BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Konsep ketatanegaraan TriasPolitica yang diintrodusioleh
Montesquieu mengkategorikan cabang kekuasaan negara menjadi: 1) Eksekutif,
atau dalam istilah asing disebut sebagai rule
application function yakni kekuasaan melaksanakan Undang-Undang dalam
menjalankan pemerintahan, 2)Legislatif,
atau rule making function adalah kekuasan dalam membuat Undang-Undang, dan 3)Yudisial, atau rule
adjudication function adalah kekuasaan yang mengadili atas pelanggaran
undang undang.Dalammenerjemahkankonseptersebut,
Indonesia menerapkandivision of power, yaitusebuahprinsipdimanasatusumberkedaulatandibagikesejumlah
organ.
Sebagaimana yang ditegaskandalamPasal 1 ayat (2)
UndangUndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
kedaulatan berada di tangan rakyat.Artinya,
legitimasi cabang kekuasaan tersebut bersumber dari kedaulatan rakyat yang kemudian
‘dibagikan’ kepada organ-organ negara.Konsekuensinya, tidakadasegregasi yang
memisahkan organ-organ tersebutmelainkanadanyasinergi yang melaluimekanismecheck and balances.
Akan
tetapi sejalan dengan perkembangan suatu zaman, semakin berkembang juga
permasalahan ketatanegaraan di berbagai belahan dunia. Faktanya model pemisahan
kekuasaan negara secara konvensional yang hanya mengasumsikan adanya tiga
cabang kekuasaan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif ternyata sudah
tidakmampu lagi menjawab kompleksitas permasalahan ketatanegaraan.
B.
RumusanMasalah
1.
Bagaimanalembaganegaratambahan
yang dibuatberdasarkanUndang-Undang?
2.
Apasajalembaga-lembagatersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Lembaganegaratambahan yang
dibuatberdasarkanUndang-Undang
Lembaga
adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mewujudkan nilai-nilai dan
tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu. Lembaga
termasuk diantara norma-norma masyarakat yang paling resmi dan bersifat
memaksa. Kalau kebiasaan dan tata kelakuan disekitar suatu kegiatan yang penting
menjadi terorganisir ke dalam sistem keyakinan dan perilaku yang sangat formal
dan mengikat, maka suatu lembaga telah berkembang.
Komponendarikelembagaannegarasendiripadadasarnyaberasaldaritigacabangkekuasaan,
yaituEksekutif, Yudikatif, danLegislatif,[1]
yang masing-masingmemilikiatribusikewenangannyadariUndang-UndangDasar. Namunsesuaidenganperkembanganzaman,
sebagaireaksiatasketidakpercayaansertakurangmampunyalembaganegara yang sudahada
untukmenyelesaikanpersoalankenegaraandankebangsaan,
makaperluadanyalembaganegara bantu (State Auxiliary Institution).
Ketidakpercayaan
yang dimaksud, karenaberangkatdarikegagalanlembaga-lembaga yang
adadalammenjalankanfungsi-fungsidasarnya.[2]NamunkarenaketerbatasannormaUndang-UndangDasaruntukmengejawantahkandalamrumusanpadapasal-pasal.
Makaada pula lembaganegara yang
kewenanganterbentuknyatidakditentukanolehUndang-UndangDasarmelainkanolehundang-undangatauperaturanperundang-undangan
yang lain.
BerangkatdariparadigmaperubahanUndang-UndangDasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mencobadiletakkandalamkerangkachecks
and balances, memungkinkanterjadinyasalingkontrolantarsatucabangkekuasaan
yang lain.[3]Dari
haltersebut, makasering kali
dalammenjalankanperandantugaskewenanganantarlembaganegaramengalamibentrokdantumpangtindihkewenangan
yang padaakhirnyabermuarapadasengketadankonflik.Pada arena ini yang
kemudianmenjadikorbanialahtidakhanyapenegakkanhukumdanparajusticiable semata,
namunseluruhrakyat Indonesia yang mendambakankesejahteraan pun
akanmenjaditerhambatkarenalambandanterkendalanyakomponenkenegaraan yang urgent
tersebut. Tujuannegaraataskeamanan, ketertiban,
dankeadilanataudalambahasasederhanasebagaiupayauntukmewujudkankonsepGood
Governance pun akanterhambat pula.
Jimly
Asshiddiqie yang menyatakan bahwa kelembagaan negara di tingkat pusat dibedakan
dalam 4 (empat) tingkatan kelembagaan, yaitu:
a. Lembaga
yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam
atau dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
Keputusan Presiden;
b. Lembaga
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang diatur dan ditentukan lebih lanjut
dalam atau dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan
Presiden;
c. Lembaga
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang ditentukan
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden;
d. Lembaga
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat di bawah Menteri.[4]
BerdasarkancatatanlembagaswadayamasyarakatKonsorsiumReformasiHukumNasional
(KRHN), paling tidakterdapatsepuluhlembaganegara yang
dibentukatasdasarperintahundang-undang.Lembaga-lembagatersebutadalahKomisiNasionalHakAsasiManusia
(Komnas HAM), KomisiPemberantasanKorupsi (KPK), KomisiPenyiaranIndonesia (KPI),
KomisiPengawasPersaingan Usaha (KPPU), KomisiKebenarandanRekonsiliasi (KKR),
KomisiNasionalPerlindunganAnak Indonesia (KomnasPerlindunganAnak),
KomisiKepolisianNasional, KomisiKejaksaan, DewanPers, danDewanPendidikan[5].Jumlahinikemungkinandapatbertambahatauberkurangmengingatlembaganegaradalamkelompokinitidakbersifatpermanenmelainkanbergantungpadakebutuhannegara.
B.
Macam-MacamLembaganegaratambahan yang dibuatberdasarkanUndang-Undang
a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi pemberantasan korupsi adalah komisi di
Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi di Indonesia.Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi
Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:[6]
1.
Koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.
Supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindak pidana korupsi; dan
5.
Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalammelaksanakantugaskoordinasi, KomisiPemberantasanKorupsiberwenang :
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
b.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi pemilihan umum adalahlembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan
Pemilihan Umum.
KPU mempunyai tugas kewenangan
sebagai berikut:
- merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
- menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
- membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
- menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
- menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
- mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
- memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
terdapat tambahan huruf:
- tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Sedangkan dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas
dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga)
tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan
Umum.
c.
KomisiPengawasPersaingan Usaha (KPPU)
Komisipengawaspersainganusahaadalahsebuahlembagaindependen
di Indonesia yang
dibentukuntukmemenuhiamanatUndang-Undang no. 5 tahun 1999
tentanglaranganpraktikmonopolidanpersainganusahatidaksehat.
KPPU
menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
- Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
- Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
- Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan
menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
- Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
- Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
- Efisiensi alokasi sumber daya alam
- Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
- Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
- Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
- Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
- Menciptakan inovasi dalam perusahaan.
d.
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI)
Komisi perlindungan
anak indonesiaadalah
Lembaga Independen yang kedudukannya setingkat dengan Komisi Negara yang
dibentuk berdasarkan amanat Keppres 77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002
dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak
di Indonesia. Lembaga ini bersifat independen, tidak boleh dipengaruhi oleh
siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu“
Demi Kepentingan Terbaik
bagi Anak ”.
Visi
dari KPAI adalah meningkatnya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan
sejahtera.
Misi
dari KPAI adalah melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, melakukan
pengumpulan data dan informasi tentang anak, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak, pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,
memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam
rangka perlindungan anak.
Tujuan
dari KPAI adalah meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak
demiterwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
e. Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Saksi
dan korban merupakan komponen yang terlibat dalam perkara pidana. Banyak saksi
dan korban yang membutuhkan perlindungan dalam upaya ikut mengungkap suatu
tindakan tindakan pidana. Dengan adanya Undang-Undang No 13 tahun 2006 tentang
perlindungan saksi dan korban (UUPSK) ini diharapkan dapat diberikan secara
maksimal terhadap saksi dan korban.
Tujuan perlindungan
saksi dan korban menurut Undang-undang No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan
saksi dan korban adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban
dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.[7]
Rasa aman di sini dapat diartikan bebas dari ancaman, sehingga tidak merasa
terancam atau terintimidasi haknya, jiwa, raga, harta, serta keluarganya.Yang
dimaksud ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat baik
langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan saksi dan/atau korban merasa
takut dan/atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang
berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana[8].
f. Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga
independen di Indonesia yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai
regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak
tahun2002 berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi
pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan
sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus
dikelola oleh sebuah badan independenyang bebas
dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.
Berbeda dengan
semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24
Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang
pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan
bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang
digunakan untuk semata-mata bagi kepentinganpemerintah.Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat
adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity
of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).
Kedua prinsip
tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI.
Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan prinsip keberagaman isi adalah
tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis programmaupun isi program. Sedangkan prinsip
keberagaman kepemilikan adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa
yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau
lembaga saja. Prinsip ini juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara
pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga
adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mewujudkan nilai-nilai dan
tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu.
Komisi pemberantasan korupsidibentukberdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi pemilihan umumdibentukberdasarkanUndang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum
Komisi pengawas persaingan usahadibentukuntuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5
tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)dibentukberdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibentukberdasarkanUndang-Undang
No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban (UUPSK).
Komisi perlindungan anak indonesiadibentuk berdasarkan amanat Keppres 77/2003
dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002
B. Saran
Menurut
saya, masih banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki.Terutama dalam
bidang korupsi yang sulit untuk memberantasinya, serta hukum harus banyak
mengalami perubahan mengarah kepada yang lebih baik. Saya yakin meskipun
secanggih-canggihnya zaman nanti, apabila kita tetap berpegang teguh terhadap
Pancasila dan UUD 1945, maka kehidupan Negara ini akan menjadi semaakin baik
kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimmly, Konstitusi Dan
Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: SinarGrafika, 2010
--------------------------,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Negara Reformasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Huda,
Ni’matul, Lembaga Negara Masa Transisi
Menuju Demokrasi, Yogyakarta: UII Press, 2007
Mochtar, Zainal Arifin, Lembaga
Negara Independen, Jakarta:
Rajawali Pers, 2016
Sunggu,
Tumbur, Ompus, Keberadaan Komisi
Pemberantasan Korupsi Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Total
Media, 2012
Undang-undang
No. 13 tahun 2006
[1]JimmlyAsshiddiqie, Perkembangan Dan
KonsolidasiLembaganegaraPascaReformasi, (Jakarta:
KesekretariatanJendraldanKepaniteraanMahkamahKonstitusi, 2006), hlm. 32-33.
[2]Ni’matul Huda, LembaganegaradalamMasaTransisiDemokrasi, (Yogyakarta:
UII Press, 2007), hlm.198.
[3]JimmlyAsshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia,
(Jakarta: SinarGrafika, 2010), hlm. 138.
[4]JimmlyAsshiddiqie,
Perkembangan Dan KonsolidasiLembaganegaraPascaReformasi, (Jakarta:
KesekretariatanJendraldanKepaniteraanMahkamahKonstitusi, 2006), hlm. 50
[6]Tumbur Ompus Sunggu,Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi
Dalam Penegakan Hukum diIndonesia,(Yogyakarta:Total Media, 2012), hlm.55-56
[7]Pasal 4,
Undang-undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
[8]Pasal 1
butir 4, Undang-undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.