SEJARAH
PERKEMBANGAN ILMU POLITIK

Oleh
BAMBANG
HARIANTO
1510300045
Dosen
Pengampu
Agustina Damanik, M.A
HUKUM
TATA NEGARA
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PADANG SIDIMPUAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat ilahi rabbi atas segala limpahan Rahmat, kasih
sayang dan nikmat yang tiada tara sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua
bisa mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak.amiin.
Kami berharap Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menjalani
kehidupan sosial saat ini dan Kami berharap pula semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini supaya kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang sifatnya membangun ke arah yang lebih sempurna.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
A. Pendahuluan………………………………………………………………....
1
B.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik di Zaman
Yunani Kuno………….. 2
C.
Perkembangan Ilmu politik di Zaman Romawi…………………………...5
D. Perkembangan Ilmu politik pada Abad Pertengahan…………………….6
E.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik pada permulaan
Zaman Modren…7
F.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik pada Zaman Modren……………...8
G.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik pada abad
ke-19- 20………………..9
H.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik di indonesia……………………….....11
KESIMPULAN
……………………………………………………………………......19
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sistem
Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia
tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik
biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan
tekanan.Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi
pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat
dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa
pemotretan sekilas.
Pendekatan yang harus dilakukan dengan
pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan
pengambilan keputusan.Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas
sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan
dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini
berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti
Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19
melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern
sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level)
yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar
masyarakat dan lingkungan internasional.pengaruh ini akan memunculkan perubahan
politik. Maka untuk itu agar kita dapat
mengenal sejarah tentang Ilmu politik yang kami sajikan dalam bentuk
makalah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah Ilmu politik pada
zaman Sebelum Masehi?
2.
Bagaimana perkembangan ilmu politik pada zaman Sesudah Masehi?
3.
Bagaimana perkembangan Ilmu politik
di Indonesia?
C.
Tujuan
penulisan
1.
untuk mengetahui bagaimana politik
hukum pertama kali dikenal
2.
untuk mengetahui perkembangan
politik hukum di era modren
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik di Zaman
Yunani Kuno
Politik hukum
merupakan cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar dan ruang lingkup
yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya,
karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang
secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti
sosiologi, anthropologi. Dalam perkemangan ini mereka saling mempengaruhi.
Padahal secara embrio yang lebih
luas dan berorganitas, pembahasan tentang negara sudah ada sejak 450sM di
Yunani Kuno. Seorang ahli sejarah Herodutus(480-430sM), maupun filsuf-filsuf
ternama Yunani seperti Plato(427-347sM) karya-karyanya politeia (tentang politik), kriton
(tentang ketaatan terhadap hukum), dan Aristoteles ( 384-332sM) sudah banyak
bericara tentang politik.[1]
Filsafat politik tidak berawal dari
ilmu pengetahuan, melainkan bertolok dari pemakaian akal sehat dalam
tujuan-tujuan manusia. Mulailah paradigma rasional menggantikan pandangan dunia
yang lebih irasional dan mistik yang hidup sebelumnya,seperti dewa-dewa.
Kemudian, ilmu pengetahuan
mengantikan hal itu yang tidak terduga sebelumnya melalui keteraturan.
Keteraturan tidak lagi berasal dari paradigma mistik, melainkan paradigma
ilmiah. Orang Yunani mulai menyingkirkan peranan para dewa dengan objek
rasional seperti halnya atom temuan Democritus(460-370sM).yang merupakan bahan
dasar dunia yang tidak dapat diperkecil, tidak bertahan lama bahkan meluas
kehidupan sosial.
Demikianlah awal tradisi
intelektual bangsa yunani, tidak sekaligus menerima ilmu analisis ilmu
pengetahuan, namun mereka menerima analisis moral. Di sini Scorates (469-399sM)
merupakan orang pertama yang menyadari bahwa ilmu alam tidak memberikan
penjelasan memadai untuk perilaku manusia. Karena itu wajar jika dalam ilmu
pengetahuan kuno belum mampu memberikan rumusan teori. Begitu pun dalam ilmu
politik, munculnya slogan”filsafat politik dibatasi etika” itulah sebabnya pada
dekade ini, politik merupakan suatu fungsi antara penguasa dan yang dikuasa, baik
pemerintah yang dijalankan satu orang ataupun beberapa orang. Yang penting
setiap pemerintah mampu mendatangkan kebajikan. Dengan demikian, model politik
klasik sebelum plato, cukup terdiri atas penguasa dan yang dikuasai, cara dan
tujuan. Dalam paradigma politik waktu ituyang terpenting adalah bagaimana untuk
mencari keselarasan atau keseimbangan antara penguasa dan dikuasai seagaimana
untuk tujuan bersama.
Pada
zaman plato dalam bukunya Politea, menyatakan negara itu seperti tubuh yang berkembang
dari beberapa individu yang terorganisasi. Adapun bentuk-bentuk itu antara lain
:
a.
Aristokrasi : kekuasaan dipegang para
cendekiawan/pintar yang diutamakan keadilan dan kepentingan bersama.
b.
Timokrasi : sekelompok penguasa (elit) yang
lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya dan karena itu tidak adil.
c.
Oligarchie : kekuasaan negara dipegang kaum hartawan
(konglomerat) dan berkembanglah kepemilikan swasta.
d.
Demokrasi : pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan
kepentingan umum diutamakan, disamping kebebasan/kemerdekaan.
e.
Tyrani : pemerintahan dipegang seorang dan biasanya
tidak adil dan mementingkan dirinya atau keluarganya.
Para filosof pada zaman ini
berusaha mencari esensi keadilan dan kebaikan, juga mempertimbangkan
masalah-masalah esensial lainnya seperti pemerintahan yang baik, kedaulatan,
kewajiban negara terhadap warga negara dan sebaliknya. Beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul
beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam
kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500
S.M. Begitupun
filsuf cina kuno Kung Fu-Tze/ Confusius ( 551-479sM), Meng-Tse(Mencius), dan
Lie-Tze(350sM) seorang perintis legalitas telah banyak berbicara tantang
politik.[2] Ada banyak sekali tokoh-tokoh yang
memliki pemikiran yang menggugah dunia di Timur. Mereka muncul dari beberapa
Negara yang mempunyai kebudayaan dan agama yang berbeda seperti Islam, Cina dan
India. Tapi budaya dan agama itu juga yang menjadi persamaan ciri dari
tokoh-tokoh ini. Karena dasar-dasar pemikiran politik mereka masih sangat
dipengaruhi ajaran agama, dan warisan budaya mereka masing.[3]
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dan bandingkan perbedaan dan persamaan
tersebut dalam penjelasan singkat berikut:
1. Al- Farabi - Dalam pemikiran politik al-farabi
terlihat jelas dilandasi oleh filsafat kenabian, dalam hal ini al-farabi dapat
tergolong filosof politik yang idealistic. Al-farabi memang memfokuskan
perhatiannya pada pemimpin atau kepala Negara serta kaitannya dengan system
pemerintahan.[4]
2. Al – Mawardi - Bila al-farabi bersifat idealistic
dan mengutamakan pemikiran politiknya tentang kualitas pemimpin, maka
Al-Mawarbi cenderung lebih realistic dan berorientasi pada masalah konstitusi
kenegaraan. Al-Mawardi ternyata lebih dulu memperkenalkan kontrak social pada
awal abad XI M, dan baru lima abad kemudian bermunculan teori kontrak social di
Barat
3. Ibnu khaldun - Ibnu khaldun mengemukan bahwa system
politik itu sangat diperlukan untuk terwujudnya stabilitas, dan nuansa politik
tersebut amat relevan dengan kondisi manusia sebagai makhluk social-politik.
Pemimpin tidak harus memiliki jarak jauh dengan rakyat. Konsep kepemimpinan primusinterpares
ternyata telah diperkenalkan oleh Ibnu khaldun.
4. Confucius - Dari berbagai pemikran Confucius
atau Kong Hu Cu, terutama yang berkaitan dengan politik lebih menekankan
bagaimana menjadi penguasa, pemerintah dan pejabat yang baik yaitu yang
mengutamakan kepentingan rakyat. Rakayta sangatlah penting mengingat banyak rakyat
yang menjadi korban ambisi dan kepentingan penguasa. Confucius juga meyakini
adanya tuhan yang disebut Tien. Dan dekat dengan alam sebagaimana pemikir Cina
lainnya. Denganbegitu dalam setiap pemikirannya mengenai pemerintahan adalah
tempat tinggal yang nyaman dan aman bagi segenap rakyat tanpa terkecuali.
5. Lao Tzu - Dalam teori politik Lao Tzu,
penganut Taonisme sepakat dengan kaum Confucianisme, bahwa Negara idaman ialah
Negara yang dikepalai manusia bijaksana. Hanya manusia bijaksanalah yang dapat dan
seharusnya memerintah. Tetapi perbedaan diantar kedua mazhab tersebut adalah
bahwa menurut kaum Conficianisme , bila seorang manusia bijaksana menjadi
penguasa ia seharusnya berbuat banyak bagi rakyatnya, sedangkan menurut kaum
Taonisme, kewajiban penguasa bijaksana bukan berbuat banyak tapi meniadakan
perbuatan apapun. Menurut Lao Tzu, kesulitan-kesulitan yang terjadi di dunia
bukan disebabkan banyak hal yang belum di kerjakan, melainkan karena terlalau
banyak hal yang telah di kerjakan[5]
6. Mahatma Gandhi - Mohandas Karamchad Gandhi, seorang
pemikir politik di India dan pejuang yang memerdekan India. Membacaa karya
India dan buku pengetahuan, hukum, pemerintah, dan tentang Tuhan merupakan
favoritnya. Ahimsa (tidak melukai) ajaran Gandhi yang terkenal, ajaran ahimsa
adalah dasar dan pedoman untuk bertindak. Tujuannya untuk menegakkan kebenaran.
Ciri ahimsa adalah penyesuaian dan pembaharuan yang tiada henti. Ada 3 bentuk
tindakan bersifat ahimsa yaitu, non co operation, ketidakpatuhan sipil, dan
puasa. Yang paling utama adalah non co-operation dimaksudkan menolka untuk
mengambil bagian dalam system yang tidak adil. Tuhannya adalah untuk perubahan
struktur masyarakat yang tidak adil, yang membuat orang menderita.
B.
Perkembangan Ilmu politik di Zaman Romawi
Pada zaman ini yang terkenal
dengan Romawi Kuno memerikan sumbangan yang berharga bagi ilmu politik antara
lain: bidang hukum, yurisprudensi, dan administrasi negara. Bidang tersebut
didasarkan atas perspektif mengenai kesamaan manusia, persaudaraan setiap orang
, ketuhanan dan keunikan nilai individu yang bagaimanapun
rendahnya, mempercayai cahaya tuhan menjiwai seluruh semesta. Filsafat
demokrasi dengan asumsinya tentang rasionalitas, moralitas dan persamaan serta
konsepnya tentang hukum alam dan hak-hak alamiah, banyak menurun dari
faham stoic dan cicero, yang memadukan
filsafat stoic kedalam pemikiran barat.[6]
C.
Perkembangan Ilmu politik pada Abad Pertengahan
Kemudian
selama abad pertengahan, Negara menjadi kurang penting dibandingkan gereja,
yang bisa memaksakan kekuasaanya pada raja
dan memecat para pangeran dan mengatur kebijakan umum. Dibawah dominasi
intelektual dan politik gereja Kristen, pemikiran politik pada abad pertengahan
peratama-tama berurusan dan untuk menjawab persoalan mengenai yang seharusnya
(nilai), bukan pertanayaan tentang yang ada (fakta). Hal itu juga berbeda
dengan paradigma teokratis, dimana ide hukum alam kehukum manusiawi. Akan
tetapi dunia kristen menampilkan kembali pandangan dunia agama. Santo agustinus
(354-430) merupakan tokoh pertama yang menegaskan politikus theokratis dan ada
Thomas Aquinas (1225-1274) yang memberikan gambaran pentingnya hokum sebagai
roda penggerak kehidupan kemasyarakatan.
Pada akhir abad pertengahan dua prinsip penting
yang muncul mendorong transisi kemasa pencerahan yang dimulai abad ke-16.
1. bahwa
penguasa atau raja merupakan wakil rakyat, dengan lingkup kekuasaan yang
ditentukan oleh konstitusi yang sifatnya terbatas.
2. bahwa
komunitas politik bukan terdiri dari hak-hak pribadi semua individu, melainkan
hak-hak dewan perwakilan. Rakyat diwakili bukan dalam kedudukan perorangan
mereka, tetapi dalam kedudukan politik sebagai warga negara (Apter, 1996: 74).
Sebuah dewan perwakilan menjalankan pengawasan terhadap penguasa. Hal ini
merupakan dasar hak-hak individu dan perwakilan.
Dalam hal ini terdapat peristiwa penting,
diantaranya kemenangan kerajaan atas gereja dalam perjuangan besar antara raja
dan paus. Kemudian ketika visi sintesa paham Kristen abad pertengahan yang
domain merosot, para penguasa menjadi makin asyik untuk mempertahankan
kekuasaan yang menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Paradigma teokratis
akhirnya tergeser oleh suatu persekutuan sekuler antara raja dan sebagian
filosof politik baru yang akhirnya digantikan oleh pencerahan. Sejak itu hak-hak
rakyat bukan kekuasaan penguasa dan cara-cara melindunginya menjadi perhatian
utama politik. Pemecahan universal haruslah pemerintahan perwakilan, yan
dikenal dengan demokrasi politik (Apter, 1996: 76).[7]
D.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik pada permulaan
Zaman Modren
Tokoh utama pada transisi ini adalah Niccolo
Machiavelli (1469-1527). Dia-lah yang merasa jemu dengan
pertengkaran-pertengakaran doktrin, dan ia membuka jalan bagi pemikir kekuasaan
yang sekuler.
Machiaveli percaya bahwa rezim-rezim masuk kedua
tipe, yaitu “kepangeranan” (principality) dan “republik”. Dalam The
Prince, ia memberikan nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan
mempertahankan sebuah kepangeranan. Untuk melakukannya seorang penguasa bijak
hendaknya mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan,
dan kebaikan negara. Hanya dengan memadukan machismo, semangat
keprajuritan, dan pertimbangan politik, seseorang penguasa barulah dapat
memenuhi kewajibannya kepada negara dan mencapai keabadian sejarah (Losco dan
William, 2005: 561).[8]
Sebaliknya
Machiavelli mengalihkan perhatiannya dalam Discourses (Sebuah komentar
tentang sejarah Roma yang ditulis Livius), menekankan tentang penciptaan,
penjagaan, dan renovasi sebuah pemerintahan republik yang demokrasi. Perhatian
utamanya adalah untuk menunjukkan bagaimana pemerintahan-pemerintahan republik
dapat mendorong stabilitas dan kebebasan sambil menghindari pengaruh-pengaruh
korupsi yang membuat lemah bagi negara. Sebab bagi Machiavelli, kejayaan (baik
pangeran maupun republik) merupakan ambisi politik definitif ⎯
yang dikejar dalam batas-batas yang ditentukan oleh akal, kearifan, nasib baik,
dan kebutuhan (Losco dan William, 2005: 562).
Jika Machiavelli menandai gerakan menjauhi filsafat
agama sebagai suatu dogma politik dan membukakan jalan kepada dua penerus
cemerlang. Pertama adalah Thomas Hobbes (1558-1674) di mana filsafat
materialismenya merupakan jembatan yang menguhubungkan ilmu pengetahuan dan
mekanika, serta yang lokgikanya sama bagus dan rapuhnya seperti logika lain
yang dapat ditemukan dalam pemikiran politik.
Kedua, adalah Jean Jaques Rousseau, tokoh yang berusaha mendefinisikan
kembali kepribadian moral dalam komunitas moral (Apter, 1996: 78-79).
Dalam buku Leviathan (1651), Hobbes
bertolak dari pengembangan pengertian negara yang jauh berbeda dengan
pengertian negara pada abad pertengahan. Mereka terpaku asyik dengan komunitas
organis ⎯
orang bijaksana merupakan kepala negara, rokhaniawan merupakan jantungnya,
sementara berbagai organ yang berguna lainnya berkelompok membentuk keluarga
atau rumahtangga dalam persaudaraan komunitas yang mencakup keseluruhan
(Gierke: 1950).
Lain halnya bagi Hobbes, tidak ada komunitas alamiah
yang bertindak sebagai kekuatan hidup yang segera terwujud, kecuali suatu
ciptaan yang “khayal”. Komunitas itu tercipta karena manusia sebagai makhluk
yang memiliki nafsu mempunyai imajinasi, kemampuan berbicara, dan terutama
kemampuan bernalar. Namun nalar bisa salah, sehingga secara abstrak masyarakat
tidak dapat bergantung padanya. Ia menganologikan “seperti ilmu hitung, manusia
yang tidak
cakap,
pasti keliru dan para professor sendiri-pun mungkin acapkali salah (Hobbes,
dalam Oxford, 1909).
Selain itu karena manusia juga mempunyai segala
macam sifat yang tidak begitu “terpuji” seperti; marah, sedih, serakah, maka
akibatnya adalah terjadi situasi alamiah kearah konflik, yang menimbulkan
kekacauan. Untuk mencegah kekacauan itu, pertimbangan-pertimbangan pribadi
harus mengalah kepada otoritas. Tetapi bagaimana orang dapat dibujuk untuk
mengumpulkan kekuasaan mereka dan menyerahkannya kepada penguasa? Mereka akan
melakukannya hanya bila mereka memperoleh sejumlah manfaat darinya. Manfaat apa
? Suatu keadaan yang tertib atau teratur. Bagi Hobbes ketertiban merupakan
sasaran tertinggi, suatu hal yang dapat dipahami leh orang yang rasional dan
suatu manfaat yang nyata serta dirasakan langsung. Di sinilah peran Hobbes
merupakan orang yang pertama yang dapat mendefinisikan dan mengubah kepentingan
pribadi dalam keuntungan publik (Apte, 1996: 80).
Ia memastikan
bahwa nilai yang ditentukan orang pada dirinya itu berbeda bagi setiap orang.
Memang, orang tidak dapat menentukan “harga’ diri mereka, tetapi nilai
sesungguhnya seseorang akan diukur oleh pendapat orang lain mengenai harga diri
orang tersebut. Maka dari itu kompensasi akan bervariasi, bahkan akan
menimbulkan konflik juga mengingat tiadanya asas tunggal bagi pergantian yang
disepakati bersama. Nafsu-nafsu kuat akan diikutsertakan. Orangorang yang besar
kepala, penakut, ambisius, dan masa bodoh akan menceburkan dalam konflik yang
sia-sia. Di sinilah kebijaksanaan tertinggi adalah menyerahkan wewenang kepada kekuasaan itu. Namun
alternatifnya juga adalah kekacauan.
E.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik pada Zaman Modren
Di
Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan
ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya
berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat
pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.
Di atas telah disebutkan bahwa tokoh cemerlang lain pada masa pencerahan adalah Jean Jaques Roussea, yang mewakili sudut pandang alternatif dan memberikan kekuasaan yang besar kepada komunitas sebagai satu keseluruhan. Tetapi antara Hobbes dan Rousseau terdapat dua orang lain:
Di atas telah disebutkan bahwa tokoh cemerlang lain pada masa pencerahan adalah Jean Jaques Roussea, yang mewakili sudut pandang alternatif dan memberikan kekuasaan yang besar kepada komunitas sebagai satu keseluruhan. Tetapi antara Hobbes dan Rousseau terdapat dua orang lain:
1. John
Locke (1632-1704) mampu
berkarya dalam bidang teori politik ditulis dalam buku Two Treatises on Civil Government. State of Nature juga merupakan karya teori politik yang beda dengan
Hobbes. John Locke menekankan bahwa dalam State
of Nature terjadi: kebingungan, ketidakpastian, ketidakaturan, tidak ada
kematian. Pada sisi lain Locke mengemukakan hak-hak alamiah sebagai berikut:
hak akan hidup, hak atas kebebasan dan kemerdekaan, hak memiliki sesuatu.
Konsep perjanjian masyarakat merupakan cara untuk membentuk negara. Oleh karena
itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga: legislatif, eksekutif
dan yudikatif dan federatif. Dalam hal bentuk negara Locke membagi atas:
Monarki, Aristokrasi dan Demokrasi. Tujuan negara yang dikehendaki Locke yaitu
untuk kebaikan umat manusia melalui kegiatan kewajiban negara memelihara dan
menjamin hak-hak asasi manusia. Dan pada akhirnya Hobbes dan Locke memiliki
perbedaan dalam hal teori perjanjian sosial.
2.
Montesquieu (1689-1755) Montesquieu terkenal dengan dunia
ilmu pengetahuan tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakan State of Nature yang diartikan dalam
keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik Trias Politika
yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori
demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya Chek and Balance terhadap mekanisme pembagian kekuasaan. Demokrasi
yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk
memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai
unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus
demokrasi liberal.
F. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada abad ke-19- 20
Di Negara-negara
benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak
dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada
negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik
masih terasa sampai perang Dunia II.
Di Amerika Serikat
terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari
tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris.
Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi,
sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik.
Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan
didirikannya American Political
Science Association (APSA) pada 1904.[9]
Ilmu politik masa
kini telah berkembang dari berbagi bidang studi yang berkaitan termasuk sejarah,
filsafat, hokum dan ekonomi. Ditinjau dari tahap perkembangannya sebagai ilmu,
memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu politik agak tertinggal dibelakang jika
dibandingkan dengan ilmu lainnya, seperti ilmu ekonomi yang mengalami kemajuan
yang pesat seiring denagn era “revolusi industry”
pertengahan abad XVIII.
Sesudah perang dunia
ke II perkembangan ilmu politik semakin pesat. Di Negara Belanda, dimana waktu
itu penelitian mengenai Negara dimonopoli oleh Fakultas Hukum, didirikan Faculteit der Sociale Wetenschappen
pada tahun1947 di Amsterdam. Akan tetapi, oleh karena pendidikan tinggi ilmu
Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada permulaan
perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh ilmu itu. Akan
tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu mulai di
kenal.
Pesatnya perkembangan
ilmu politik sesuda perang dunia ke II tersebut juga disebabkan karena mendapat
dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutam UNESCO(United Nations
Educational Scientific and Cultural Organization). Terdorong oleh tidak adanya
keseragaman dalam terminology dalam ilmu politik, UNESCO dalam tahun 1948
menyelenggarakan suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira
30 negara. Proyek ini dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton University
Amerika Serikat kemudian di bahas oleh beberapa ahli dalam suatu pertemuan di
Paris dan menghasilkan buku “Contemporary Political
Science”.[10]
Selanjutnya UNESCO
bersama International Political Science Association
(IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara,
diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun
1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan
hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of
Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science.
Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu social
(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi.
Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan
mempertemukan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu
sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi,
psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan
mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat
hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu
yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
G.
Sejarah
perkembangan Ilmu politik di indonesia
Di Indonesia sendiri terdapat
beberapa karya yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan seperti yang
ditulis dalam buku Negarakertagama dan
Babad Tanah Jawi pada abad 13-15 M. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (seperti pada Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta) atau Fakultas ilmu-ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia,
Jakarta) dimana ilmu politik merupakan Departemen tersendiri. Akan tetapi, oleh
karena pendidikan tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila
pada permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh
ilmu itu. Akan tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu
mulai di kenal.Perkembangan
awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena
pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.
a.
Periode Demokrasi
Liberal
Setelah tanggal 7 September 1944 Pemerintah Jepang
mengumumkan memberi janji kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia, yang kemudian
diperjelas pada tanggal 1 Maret 1945.Kemudian dibentuk Panitia Perancang UUD
yaitu BPUPKI yang diketuai oleh Radjiman Wediodiningrat. dalam sidang I dibahas
mengenai “Dasar Negara”, karena tidak menemukan ujungnya maka dibentuk Panitia
Sembilan, yang akhirnya mencapai kompromi pada tanggal 22 Juni 1945 dengan
menyetujui “ The Jacarta Charter” sebagai dasar negara. Hasil
kesepakatan ini atau Modus Vivendi diterima pada Sidang II
BPUPKI tanggal 11 Juli 1945. Selanjutnya Soekarno membentuk Panitia kecil yang
diketuai “Soepomo” untuk membuat ”Rancangan UUD” , pada tanggal 16 Juli
1945 BPUPKI menyetujui rancangan UUD yang telah diselesaikan panitia kecil pada
tanggal 13 Juli 1945 untuk dijadikan konstitusi tertulis Negara dan rancangan
UUD. Setelah rumusan ini terselesaikan BPUPKIpun dibubarkan diganti oleh PPKI
yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 diketuai oleh “Soekarno”
dan wakilnya “Moh. Hatta” dan 6 orang anggota. Pada tanggal 17 Agustus
1945 Indonesia atas nama “Soekarno-Hatta” menyatakan kemerdekaannya, sehari
setelah Proklamasi, PPKI menggelar Sidang I yang memutuskan “Mengesahkan
Pembukaan dan Batang tubuh UUD” serta ”Memilih Presiden dan Wakil
Presiden”. Sistem pemerintahan yang dibangun adalah sistem pemerintahan
yang “Demokrasi”, yang ditegaskan Pasal 1 (2) yang berbunyi “Kedaulatan ada di
tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat”.
Hal ini juga tersurat dalam Pasal 4 (1) yang berbunyi “Presiden menjadi Kepala
Pemerintahan dan tidak bertanggung jawab kepada DPR”, Pasal 17 yang berbunyi
“Mentri diangkat, diberhentikan,dan bertanggungjawab kepada Presiden, bukan
kepada DPR, serta Pasal 6 yang berbunyi “Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)” (Presiden bertanggungjawab dan tunduk kepada MPR
serta wajib menjalankan putusan-putusan MPR). Dari ketiga pasal diatas
menggambarkan hubungan antar lembaga check and balance, mempunyai
kekuatan yang sama dan tidak dapat menjatuhkan satu sama lain. Dimana Presiden
dipilih dan diangkat oleh MPR yang separuh anggotanya adalah anggota DPR,
sedangkan upaya DPR untuk meminta Pertanggungjawaban Presiden dalam Sidang
Istimewa MPR yang prosedurnya tidak mudah.Akibat belum dibentuknya
lembaga-lembaga Negara konstitusional, maka pemusatan kekuasaan terletak di
tangan Presiden berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pengalihan
kekuasaan ini menimbulkan opini bahwa Indonesia merupakan Negara fasis atau
nazi yang dipimpin olehFuhrer/Duce, sehingga munculah gerakan parlementeris.
Pada tanggal 7 Oktober lahir satu memorandum yang ditandatangani 50 orang
anggota KNIP yang isinya mendesak presiden agar mengunakan kekuasaan
istimewanya untuk segera membentuk MPR, dan sebelum MPR itu terbentuk hendaknya
anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR. Menindaklanjuti
memorandum itu pada tanggal 16 Oktober 1945 KNIP mengusulkan kepada pemerintah
agar diserahi kekuasaan legislatif, kekuasaan menetapkan GBHN, dan dibentuk
BP-KNIP.Pemerintah yang diwakili Moh.Hatta menyetujuinya dengan dikeluarkannya
“Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945”. Perubahan sistem kabinet dari Quasi
Predensial ke Parlementer dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah 14 November
1945, dengan ini Presiden kehilangan kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan,
serta Presiden hanya berfungsi sebagai Kepala Negara atau Kepala
Konstitusional. Yang sebelumnya dikeluarkan Maklumat 3 November 1945 yang
berisi harapan pemerintah agar aliran-aliran dalam masyarakat membentuk
parpolnya sebelum dilangsungkan Pemilu Januari 1946.
Perubahan ini mengakibatkan bergesernya konfigurasi
Politik keaarah yang lebih Pluralistik atau liberal, tetapi tidak diikuti
dengan perubahan UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, hanya praktek
ketatanegaraan saja.
Kedatangan Belanda untuk melucuti tentara Jepang dan
mengambil kekuasaannya kembali, pada saat kedatangnnya Belanda menyadari darah
rakyat Indonesia yang telah berevolusi, yang tidak dapat dikalahkan dengan
perang konvesional biasa, maka Belanda melakukan Politik Pecah Belah atau
devide et impera. atas rekayasa Belanda, maka Negara Indonesia terpecah belah
dari negara kesatuan (unitaris) menjadi Negara federal (serikat). Rekayasa
dilakukan bersamaan dengan Agresi Militer I dan Agresi Militer II.Penyerangan
ini menyita perhatian PBB sehingga menawarkan kedua belah pihak untuk
mengadakan KMB yang dihadiri BFO.Seperti diketahui, karena kehendak rakyat
Inndonesia susunan federasi tidak berlangsung lama.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia
kemnbali menjadi Negara kesatuan dengann UUDS 1950 sebagai konnstitusi
tertulisnya. Perubahan konnstitusi ini didahului dengan penandatannganan Piagan
Persetujuan antara Republik Indonesia Serikat dengan Repunblik Indonesia pada
tannggal 19 Mei 1950 yanng kemudian diberi dasar hokum dengan dikeluarkannya UU
federal No. 7 Tahun 1950. Menurut Wilopo dengan berlakunya UUDS 1950, maka
secara konstitusional Indonesia mengannut system demokrasi
parlemennter penuh baik dalam arti pemberian dasar dalam konstitusi maupun
praktik ketatanegaraannnya. Secara konsitusional penganutan atas system
parlementer dicantumkan dalam Pasal 83 yanng mennentukan bahwa Presiden dan
wakil Presiden tidak dapat digangu-gugat dalam penyelenggaraan pemerintahann,
tetapi yang harus bertanggungjawab dalam menteri-menteri, baik secara
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagian-bagiannnnya
sendiri. Secara praktis konfigurasi liberal demokratis ini ditandai oleh
dominannya parlemen dalam spectrum politik, sehingga selama kurun waktu berlakunya
UUDS 1950 yang terjadi adalah instabilitas pemerintahan karena pemerintah
serinng kali dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi. Demokrasi liberal dengan
system banyak partai yang menjadi salah satu sendi ketatanegaraan pada periode
ini telah mengalami kegagalan untuk mengkombinasikan secara optimum dua niali,
yakni jaminann dan penghargaan terhadap hak-hak rakyat unntuk turut serta dalam
proses pembuatan keputusan denngan jalan memilih wakil-wakil secara bebas serta
tingkat stabilitas politik sebagai syarat bagi aktivitas bureaucratic
power unntuk mencapai tujuan Negara.
b.
Periode Demokrasi
Terpimpin
Akibat dari instabilitas politik dan pemerintahan yang
timbul maka berakhirlah sistem politik liberal dengan dikeluarkannya “Dekrit
Presiden 5 Juli 1959” yang isinya:
1.
Bubarkan konstituante
2.
Berlakukan kembali UUD
1945 sebagai ganti UUDS 1950
Dan digantikan oleh sistem demokrasi terpimpin, dalam
sistem ini Presiden dan Angkatan Darat memiliki peran yang lebih besar dalam
Politik Nasional.Demokrasi terpimpin sangat bertolak belakang dengan Demokrasi
liberal.Mantan Wakil Presiden Moh.Hatta dan Prawoto Mangkusasmito mengatakan
bahwa dekrit Presiden merupakan Produkinkonstitusional dan
merupakan coup. Dalam Demokrasi ini diaktiri oleh tiga peran
penting yakni Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 1959, maka berakhirlah system politik liberal dan digantikan oleh
system demokrasi terpimpin. Lahirnya dekrit itu mendapat dukungan utama dari
Angkatan Darat maupun Presiden, angkatan Darat mendukung pemberlakuan kembali
UUD 1945 karena konstitusi tersebut memberikan kemungkinan bagi masuknya
perwakilan kepentingan dalam MPR sehinngga angkatan Darat dapat berperann
didalamnya. Sedangkan soekarno, mendukung karena dengan diberlakukan kembali
UUd 1945 membuka peluang tampilnya Kabinet Presidensial yang kuat. Konfigurasi
politik pada era demokrasi terpemimpinan ditandai oleh tarik tambang antara
tiga kekuatan politik utama, yaitu: Soekarnno, Anngkatan Darat, PKI. Soekarno
memerlukan PKI untuk mengahadapi kekuatan Angkatan Darat, PKI memerlukan PKI
untuk menndapatkan perlindungan daei presidenn dalam melawann Angkatannn Darat,
sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi
keterlibatannnya di dalam politik. Seperti yang tertuanng dalam Tap MPRS No.
VIII/MPRS/1965, mengenai pengambilan keputusan berdasarkan “musyawarah untuk
mufakat”, apabila mufakat bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan tenntang
masalah yang dimusyawarahkan itu diserahkann kepada pimpinan utnuk
menentukannya. Tetapi mekanisnme pengambilan keputusan dalam semua proses
politik lebih didominasi oleh Soekarno. Dari uraian di atas dapat memberikan
kualifikasi bahwa konfigurasi pada era demokrasi terpimpin adalah otoriter,
sentralistik, dann di tanngan Presiden Soekarno.Afan Gahar menyebutkan, dengan
kondisi kepartaian seperti ini, maka dapat dikatakan pada demokrasi terpimpin
itu di Indonesia sebenarnya tidak ada system kepartaian. Bahkan DPR
yang dibentuk melalui pemilu 1955 dibubarkan oleh
presiden pada tahun 1960, Karena menolak rancangan APBN yang dibuat oleh
pemerintah. Melaui Penpres No. 4 Tahun 1960 membentuk DPR-GR yang anggotanya
diangkat oleh Soekarno.Berbalik denngann posisi DPR dan partai-partai posisi
eksekutif pada era demokrasi terpimpin sangat kuat.Gagasan-gagasan politiknya
menggunakan Dewan Pertimbangann Agung dimana dalam UUD 1945 merupakan council
of state. Dewan yang sederajat dengan eksekutif dan diberi peran besar
dalam bidang pemerintahan serta berwenang mutlak memberikan pertimbangan lebih
dulu bagi setiap rancangan UU yang akan disampaikan oleh DPR dipimpin oleh
Soekarno.
c.
Era Orde Baru
Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi politik
memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI AD.Puncaknya
terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami
kekacauan, oleh karena itu untuk memulihkan keadaan, Presiden Soekarno
mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang berisi pelimpahan
kekuasaan kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk
menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi
presiden. Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum
bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI, pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai
kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan
demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila.Dalam kondisi
ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan
Tritura yang isinya:
1.
pembubaran PKI,
2.
pembubaran kabinet
dari unsur-unsur G 30 S/PKI,
3.
penurunan harga.
Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah
dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No.IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966.Sebagai
pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa
langkah strategis berikut.
1.
Pada tanggal 12 Maret
1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk
ormas-ormasnya.
2.
Pada tanggal 18 Maret
1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.
3.
Membersihkan MPRS dan
DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur
komunis
Ketika pemerintahan orde baru ini naik ke pentas
politik nasional, Negara Indonesia sedang menghadapi krisis luar bias di bidang
politik dan ekonomi. Pemerintah orde baru bertekad mengoreksi penyimpangan
politik yang terjadi pada era orde lama dengan pemulihan tata tertib politik
berdasarkann pancasila sekaligus meletakkan program rehabilitasi dan
konsolidasi ekonomi.
d.
Era setelah Reformasi
Bermula dari krisis ekonomi
nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi
kehidupan mulailah muncul ketidak kepercayaan terhadap pemerintahan orde baru
dibawah kepemimpinan Soeharto. Ketidak percayaan ini mulai memunculkan
keinginan suatu perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan suatu
yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor
gerakan ini diantaranya Amien Rais, Adnan Buyung Nasution,Andi Alfian
Malaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besar-besaran
mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini
berhasil menumbangkan orde baru dan rezim kepemimpinan Soeharto.
e.
Era Kepemimpinan
Habibie
Pengangkatan BJ. Habibie dalam
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa
pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa
pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor-Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah
tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata
masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap
sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
f.
Era Kepemimpinan Gusdur
Abdurrahman Wahid atau dikenal
dengan Gus dur memenangkan pemilihan presiden tahun 1999 yang pada saat itu
masih dipilih oleh MPR walaupun sebenarnya partai pemenang pemilu adalah partai
Megawati Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara namun
adanya politik poros tengah yang digagas oleh Amien Rais berhasil memenangkan
Gus Dur dan pada saat itu juga megwati dipilih oleh Gus Dur sendiri sebagai
wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan
gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang
di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang
ditentang oleh MPR/DPR. Serta kandasnya kasus korupsi yang melibatkan rezim
Soeharto serta masalah yang lebih modern yakni adanya serang teroris dikedubes
luar negeri. Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan. Di bawah tekanan yang
besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil
presiden Megawati Soekarnoputri.
g.
Era Kepemimpinan MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden
Indonesia ke-5.Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti
nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil,
namun Indonesia pada masa pemerintahannya
tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Megawati yang merupakan anak dari Presiden terdahulu yakni Soekarno pada
awalnya diharapkan dapat memberikan perubahan namun seirng sikapnya yang dingin
dan jarang memberikan suatu paparan tentang politiknya dianggap lembek oleh
masyarakat. Dan serangan teroris semakin sering terjadi pada masa
pemerintahan ini.
Namun satu hal yang sangat
berarti pada masa pemerintahan ini adalah keberanian megawati untuk menyetujui
pemilihan Presidan Republik Indonesia secra langsung oleh rakyat. Pemilihan
langsung dilaksanakan pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono
keluar sebagi pemenangnya.
h.
Era Kepemimpinan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Setelah memenangkan pemilu secara
langsung SBY tampil sebagai presiden pertama dalam pemilihan yang dilakukan
secara langsung. Pada awal kepemimpinanya SBY memprioritaskan pada pengentasan
korupsi yang semakin marak diIndonesia dengan berbagi gebrakannya salah satunya
adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk memberantas korupsi yakni
KPK. Dalam masa jabatannya yang pertama SBY berhasil mencapai beberapa kemajuan
diantaranya semakin kondusifnya ekonomi nasional. Dengan keberhasilan ini pula
ia kembali terpilih menjadi presiden pada pemilu ditahun 2009 dengan wakil
presiden yang berbeda bila pada masa pertamanya Jusuf Kalla merupakan
seorang bersal dari parpol namun kini bersama Boediono yang seorang profesional
ekonomi. Beberapa kelemahan misalnya kurang sigapnya menaggapi beberapa isu
sampai isu-isu tersebut menjadi hangat bahkan membinggungkan, lalu dari
pemberantasan korupsi sendiri menimbulkan banyak tanda tanya sampai sekarang
mulai dari kasus pimpinan KPK, Mafia hukum, serta politisasi diberbagai bidang
yang sebenarnya tidak memerlukan suatu sentuhan politik yang berlebihan guna
pencitaraan.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik merupakan usaha untuk
mecapai kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia kita mengenal pepatah gemah
ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles
menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Bahwa
politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public
policy), dan alokasi atau distribusi
(allocation or distribution).
Sejarah
ringkas perkembangan ilmu politik dapat
kita pahami menurut pembabakan sejarah yang dimulai dan sudah ditemukan dalam
literature klasik Yunani kuno, kemudian pada awal abad pertengahan, kemudian ditengah abad pertengahan, kemudian abad pencerahan, dan kemudian abad
Modern.
Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu
disiplin dari ilmu-imu sosial telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
sejak kelahirannya, maka apabila kita tinjau tentang sejarah perkembangan ilmu
politik perkembangan ilmu politik terbagi pada tiga periode yaitu, periode
tradisional, behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post
behavioralisme (pendekatan pasca perilaku).
B. Saran
Perkembangan ilmu politik akan tarus dianamis
seiring dengan perkembangn gejala atau perubahan social dalam masyarakat, oleh
karena itu sebagai mahasiswa kita harus benyak belajar tentang politik yang
baik agar dapat diperguankan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat
dan bernegara.
Semoga makalah yang ada di tangan kawan-kawan
sekalian, walaupun banyak kekurangan disana sini memberikan manfaat bagi kita
semua. Kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari kawan-kawan
semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan Islam
dan Barat. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997.
Budiardjo, Miriam, Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Fu Yu, Lan, Sejarah Ringkas
Filsafat Cina (Sejak Confucius samapai Han Fei Tzu). Yogyakarta: Liberty, 1990.
Rodee, Carlton Clymer, Pengantar
Ilmu Politik. Jakarta:
Rajawali Press, 2009.
Supardan,
Dadang, Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Zainudin, A.Rahman, Ilmu Politik.
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1990.
[1] Dadang supardan,
Pengantar Ilmu Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm.520.
[4]
M. Azhar, Filsafat Politik:
Perbandingan Islam dan Barat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),
hlm.56.
[5] Lan, Fu Yu, Sejarah Ringkas Filsafat Cina (Sejak
Confucius samapai Han Fei Tzu), (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 80.
[7]
Dadang
supardan, Pengantar Ilmu Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), hlm.526.
[8] Ibid., hlm. 527.
[9]
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.6.