WOMEN’S LEADERSHIP IN ISLAM
Oleh
BAMBANG
HARIANTO
1510300045
Dosen
Pengampu
NURSANIAH
LUBIS, SH.I, MH.I
HUKUM
TATA NEGARA
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PADANG SIDIMPUAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat ilahi rabbi atas segala limpahan Rahmat, kasih
sayang dan nikmat yang tiada tara sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua
bisa mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak.amiin.
Kami berharap Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menjalani
kehidupan sosial saat ini dan Kami berharap pula semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini supaya kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang sifatnya membangun ke arah yang lebih sempurna.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
A. Pendahuluan………………………………………………………………...
B.
Pandangan islam terhadap
kepemimpinan wanita..………………….....
C.
Hadist
Pendukung…………………………………………………………..
D.
Takhrij
Hadist………………………………………………………………
E.
I’tibar
Hadits………………………………………………………………..
F.
Pandangan ulama…………………………………………………………...
KESIMPULAN
………………………………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Pendahuluan
Era
Demokrasi sekarang
ini menjadi seorang pemimpin bukan hanya di dominasi oleh kaum pria saja,
pemimpin sekarang juga sudah banyak yang wanita. Tren pemimpin wanita ini
dimulai sejak awal abad ke-20 dimana isu hak asasi manusia dan persamaan gender
secara lantang. Sehingga diskriminasi menjadi
seorang pemimpin dengan aktifitas yang menuntut seseorang untuk selalu tetap
energik, bergerak, sigap, serta mengedepankan pikirannya kini tidak lagi menjadi
monopoli kaum pria saja. Pada abad ke-20 khususnya pada dekade akhir isu
persamaan hak asasi manusia salah satunya mengenai isu non diskriminasi gender
antara kaum laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminin) secara lantang
disuarakan. Selama ini budaya yang berkembang didunia cenderung bersifat
“patrilinialis” yang membuat kaum wanita merasa termarginalkan golongan kelas
dua setelah kaum pria.
Khusus dibidang politik masuknya wanita dalam kancah perpolitikan yang
terbilang sebagai dunia yang penuh intrik, caci maki dan jauh dari “kehalusan”
bisa terbilang sesuatu yang tabuh. Kita masih ingat dengan Margaret Thatcher
dan Benazir Bhutto, di dunia internasional kedua nama tersebut tidak diragukan
lagi kepolpulerannya sebagai seoang pemimpin wanita. Lalu di Indonesia ada
Megawati yang mampu mengalahkan dominasi kaum pria dalam kepemimpinan di negeri
ini. Dalam tulisan ini tidak akan lebih jauh membicarakan perkembangan
kepemimpinan wanita secara dunia internasional tapi ingin mengambil dari
konteks ke Indonesiaan dan kekinian.
Banyak
yang menjadikan sosok kelahiran dan kehidupan Kartini sebagai simbol perjuangan
wanita Indonesia. Namun kenyataannya wanita baru dapat muncul mengambil peranan
strategis kepemimpinan baik dalam keprofesian hingga pemerintahan satu abad
setelah kehadiran kartini. Apa yang menyebabkan kaum wanita berhasil
menempatkan haknya yang setara dengan kaum pria dalam hal kepemimpinan?
Ada
dua faktor pendobrak perubahan kaum wanita Indonesia, pertama adalah adanya
pengaruh perubahan paradigma masyarakat dunia akibat dari pergerakan kaum
feminis yang memperjuangkan hak kaum wanita di berbagai negara. Keberhasilan
gerakan kaum feminis yang muncul dari eropa yang dipelopori oleh Lady Mary
Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet pada tahun 1785 diselatan Belanda.
Pada abad 19 dan awal abad 20 keberhasilan gerakan feminisme mulai diterima
masyarakat luas dengan gerakan yang mereka sebut Universal Sisterhood.
Salah satu keberhasilan kaum feminin memasukan filosofinya ialah dengan ditandai banyaknya konvensi internasional khususnya di bidang HAM yang memasukkan isu persamaan hak antara kaum wanita dengan pria serta menolak diskriminasi gender. Dari hal tersebut mau tidak mau suatu negara agar dikatakan sebagai negara yang beradab dan menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan harus ikut meratifikasi berbagai konvensi internasional tersebut, misalnya ICCPR Tahun 1966 (Internastional Covenant on Civil and Political Right) yaitu suatu konvensi internasional dibidang perlindungan hak sipil dan politik.
Salah satu keberhasilan kaum feminin memasukan filosofinya ialah dengan ditandai banyaknya konvensi internasional khususnya di bidang HAM yang memasukkan isu persamaan hak antara kaum wanita dengan pria serta menolak diskriminasi gender. Dari hal tersebut mau tidak mau suatu negara agar dikatakan sebagai negara yang beradab dan menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan harus ikut meratifikasi berbagai konvensi internasional tersebut, misalnya ICCPR Tahun 1966 (Internastional Covenant on Civil and Political Right) yaitu suatu konvensi internasional dibidang perlindungan hak sipil dan politik.
Adanya
dasar perlindungan hukum secara internasional tersebut menyebabkan suatu negara
tidak terkecuali Indonesia menyesuaikan Hukum Nasionalnya dengan memasukkan isu
perlindungan HAM itu salah satunya tentang non diskriminasi gender.
Tahukah
anda banyak superhero-superhero wanita di Indonesia mengapa dikatakan Superhero? Mereka yang
dikatakan superhero berarti mereka yang mempunyai tenaga lebih untuk melakukan
pekerjaan yang bukan selayaknya dilakukan wanita. Beberapa diantaranya seperti
wanita di daerah Kota Padang sidimpuan yang harus jadi supir angkot, menjadi
juru parkir dan masih banyak lainya, tentu ini bukan pekerjaan yang ideal bagi
seorang wanita alasanya adalah fisik mereka karena ini adalah pekerjaan berat
yang seharusnya di kerjakan oleh kaum lelaki. Lalu, tahukah anda apa alasanya
mereka melakukan pekerjaan ini? Alasanya adalah ekonomi karena mereka terpaksa
melakukanya untuk menghidupi keluarga. Ini sudah termasuk emansipasi wanita dan
juga termasuk bagian dari kepemimpinan
wanita.
Kepemimpinan wanita dapat diawali
dari lingkungan yang kecil seperti dalam Rumah tangga sudah banyak wanita yang
justru menjadi pemimpin dalam keluarganya menggantikan peran suaminya (pria),
hal ini tentunya sudah menjadi penyimpangan sosial namun penyimpangan sosial
yang bersifat positif mengapa dikatakan penyimpangan yang bersifat positif?
karena menjadi kepala keluarga memang seharusnya menjadi peran seorang pria,
wanita yang menjadi kepala keluarga melakukan penyimpangan sosial namun
biasanya penyimpangan identik dengan merugikan tapi disini tidak mereka yang
bekerja justru menghasilkan uang untuk menambah ekonomi keluarga, namun
walaupun wanita yang memiliki upah atau gaji lebih banyak dalam sebuah rumah
tangga hal ini tidak dapat menggantikan peran utuh lelaki sebagai pemimpinan
keluarga. Dimulai dari hal kecil ini sudah dapat digambarkan bentuk
kepemimpinan wanita.
Dalam
dunia demokrasi Indonesia terdapat juga sosok-sosok pemimpin waniita
seperti yang kita tahu Megawati adalah seorang mantan presiden di Negara ini
selain beliau masih banyak wanita yang menjabat sebagai kepala daerah,anggota
DPR,menteri dan lain-lain. Mereka sudah dapat membuktikan bahwa di era Demokrasi
sekarang wanita bukan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari
hanya bergelut di dapur, namun mereka membuktikan bahwa Emansipasi memang harus
berjalan seiring berjalanya waktu.
Banyak
perbedaan satu tujuan mungkin kalimat ini yang mereka (para wanita)
jadikan sebagai sebuah prinsip dimana dengan segudang perbedaan mereka dengan
kaum lelaki mereka bertujuan untuk menjadi pemimpin yang baik mereka pasti
menyadari peranan mereka sebagai wanita pemimpin dapat di jadikan acuan kaum
lelaki agar lebih baik lagi dalam menjalankan peran-peranya mungkin para wanita
akan berkata “saya saja bisa mengapa anda tidak? Pada kaum lelaki yang
dianggap kurang mampu menjalani peranya sebagai sosok pemimpin. Dengan adanya
hal ini tindakan-tindakan seperti Diskriminasi Gender seharusnya
sudah tidak ada karena sudah terbukti wanita pun bisa menjadi pemimpin tidak
hanya laki-laki. Jadi apa masih perlu ada kata-kata Diskriminasi
Gender ?sudah pasti tidak sekarang ini tinggal bagaimana kita dapat
menjadikan suatu pebedaan menjadi sebuah tujuan yang pasti akan mengarahkan
kita terhadap suatu perubahan .
Kemudian bagaimana
dengan kepemimpinan wanita dimata persepsi kajian hukum islam Mungkin sebagian orang masih ragu
mengenai masalah ini. Ada yang masih ngotot bahwa pemimpin boleh-boleh saja
dari kaum wanita. Namun, saya bukan maksud membela golongan tertentu atau
meremehkan mereka. Tidak sama sekali. Yang saya sajikan hanyalah perkataan
Allah dan Rasul-Nya (dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam), bukan pendapat si A dan si B yang bisa saja salah. Semoga Allah
memberi taufik pada siapa saja yang membaca tulisan ini.
B. Pandangan
Islam terhadap Kepemimpinan wanita
Dalam pembahasan ini ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan
agar tidak terjadi kerancuan atau kesalah pahaman. Pertama, masalah individu
perempuan dalam perannya sebagai pemimpin pemerintahan. Kedua, masalah sistem
pemerintahan. Di Indonesia sendiri merupakan Negara Republik dan di Negara
Indonesia memperbolehkan seorang wanita menjadi seorang pemimpin, contohnya
Presiden, Gubernur, Bupati, dan sebagainya. Padahal seorang pemimpin yang dalam
konteksnya khalifah adalah hukumnya haram dalam islam. Sistem kenegaraan dalam
Islam adalah Khilafah Islamiyyah, bukan sistem republik, kerajaan, federasi,
ataupun kekaisaran.
Al-qur’an yang menjelaskan tentang kepemimpinan wanita
terdapat pada QS. An Nisaa’ : 34
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا
مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ
فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Walaupun begitu kesempatan dalam memimpin menurut persepsi islam terhadap kepemimpinan wanita
cendenderung lebih sempit. Hal ini dikarenakan ada beberapa persoalan yaitu:
1.
Allah melebihkan derajat laki-laki
daripada wanita
حَكِيمٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَلِلرِّجَالِ
“Akan tetapi para suami mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al Baqarah: 228)
2.
Para Nabi dan Rasul adalah
laki-laki.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى
“Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu
kepadanya diantara penduduk negeri.” (QS. Yusuf : 109)
3.
Para istri Nabi berada di bawah
kekuasaan para Nabi.
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا
اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا
صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya
(masing-masing).” (QS. At Tahrim : 10)
Kata-kata
di bawah dalam ayat ini menunjukkan bahwa wanita itu dipimpin, bukan
yang memimpin. Ketentuan ini bukan hanya syari’at Nabi Muhammad shallallahu
’alaihi wa sallam, namun juga ini adalah ketentuan nabi terdahulu yaitu Nabi
Nuh ’alaihis salam.
4.
Warisan laki-laki setara dengan dua
wanita.
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan” (QS. An Nisa’ : 11)
Kemudian Salah satu yang menjadi
dasar atau dalil bahwa laki-laki pemimpin bagi perempuan ialah hadis nabi yang
diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Yaitu:
حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ آمِرًا
أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَسُرَاقَةَ بْنِ مَالِكِ بْنِ
جُعْشُمٍ وَعَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى
وَطَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَأَنَسٍ وَابْنِ عُمَرَ قَالَ أَبُو
عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
“Telah
menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami An
Nadlr bin Syumail telah menghabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Amr dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jikalau
saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya
aku perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya.” Hadits semakna
diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Suraqah bin Malik bin Ju’syum, ‘Aisyah,
Ibnu Abbas, Abdullah bin Abu Aufa, Thalq bin Ali, Umu Salamah, Anas dan Ibnu
Umar. Abu ‘Isa berkata; “Hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan gharib dari
jalur ini, dari hadits Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah.”
Dengan meneliti hadits ini, baik dari sanad maupun matannya
yang mungkin akan bisa dijadikan sebagai sedikit jawaban dari permasalahan yang
pada akhir-akhir ini sebagian orang merasa penting untuk membahasnya. Yaitu
tentang kepemimpinan seorang laki-laki atas wanita. Sebenarnya mengenai
permasalahan ini sudah tak perlu lagi dipertanyakan lagi akan bagaimana
hukumnya, karena permasalahan ini sudah ditegaskan oleh para ulama-ulama
terdahulu tentang bagaimana hukumnya.
Namun bagaimana permasalah ini menjadi penting dan perlu
lagi untuk di bahas tidak lain karena adanya suatu persoalan. Yaitu bagaimana
sebagaian ulama kontemporer yang kembali mengkaji dan menelaah tentang
dalil-dalil permasalahan tersebut, hingga para ulama kontemporer tersebut
memunculkan sebuah pendapat yang mana pendapat itu berbeda dengan pendapat-pendapat
ulama dahulu. Yaitu tentang kepemimpinan seorang wanita, dan lainnya dari itu
ialah tentang permasalahan gender, atau kesetaraan antara kaum pria dan wanita
dalam segi kepemimpinan, baik dalam politik, kepemimpinan negara, menjadi
pimpinan sidang dan kepala politis lainnya.
C.
Hadits Pendukung.
(4098)- [4425] حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ الْهَيْثَمِ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ،
قَالَ: لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ
سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ
أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ، قَالَ: لَمَّا بَلَغَ
رَسُولَ اللَّهِ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ
قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى، قَالَ: ” لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ
وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً “
“Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Haitsam, telah
menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh
Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah aku
dengar dari Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala aku hampir
bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin berperang bersama mereka.-
Dia berkata; ‘Tatkala sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bahwa penduduk Persia telah dipimpin oleh seorang anak perempuan putri raja
Kisra, beliau bersabda: “Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh
seorang wanita.”
حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
زَيْدٌ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَيْسَ
شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ قُلْنَ بَلَى قَالَ
فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepadaku Zaid dari
‘Iyadh bin ‘Abdullah dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bukankah persaksian seorang wanita
sama dengan setengah persaksian seorang laki-laki?” Para wanita menjawab: “Benar”.
Beliau melanjutkan: “Itulah tanda setengah akalnya“.
- Takhrij
1.
Mahmud ibn Ghailan
Nama
Lengkap beliau adalah Mahmud bin Ghailan yang terkenal dengan nama Mahmud bin
Ghailan Al ‘Adwiy. Beliau adalah dari kalangan Tabi’in kalangan pertengahan
sedangkan Kuniyahnya ialah Abu Ahmad Al Marwazi dan negeri semasa hidupnya
ialah di Baghdad. Beliau wafat pada tahun 239 H. Guru-guru beliau antara lain
An Nadlr bin Syumail Al Maziny, Ahmad bin Shalih Al Misri dan Azhar bin Sa’id
Al Bahily. Sedangkan murid-murid beliau antara lain Ahmad bin Sayyar Al
Marwazy, Muhammad bin idris dan Ibnu Majjah Al Qazwainy. Sedangakan penelian
para ulama tentang Mahmud bin Ghailan ini kebanyakan ialah Tsiqah. Diantara
yang menilainya tsiqah ialah An Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Hajar Al ‘Asqalany
dan Maslamah bin Qasim. Sedangkan Adz dzahabi menilainya Hafidz.
2.
An-Nadlir ibn Syumail
Nama
Lengkap beliau adalah An Nadlir bin Syumail bin Kharsah bin Yazid yang terkenal
dengan nama An Nadlir bin Syumail Al Maziny. Beliau lahir pada
tahun 123 H. Beliau adalah dari Kalangan Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa,
sedangkan kunyahnya ialah Abu Al Hasan, Negeri semasa hidup Himsh dan Bashrah
dan beliau Wafat pada tahun 203 H.
Guru-guru
beliau antara lain Muhammad bin ‘Amr Al Laisy, AbU Qirrah Al Asady, Aiman
bin Nabil Al Habsy dan Abu Musa Al Bashry. Sedaangkan murid-murid beliau antara
lain Mahmud bin Ghailan Al ‘Adwiy, Ahmad bin Al Azhar Al ‘Adwiy, Ahmad bin
Sa’id Ad Darimi dan Ahmad bin Hanbal. Sedangkan penilaian ulama tentang An
Nadlir bin Syumail kebanyakan ialah Tsiqah, diantara yang menilainya tsiqah
ialah An Nasai, Yahya bin Ma’in dan Abu Hatim. Sedangkan Ibnu Hajar menilainya
Tsiqah tsabat dan Adz Dzahabi menilainya ialah syaikh.
3.
Muhammad bin’Amru
Nama
Lengkap beliau ialah Muhammad bin ‘Amru bin ‘Alqamah bin Waqash bin Mukhsin bin
Killah bin ‘Abdu Yalel yang terkenal dengan nama Muhammad bin ‘Amr Al Laisy.
Beliau adalah kalangan dari Tabi’in kalangan pertengahan, sedangkan kuniyahnya
ialah Abu ‘Abdullah dan Abu Al Hasan dan tempat semasa hidupnya ialah Bashrah
dan Madinah dan beliau wafat pada tahun 145H. Guru-guru beliau antara lain Abu
Salmah bin ‘Abdul Rahman Az Zuhry, Abdul Malik bin Al Mughirah, Abu Sa’id Al
Mahry dan Abu Katsir Al Hijazy. Sedangkan murid-murid belian antara lain An
Nadlir bin Syumail Al Maziny, Azhar bin Said Al Bahily, Usamah bin Zaid Al
Laisy dan Tsabit bin Yazid Al Ahwal. Sedangakan penilaian ulama
tentang Muhammad bin’Amru ialah, Abu Hatim Abu Ahmad bin Adi menilainya
Shalihul hadits. Sedangkan An Nasa’i dan Ibnu Mubarrak menilainya Laisa bihi
ba’s dan Yahya bin Ma’in menilainya Tsiqah.
4.
Abu Salamah
Nama
Lengkap beliau ialah Abdullah bin ‘Abdur Rahman bin ‘Auf yang terkenal dengan
nama Abu Salmah bin ‘Abdul Rahman Az Zuhry. Beliau lahir pada tahun 22 H.
Beliau adalah dari kalangan Tabi’in kalangan pertengahan, sedangkan kuniyahnya
ialah Abu Salamah dan laqabnya ialah Al Asghor dan negeri semasa hidupnya
ialah Madinah dan beliau Wafat pada tahun 94 H. Guru-guru beliau antara lain
Abu Hurairah Ad dausy, Salman Al Farisy, Sa’id bin Zaid Al Qursy dan Abu Sa’id
Al Khudry. Sedangkan murid-murid beliau antara lain Muhammad bin ‘Amr Al Laisy,
Abu Ibrahim Al Anshari, Abu Bakr bin Al Munkadr dan Anas bin Malik Al Anshari. Sedangkan
penilaian ulama terhadap beliau ialah Abu Zur’ah menilainya Tsiqah imam dan
Ibnu Hibban menilinya Tsiqah.
5.
Abu Hurairah
Nama
Lengkap beliau ialah Abdur Rahman bin Shakhr, beliau terkenal dengan nama Abu
Hurairah Ad Dausy. Beliau ialah dari Kalangan Shahabat. sedangkan laqab beliau
ialah Abu Hurairah, negeri semasa hidupnya ialah Madinah dan beliau wafat pada
tahun 57 H. Guru-guru beliau antara lain Abu Hasyim bin ‘Itbah, Ubay bin Ka’ab
Al Anshary, Usamah bin Zaid Al Kilby dan Anas bin Malik Al Anshary. Sedangkan
murid-murid beliau antara lain Abu Salmah bin Abdul Rahman bin ‘Auf, ‘Abdul
‘Aziz bin Juraij, Abdul Rahman bin Yasar dan Abu ‘Utsman An Nahdy. Sedangkan
penilaian terhadap beliau, Ibnu Hajar al ‘Asqalani ialah mengatakan Sahabat,
jadi sudah tidak perlu di pertanyakan lagi.
Menurut saya setelah melakukan
penelitian terhadap hadits ini dengan mengungkapkan rawi-rawi hadis yang
semuanya ialah tsiqat maka saya sebagai pemakalah menilai bahwa hadits
ini Shahih menurut penilitian sanadnya.
E. I’tibarul
Hadist
Latar belakang turunnya hadits yang
disampaikan oleh abu barkah ini memang
ditujukan kepada masyarakat Persia yang menyerahkan urusan kekuasaan kepada
seorang wanita. Akan tetapi, walaupun hadits ini merupakan komentar atas suatu
kejadian pengangkatan wanita menjadi raja, namun kata “qaumun” ini memberikan
makna umum (‘aam). Artinya kata qaum diatas berlaku untuk semua kaum, termasuk
kaum muslim didalamnya. Sedangkan latar belakang turunnya hadits ini tidak pula
bisa digunakan dalil untuk mentakhshishnya (mengkhususkannya). Sebab, lafadz
hadits ini dalam bentuk umum. Sedangkan latar belakang kejadian bukanlah dalil
syara’. Karena latar belakang bukanlah hadits nabi. Oleh karena itu latar
belakang sabda Nabi diatas tidak ada kaitannya sama sekali dengan penetapan
hukumnya. Oleh karena latar belakang atau suatu sebab dari suatu dalil tidak
dapat mentakhsis dalil.
Adapun hukum yang terkandung
didalam pembahasanya sebagai berikut. Meski,
hadts ini dalam bentuk ikhbar (kalimat berita), namun didalam lafadz hadits itu ada qarinah yang menunjukkan keharamannya secara pasti.
hadts ini dalam bentuk ikhbar (kalimat berita), namun didalam lafadz hadits itu ada qarinah yang menunjukkan keharamannya secara pasti.
Sementara al-Qur’an justru
mengatakan sebaliknya. Al-Qur’an memaparkan kisah seorang Ratu yang memimpin
kerajaan besar, yaitu Ratu Balqis, di negeri Saba’, hal ini disebutkan dalam
al-Qur’an surat as-Saba’ ayat 15:
Artinya:”sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan) : “makanlah olehmu dari
rezeki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”.
Ratu Balqis adalah seorang
perempuan yang berpikir lincah, bersikap hati-hati dan teliti dalam memutuskan
sesuatu. Ia tidak gegabah dan buru-buru dalam memutuskan sesuatu, sehingga
ketika ditanya tentang singgasananya yang telah dipindahkan itu, ia menjawab
dengan ungkapan diplomatis, tidak dengan jawaban vilgar yang dapat menjebak.
keindahan istana Sulaiman yang lantainya dari marmer yang berkilauan laksana air. Dalam ketakjuban itu, Ratu Balqis tidak menyerah begitu saja kepada Sulaiman. Tetapi ia mengatakan:
keindahan istana Sulaiman yang lantainya dari marmer yang berkilauan laksana air. Dalam ketakjuban itu, Ratu Balqis tidak menyerah begitu saja kepada Sulaiman. Tetapi ia mengatakan:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku
berserah diri kepada Sulaiman kepada Allah, tuhan semesta alam”
Ini hanyalah sebuah ungkapan yang hanya dapat diucapkan oleh orang yang
cerdas.
Dikala ia dalam kondisi tetapi ia merangkul lawannya dan menundukan diri kepada zat yang lebih tinggi daripada Sulaiman (Surah an-Naml: 40).
Dikala ia dalam kondisi tetapi ia merangkul lawannya dan menundukan diri kepada zat yang lebih tinggi daripada Sulaiman (Surah an-Naml: 40).
Demikian al-Qur’an bercerita
tentang kepemimpinan seorang perumpuan dengan menceritakan contoh histories
Ratu Balqis di negeri Saba’ yang merupakn gambaran perempuan yang mempunyai
kecemerlangan pemikiran. Ketajaman pandangan, kebijaksanan dalam mengambil
keputusan, dan stategi politik yang baik. Waktu ia mendapat surat
dari nabi Sulaiman ia bermusyawarah dengan para pembesarnya. Walaupun mersa
kuat dan siap menghadapi perang melawan Sulaiman, namun ia mempunyai pandangan
yang jauh. Ia tidak ingin negerinya hancur dan rakyat menjadi korbannya. Karena
ia mempunyai intuisi, bahwa Sulaiman itu seorang nabi. Maka tidaklah bijaksana
melawan Sulaiman itu kebenaran yang tentu dijamin oleh tuhan dengan kemenangan.
Juga tidaklah bijaksana mengahalangi kaum dan rakyatnya untuk menikmati
kebenaran tersebut dengan berperang melawannya untuk mempertahankan kebatilan.
dari nabi Sulaiman ia bermusyawarah dengan para pembesarnya. Walaupun mersa
kuat dan siap menghadapi perang melawan Sulaiman, namun ia mempunyai pandangan
yang jauh. Ia tidak ingin negerinya hancur dan rakyat menjadi korbannya. Karena
ia mempunyai intuisi, bahwa Sulaiman itu seorang nabi. Maka tidaklah bijaksana
melawan Sulaiman itu kebenaran yang tentu dijamin oleh tuhan dengan kemenangan.
Juga tidaklah bijaksana mengahalangi kaum dan rakyatnya untuk menikmati
kebenaran tersebut dengan berperang melawannya untuk mempertahankan kebatilan.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kaum perempuan berhak untuk memimpin suatu negara (Presiden
atau Perdana Menteri), sebagaimana halnya kaum
laki-laki, bila mereka memiliki kriteria persyaratan sebagai pemimpin.
laki-laki, bila mereka memiliki kriteria persyaratan sebagai pemimpin.
Jadi kalau hadits Abi Bakrah di
atas mengatakan bahwa: Tidah bahagia suatu kaum yang mengangkat pemimpin mereka
seorang perempuan, al-Qur’an justru menyebutkan
sebaliknya. Al-Qur’an telah menceriatakan bagaimana kepemimpinan ratu Balqis
yang dapat mempin negerinya dengan baik dan sangat memperhatikan kemashlatan
rakyatnya.
sebaliknya. Al-Qur’an telah menceriatakan bagaimana kepemimpinan ratu Balqis
yang dapat mempin negerinya dengan baik dan sangat memperhatikan kemashlatan
rakyatnya.
Pengangkatan tema Ratu Balqis di
dalam al-Qur’an mengandung makna implicit bahwa perempuan boleh menjadi
pemimpin sebagaimana halnya laki-laki. Oleh sebab itu Muhamad Jarir ath-Thabary
dan ibnu Hazm berpendapat bahwa hadits Abi Bakrah tersebut
hanya melarang perempuan menjadi top leader seperti kepala Negara Islam atau
khalifah.
hanya melarang perempuan menjadi top leader seperti kepala Negara Islam atau
khalifah.
F. Pendapat
para Ulama terhadap kepemimpinan wanita
Seluruh
ulama sepakat bahwa wanita haram menduduki jabatan kekhalifaan. Jadi masalah haramnya
perempuan menjadi pemimpin Negara bukanlah masalah khilafiyah. Imam
Al-Qurthubiy, menyatakan dalam tafsirnya Al-Jaami’li Ahkam Al-Qur’an, Juz 1.
hal. 270, menyatakan bahwa: “Khalifah haruslah seorang laki-laki dan mereka (para fuqaha) telah bersepakat bahwa wanita tidak boleh menjadi imam (khalifah). Namun mereka berselisih tentang bolehnya wanita menjadi qadhi mberdasarkan diterimanya kesaksian wanita dalam pengadilan”. Namun kalau ath-Thabari dan Ibnu Hazm masih membolehkan jika wanita menjadi perdana Menteri atau Hakim.
hal. 270, menyatakan bahwa: “Khalifah haruslah seorang laki-laki dan mereka (para fuqaha) telah bersepakat bahwa wanita tidak boleh menjadi imam (khalifah). Namun mereka berselisih tentang bolehnya wanita menjadi qadhi mberdasarkan diterimanya kesaksian wanita dalam pengadilan”. Namun kalau ath-Thabari dan Ibnu Hazm masih membolehkan jika wanita menjadi perdana Menteri atau Hakim.
Faktor-faktor
tabiat wanita, orang-orang yang melarang pecalonan wanita juga mengemukakan
alasan bahwa wanita itu juga menghadapi kendala yang sudah merupakan tabiat
atau pembawan mereka, seperti menstruasi setiap bulan beserta keluh-keluhnya,
mengandung dengan segala penderitaannya, melahirkan dengan segala resikonya,
menyusui dengan segala penderitaannya melahirkan dengan segala resiko, menyusui
dengan seala bebannya, dan sebagai ibu dengan segala tugasnya. Semua itu
menjadikan mereka secara piskis, fisik, dan pemikiran tidak mampu mengemban
tugas sebagai pemimpin ataupun anggota Dewan yang bertugas mengawasi pemerintah
dan membuat Undang-Undang.
Hal
diatas memang benar. Wanita yang sibuk sebagai ibu dan segala dengan segala
tugasnya tidak akan menceburkan dirinya mengemban tugas-tugas penting itu. Dan
jika ikut maka anak-anak dan urusannya tidak ada yang memperhatikan. Yang
dimaksud dalam konteks ini ialah wanita yang memiliki kelebihan yang berupa
kecerdasan, kemampuan, kesempatan, ilmu, serta kecerdasan dan tidak direpotkan
oleh urusan diatas.
tugasnya tidak akan menceburkan dirinya mengemban tugas-tugas penting itu. Dan
jika ikut maka anak-anak dan urusannya tidak ada yang memperhatikan. Yang
dimaksud dalam konteks ini ialah wanita yang memiliki kelebihan yang berupa
kecerdasan, kemampuan, kesempatan, ilmu, serta kecerdasan dan tidak direpotkan
oleh urusan diatas.
Para
Ulama telah sepakat akan terlarangnya wanita memegang kekuasaan tertinggi atau
al-imamah al-Uzhma. Ketentuan ini berlaku bagi wanita bila ia menjadi raja atau
kepala Negara yang mempunyai kekuasaan mutlak terhadap kaumnya, yang segala
kehendaknya harus dijalankan, semua hukumnya tidak boleh ditolak dan selain
perintahnya tidak
boleh ditolak dan selain perintahnya tidak boleh dikukuhkan dengan demikian
berarti mereka benar-benar menyerahkan segala urusan kepadanya. Dengan demikian
wanita bisa saja menjadi menteri, hakim, atau menjadi muhtasib yang melakukan
pengawasan umum.
boleh ditolak dan selain perintahnya tidak boleh dikukuhkan dengan demikian
berarti mereka benar-benar menyerahkan segala urusan kepadanya. Dengan demikian
wanita bisa saja menjadi menteri, hakim, atau menjadi muhtasib yang melakukan
pengawasan umum.
Pada
masyarakat moderen dibawah system Demokrasi, apabila memberi kedudukan umum
kepada wanita, seperti pada kementrian, perkantoran atau Dewan Perwakilan
Rakyat tidak berarti bahwa mereka menyerahkan segala urusan mereka kepada
wanita, pada praktiknya tanggungjawab tersenut bersifat kolektif, dijalankan
secara bersama-sama oleh sejumlah orang dalam lembaga terkait, dan si wanita
hanya menanggung sebagian saja bersama yang lain.
G.
Kesimpulan
Haramnya kepemimpinan wanita merupakan bagian dari aturan
Islam. Memang benar, dengan menggunakan sudut pandang HAM dan demokrasi yang
kufur, pelarangan wanita dalam kekuasaan negara bisa dianggap pelanggaran.
Sebab, aturan HAM dan demokrasi memang menetapkan ketentuan semacam itu. Namun,
seorang mukmin sejati, hanya mengambil ketetapan dari Al-Quran dan Sunnah,
walaupun bertentangan dengan HAM dan demokrasi. Bukan sebaliknya, yaitu
mengambil HAM dan demokrasi walaupun bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.
Cukuplah Al-Quran dan As Sunnah sebagai dalil bagi kaum muslim dan dia tidak
akan berfikir untuk memilih yang lain. Tentu bagi seorang muslim yang bertakwa,
keridha’an Allah segala-galanya bagi dia. Sikap yang semacam inilah yang
seharusnya dimiliki oleh muslim yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
dalam surah al-Ahzab ayat 36. Maka memilih HAM dan demokrasi dan mencampakkan
Al-Quran dan As Sunnah, merupakan bentuk kesesatan yang nyata! Bahkan, Allah
swt menjelaskan pula kebatilan serangan kafir kaum feminis yang sok demokratis
dengan firman-Nya :
“Dan
janganlah kamu iri hati dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu
lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan” (QS An-Nisaa’ [4]:32)
Jadi seorang wanita menjadi presiden atau pemimpin yang
tertinggi itu tidak boleh, selama masih ada seorang laki-laki yang bias menjadi
pemimpin yang adil dan baik. Karena seorang laki-laki yaitu menjadi pemimpin
bagi wanita. Dan bagi seorang wanita, bila ia hanya menjadi bawahan dari
seorang presiden (pemimpin) misalnya menteri atau DPR itu diperbolehkan
.