. Namun demikian, sasaran politik hukum di sini tidaklah berdiri sendiri. Sasaran politik hukum nasional dirumuskan untuk mencapai tujuan negara seperti yang dimuat di Pembukaan UUD 1945.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem pemerintah negara menurut UUD1945?
2.      Bagaimana peran penyelenggaraan negara oleh presiden dalam membentuk peraturan perundang-undangan?
3.      Bagaimana kekuasaan DPR dalam membentuk Undang-undang?
C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk memahami sistem pemerintahan negara menurut UUD1945,
2.      Untuk mengetahui penyelenggaraan negara oleh presiden dalam pembentukan UU
3.      Untuk mengetahui kekuasaan DPR dalam pembentukan UU

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sistem pemerintah negara menurut UUD 1945
Negara repulik indonesia didirikan diatas dasar teori bernegara Indonesia yang tumbuh dari kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan bangsa Indonesia sendiri. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia ialah suatu negara yang berdasarkan atas hukum (rechsstaat), apabila kita melihat pada UUD 1945 sebelum Amandemen, didalamnya  ditegaskan bahwa pokok-pokok sistem pemerintah negara kita adalah:[1]
1.      Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
2.      Sistem Konstitusinal.
3.      Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
4.      Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6.      Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
7.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya mengenai sistem pemerintahan Negara tersebut, yang menetapkan bahwa Presiden sebagai Mandataris MPR wajib menjalankan garis-garis besar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh MPR, dan Presiden mempunyai kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan Persetujuan DPR, dapat diambil kesimpulan bahwa di Negara Republik Indonesia Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan dalam arti eksekutif dan di samping itu juga pemegang kekuasaan membentuk Undang-undang (dalam arti kekuasaan legislative) dengan persetujuan DPR.
Montesquieu dalam bukunya “The spirit of laws” (1974) membagi kekuasaan dalam Negara ke dalam:[2]
a)      Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu Negara.
b)      Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang atau melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu Negara.
c)      Kekuasaaan yudikatif adalah kekuasaan peradilan di mana kekuasaan ini menjaga agar undang-undang, peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan jalan menjatuhkan sanksi pidana terhadap setiap pelanggaran hukum/undang-undang. Selain itu kekuasaan yudikatif bertugas pula untuk memutuskan dengan adil sengketa-sengketa sipil yang diajukan ke pengadilan untuk diputuskan. Tugas dari kekuasaan yudikatif adalah mengawasi penerapan ketentuan-ketentuan hukumyang telah ada dan menjatuhkan sanksi hukum bagi pelanggarnya menurut rasa keadilan di dalam peristiwa-peristiwa sengketa hukum yang konkret.
Pada akhir tahun 1999-an Indonesia mengalami masa reformasi. Dimana terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia Raya dalam rangka untuk menggulingkan Presiden Suharto pada waktu itu. Karena rakyat Indonesia bertekat untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis alias bebas.  Oleh karena itu dibentuklah Sistem Pemerintahan berdasarkan Konstitusi (Konstitusional). Yang bercirikan:
a.       Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
b.      Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
Setelah terjadi Amandemen, Sistem Pemerintahan Indonesia mengalami perubahan pokok-pokok kunci pemerintahan, yaitu :
1.      Indonesia adalah negara hukum, yang dicantumkan dalam atang tubuh pada pasal 1 ayat 3
2.      Sistem konstitusional
3.      Kedaulatan erada ditangan rakyat. Oleh karena itu, saat ini pemilihan presiden dilakukan langsung oleh rakya.
4.      Presiden penyelenggara pemerintah, bukan tertinggi dan bukan diawah MPR .
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6.      Menteri negara ialah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR , jadi presiden memiliki hak kewenangan mutlak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri
7.      Kekuasaan kepala negara tidak terbatas.
B.     Perbedaan Sistem Pemerintahan Sebelum dan Sesudah Amandemen
Dalam sejarah indonesia, sudah beberapa kali pemerintah melakukan amandemen pada UUD 1945. Hal ini tentu saja dilakukan untuk menyesuaikan undang-undang dengan perkembangan  zaman dan memperbaikinya sehingga dapat menjadi dasar hukum yang baik. Dalam proses tersebut, terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan sebelum dilakukan amandemen dan setelah dilakukan amandemen. Perbedaan tersebut adalah:
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum dilakukan amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kewewenangan MPR Sebelum Amandemen:
a.       Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
b.      Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
c.       Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
d.      Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
e.       Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
f.       Mengubah undang-Undang Dasar.
g.      Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
h.      Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
i.        Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
Setelah amandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. Setelah Amandemen kewenangan MPR yaitu:
a.       Menghilangkan supremasi kewenangannya
b.      Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN
c.       Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
d.      Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
e.       Melantik presiden dan/atau wakil presiden
f.       Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
g.      Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden
h.      Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
i.        MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN
2.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Sebelum Amandemen Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kewewenangan DPR Sebelum Amandemen yaitu :
a.       Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
b.      Memberikan persetujuan atas PERPU.
c.       Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d.      Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
e.       Tidak disebutkan bahwa DPR berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Setelah Amandemen, Kedudukan DPR diperkuat sebagai lembaga legislatif dan fungsi serta wewenangnya lebih diperjelas seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian presiden, persetujuan DPR atas beberapa kebijakan presiden, dan lain sebagainya. Kewewenangan DPR Setelah Amandemen yaitu:
a.       Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
b.      Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c.       Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
d.      Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
e.       Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
3.      PRESIDEN
Sebelum Amandemen, Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya, sehingga presiden bisa menjabat seumur hidup dan Presiden dan Wakil Presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR. Kewewenangan sebelum Amandemen yaitu:
a.       Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
b.      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
c.       Menetapkan Peraturan Pemerintah
d.      Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Setelah Amandemen, Kedudukan presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan berwenang membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Masa jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali selama satu periode.
Kewewenangan presiden setelah Amandemen yaitu:
a.       Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
b.      Presiden tidak lagi mengangkat BPK, tetapi diangkat oleh DPR dengan memperhatikan DPD lalu diresmikan oleh presiden.
c.       Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
d.      Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
e.       Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
f.       Menetapkan Peraturan Pemerintah
g.      Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
h.      Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
i.        Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
j.        Menyatakan keadaan bahaya
4.      MAHKAMAH KONSTITUSI
Mahkamah konstitusi berdiri setelah amandemen. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
C.    Penyelenggaraan negara oleh Presiden dalam membentuk peraturan perundang-undangan
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menegaskan dengan jelas bahwa Presiden Republik Indonesia adalah Penyelenggara Tertinggi Pemerintah Negara, yang menjalankan seluruh tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas yang menyangkut ketataprajaan, keamanan/kepolisian, dan pengaturan. Negara Republik Indonesia tidak menganut ajaran Trias Politicia karena fungsi-fungsi di Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh organ-organ Negara yang mempunyai sifat dan juga fungsi yang berbeda dengan ajaran Trias Politicia tersebut. [3]
Sebagai penyelenggara pemerintahan, Presiden dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang diperlukan, oleh karena Presiden juga merupakan pemegang kekuasaan pengaturan di Negara Republik Indonesia.
Fungsi pengaturan tersebut dapat terlihat dalam pembentukan undang-undang dengan persetujuan DPR, sesuai Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, pembentukan Peraturan Pemerintah berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang merupakan peraturan perundang-undangan yang disebut secara langsung oleh UUD 1945, dan pembentukan Keputusan Presiden yang merupakan peraturan perundang-undangan yang berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
Dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (sebelum Amandemen) dirumuskan sebagai berikut:[4]
Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
 Dengan membaca perumusan dari Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, dapat ditafsirkan bahwa kekuasaan membentuk undang-undang itu ada di tangan Presiden, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi memberikan persetujuan dalam arti menerima atau menolak setiap rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden.
D.    Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membentuk Undang-Undang
Secara umum dipahami oleh masyarakat bahwa fungsi DPR meliputi fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi budget. Diantara ketiga fungsi ini biasanya yang paling menarik perhatian para politisi untuk di perbincangkan adalah tugas sebagai pemrakarsa pembuatan undang – undang. Namun jika di telaaah secara kritis, tugas pokok yang pertama yaitu sebagai pengambil inisiatif pembuatan undang – undang.[5]
            Setelah terjadi perubahan beban tugas dan tangggung jawab DPR menjadin bertambah berat. Akan tetapi itulah yang seharusnya dilakukan karena salah satu fungsi DPR dalam menjalankan funsi legislasi. Pergeseran kewenangan dalam membentuk undang – undang dari sebelumnya ditangan presiden dan dialihkan kepada DPR merupakan langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi – fungsi lembaga negara sesuai bidang tugasnya masing –masing. Namun Presiden juga berhak untuk mengajukan rancangan dalam pembentukan Undang – undang yang diatur dalam Pasal 5. Rumusan Pasal 20 UUD 1945  (baru)berbunyi sebagai berikut:
1.      Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang – Undang.
2.      Setiap rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwailan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3.      Jika rancangan undang – undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang – undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
4.      Presiden mengesahkan rancangan undang undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang – undang
5.      Dalam rancangan undang – undang yang telah di setujui bersama tersebut tidak disahkan Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang – undang tersebut disetujui, rancangan undang- undang tersebut sah menjadi undang – undang dan wajib diundangkan.
Adapun perubahan lain mengenai fungsi  dan hak lembaga DPR yang diatur dalam pasal 20A, berbunyi sebagai berikut;[6]
1.      Dewan Perwakilan Rakyat memilki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan.
2.      Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diataur didalam pasal – pasal  lain Undang – Undang ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
3.      Selain yang diatur dalam pasal- pasal lain  Undang – Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
4.      Ketentuan lebih lanjut tentang hak- hak Dewan Perwakilan Raktyat diatur dalam Undang – Undang.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjadikan DPR berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat sekaligus memperkokoh checks and balances oleh  DPR. Berdasarkan UUD 1945 hasil perubahan kekuasaan legislatif ada di DPR, Pasal 20 ayat (1) bukan MPR dan DPD. Kekuasaan DPR diperbesar di antaranya;
1.      DPR di berikan kekuasaan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan menerima penempatan Duta negara lain pasal 13 ayat (2) dan (3).
2.      Memberikan amnesti dan abolisi pasal 14 ayat (2)
3.      DPR juga diberiakn kekuasaan dalam bentuk memberika persetujuan bila Presiden hendak membuat perjanjian dengan negara lain.
Namun adapun perkembangan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang dalam undang – undang 1945 ayat (3)  diantaranya;
a.       Membahas rancangan undang – undang yang di buat oleh presiden ataupun DPD; fungsi ini DPR di wajibkan membahas apa yang jadi usulan presiden dalam keputusan presiden ataupun dewan perwakilan daerah
b.      Menetapkan undang – undang bersama dengan presiden; setiap rancangan undang – undang yang di bahas oleh DPR dan juga sudah disetujui secara musyawarah di rapat, DPR juga memiliki fungsi dalam menetapkan rancangan undang – undang bersama  dengan presiden yang nanti akan ditetapkan undang –undang yang berlaku di Indonesia
c.       Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti undang – undang (yang diajukan presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
d.      Menyusun dan membahas RUU;  DPR di haruskan untuk ikut serta dalam hal menyusun dan membahas juga menampung banyak aspirasi rakyat terhadap RUU
e.       Menyusun program legislasi nasional (prolegnas); proglegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang – undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis untuk periode tertentu. Dan lain sebagainya.
 


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, kita dapat mengambil suatu kesimpulan  bahwa sesuai dengan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, seperti yang ditulis dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen , lembaga-lembaga dalam perundang-undangan adalah presiden dengan persetujuan DPR, dalam arti presiden sebagai pembentuk Undang-undang dan, sedangkan DPR memberi persetujuan bagi setiap RUU yang diajukan oleh pemerintah (presiden).
Kemudian setelah adanya perubahan (amandemen) Kedudukan presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan berwenang membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
Tunduknya setiap warga negara terhadap suatu Undang-Undang itu merupakan hasil dari lembaga legislatif dengan persetujuan eksekutif guna untuk mewujudkan cita negara persatuan.
B.     Saran
Demikianlah makalah kami,  jika pembaca menemukan banyak kesalahan konten maupun penulisan kami mohon maaf daripadanya, karena yang baik datangnya dari Allah. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kemajuan makalah kami kearah yang lebih baik. Semoga makalah singkat ini dalam menambah khazanah kelimuan kita semua dalam memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu perundang-undangan.




DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Seketariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkama Konstitusi RI, 2006
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang,  Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Budiardjo, Miriam, Dasar –Dasar Ilmu Politik Edisi revisi, Cet ke-5, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2012
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers,2013
Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: Kanisius, 1998


[1] Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998). Hlm. 57-58
[2] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, (Jakarta: Seketariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkama Konstitusi RI, 2006). Hlm. 13.
[3] Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.cit., Hlm. 63
[4] Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011). Hlm,199
[5] Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2013).Hlm 175.
[6] Miriam Budiardjo, Dasar –Dasar Ilmu Politik Edisi revisi, Cet ke-5, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2012). Hlm. 315.