makalah tentang KODIFIKASI DAN UNIFIKASI HUKUM



KODIFIKASI DAN UNIFIKASI HUKUM

Oleh Kelompok III
BAMBANG HARIANTO                                                            1510300045

Dosen Pengampu
PUTRA HALOMOAN HSB, M.H.
NIP.198612232015031004


HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANG SIDIMPUAN

2017




KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulilah Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan sempurna, yang telah menganugrahi dengan akal pikiran, dan yang telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan  tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul makalah ini adalah “Kodifikasi Hukum dan Unifikasi Hukum”. Makalah ini kami tulis sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah pengantar Ilmu hukum.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Rasul yang terakhir yang telah membawa umat islam dari alam jahiliyah menuju alam ilmiah yang penuh barakah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dalam segi isi maupun penyusunannya. Untuk itu kami sangat mengharap kritik dan saranya untuk kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.


DAFTAR ISI
                                                                                                                         Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................       i
DAFTAR ISI......................................................................................................       ii
BAB  I  PENDAHULUAN ..............................................................................       1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................       2
A.    Pengertian Kodifikasi dan Bentuk Hukum ...................................       2
B.     Perkembangan Kodifikasi Hukum di Indonesia ...........................       2
C.     Unifikasi Hukum............................................................................       2
BAB III PENUTUP ..........................................................................................       11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................       12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-undang dalam materi yang sama. Tujuannya adalah agar didapat suatu kesatuan hukum dan kepastian hukum. Yang dianggap sebagai suatu kodifikasi nasional yang pertama adalah Code Civil Perancis atau Code Civil Napoleon yang dibuat pada awal abad XVIII setelah berakhirnya Revolusi Perancis.
          Sebelum adanya kodifikasi tersebut, di Perancis tidak ada kesatuan hukum dan kepastian hukum karena dipergunakannya hukum adat dan berlaku untuk wilayahnya masing-masing, sehingga dalam penyelesaian masalah akan berbeda-beda pula keputusan akhirnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian kodifikasi dan unifikasi serta bentuk  hukum
2.      Menjelaskan Perkembangan  Kodifikasi Hukum
3.      Menjelaskan tujuan kodifikasi hukum

C.    Tujuan Penulisan
         Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa/i umumnya mampu memahami tentang kodifikasi hukum dan juga unifikasinya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kodifikasi Hukum dan Bentuk Hukum
Hukum menurut bentuknya, Hukum dapat dibedakan antara:
1.      Hukum Tertulis (Statute Law or Writen Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-perundangan.
2.      Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law or Unwritten Law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun, berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundang (disebut juga hukum kebiasaan).
Hukum yang dikodifikasikan ialah Hukum Tertulis, Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara lengkap dan sistematis. Adapun  tujuan daripada kodifikasi hukum adalah agar didapat sesuatu rechtseenheid (kesatuan hukum), penyederhanaan hukum dan sesuatu techts-zakerheid (kepastian hukum).[1]
Kodifikasi hukum tersebut harus meliputi tiga unsur, yaitu:[2]
1. Kodifikasi tersebut meliputi jenis-jenis hukum tertentu;
2. Kodifikasi tersebut memiliki sistematika;
3. Kodifikasi tersebut mengatur bidang hukum tertentu
            Kodifikasi hukum ialah suatu langkah pengkitaban hukum atau penulisan hukum ke dalam suatu kitab undang-undang (codex=kitab undang-undang) yang dilakukan secara resmioleh pemerintah.[3]
Kodifikasi nasional yang pertama adalah Code Civil Perancis atau Code Napoleon; dinamakan Code Napoleon dikarenakan Napoleonlah yang memerintahkan dan mengundangkan undang-undang perancis sebagai Undang-undang Nasional permulaan abad XVIII setelah berakhirnya revolusi politik dan sosial di perancis.
Sebelum adanya undang-undang Nasional tersebut di perancis tidak ada kesatuan hukum dan kepastian hukum karena di negara perancis yang  dipergunakan hukum kebiasaan (adat) dan berlaku untuk daerah masing-masing. Tiap-tiap daerah berbeda pula hukum adat sehingga penyelesaian perkara dan putusan pengadilan akan berbeda dan berlainan pula.
Hal-hal yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dan kesatuan hukum adalah  para ahli/penyaji ilmu hukum yang berbeda-beda. Sehingga hal inilah juga menjadi pendorong adanya kodifikasi hukum.
B.       Perkembangan  Kodifikasi Hukum di Indonesia

Sekarang kembali kepada masalah kodifikasi. Bagaimana perkembangan kodifikasi di perancis tersebut?
Dengan adanya code civil atau code napoleon timbullah anggapan bahwa:[4]
1.      Seluruh permasalahan hukum sudah tertampung dalam suatu undang-undang, undang–undang nasional.
2.      Di luar undang-undang tidak ada hukum. Hukum sudah lengkap dan serta tidak mempunyai kekurangan.
3.      Hakim hanya melaksanakan undang-undang yang berlaku di seluruh Negara.
Anggapan tersebut merupakan aliran yang dinamakan aliran legisme/wettelijk positivisme atau positivisme perundangan-undangan dengan pedoman : diluar undang-undang tidak ada hukum.
Pendukung dari pada aliran legismeini adalah ahli fikir Montesquieu dan J.J.Rousseau. Montesquieu dengan trias politiknya memusatkan pemerintahan dalam tiga kekuasaan, yaitu: Kekuasaan membuat Undang-undang (Legilatif), kekuasaan melaksanakan Undang-undang (Eksekutif), dan kekuasaan mengadili pelanggar Undang-undang (Yudikatif).
Dengan sistem sparation of power tersebut, Montesquieu berpendapat bahwa di luar undang-undang tidak ada hukum, Undang-undang yang dibuat oleh DPR dilaksanakan oleh Raja dan Hakim mengadili perkara pelanggaran undang-undang.kekuasaan yang membuat, melaksanakan, mengadili harus dipisahkan, karena apabila tidak dipisahkan akan terjadi kekuasaan Absolut, kekuasaan di tangan di satu tangan akan timbul  kesewenang-wenangan dan lenyaplah kemerdekaan warga negara tersebut.
Dengan tidak adanya hukum yang diluar undang-undang satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang dan hakim merupakan mulut dari undang-undang yang dalam bahasa perancis disebut Les juges de la nation ne sont que la bouche que prononce les paroles de la loi.
Ajaran Montesquieu dan J.J.Rousseau tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap ketatanrgaraan dan konstitusi negara-negara lain. Banyak negara mengambil ajaran tersebut secara penuh atau sebagian meskipun ada yang menolak. Kemudian negara yang benar-benar mengikuti jejak Montesquieu dan J.J.Rousseau sepenuhnya adalah Amerika Serikat.
Kemudian salah satu negara yang mempergunakan code civil adalah Negeri Belanda. Pada saat itu Belanda dijajah oleh perancis ( 18811-1812). Meskipun perancis sudah meninggalkan belanda pada tahun 1812 belanda masih tetap memberlakukan Code Civil sampai negara itu mempunyai undang-undang sendiri yang berupa Burger lijk Wetboek (B.W) pada tahun 1835. B.W ini adalah kitab undang-undang hukum perdata belanda yang bersifat Nasional yang sebenarnya merupakan Code Napoleon.
Bagaimanakah perkembangan kodifikasi di Indonesia?
B.W. negara elanda tersebut dibawa ke Indonesia yang pada waktu itu dinamakan Hindia belanda sebagai jajahan Belanda dengan Stbl No.223/1847 tanggal 30 april 1947, B.W.tersebut dipublikasikan sebagai B.W. Hindia Belanda. Dan dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Mei 1948 bagi penduduk hindia belanda golongan eropa. Kemudian secara berturut-turut diperluas berlakunya B.W. tersebut ialah pada tahun 1917 dinyataka berlaku bagi penduduk golongan timur asing keturunan Cina, pada tahun  1938 penduduk asli hindia belanda golongan bumi putra dapat menundukkan diri pada B.W. Hindia Belanda tersebut.
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian yang berlaku mulai saat itu adalah Undang-undang Dasar 1945 dan tidak ada undang-undang lainnya, sehingga menyebabkan kekosongan hukum.
Selama masa kekosongan hukum diadakanlah hukum peralihan yang berwujud Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi :
“Segala badan kenegaraan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru”.
Peraturan peralihan tersebut merupakan hukum transisi dari hukum Belanda yang akan tetap berlaku sampai ada penggantinya. Satu persatu hukum Belanda tersebut akan digantikan selama mengisi kemerdekaan. Sampai sekarang yang sudah ada penggantinya antara lain adalah :[5]
1.        Undang-undang Pokok Agrarian ( UU No.5/1960)
2.        Undang-undang Merek (UU No.21/1967) diganti dengan UU No.19/1992
3.        Undang-undang Perkoperasian (UU No.12/1967) diganti dengan UU No.25/1992 Dan sebagainya.
Beberapa hukum yang telah di kodifikasikan di Indonesia, misalnya:[6]
1.        Hukum Pidana yang telah di kodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
2.        Hukum Perdata yang telah di kodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer),
3.        Hukum Dagang yang telah di kodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KHUD),
4.        Hukum Acara Pidana yang telah di kodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP).
Kemudian bagaimana perkembangan kodifikasi di Eropa Barat?
Kodifikasi hukum pertama di Eropa Barat adalah negara Perancis. Sebelumnya negara Perancis memberlakukan unifikasi hukum yang dibuat oleh Napoleon Bonaparte yang intinya adalah hukum Germania disamping hukum Romawi. Code Civil yang disusun oleh Perancis, baru selesai tahun 1804 dan mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1804. Sejak tahun 1811-1838, Code Civil Perancis ini diberlakukan juga di negara Belanda, karena waktu itu negara Belanda berada dalam jajahan Perancis. Ketika Belanda lepas dari jajahan Perancis barulah Code Civil ditiru oleh pemerintah Belanda dalam pembuatan hukum perdata (BW). Code de Commerce Perancis pun dijadikan Kitab Hukum Dagang di Belanda dengan asas konkordansi. 
Di Negara Eropa Barat tersebutlah tercipatanya KUUH Perdata, KUUH Dagang, dan KUUH Pidana sebagai Undang-undang.
Pendukung pandangan tersebut antara lain :
1.      Dr. Frederich dari Jerman yang mengatakan bahwa KUUH Jerman sudah sempurna, sehingga dapat memecahkan masalah hukum yang ada.
2.      Dr. Van Swinderen dari Belanda yang mengatakan bahwa Undang-Undang Nasional Belanda sudah mencakup segala sesuatu tentang hukum dan isinya cukup jelas.
Adapun tujuan dilakukan dilakukannya kodifikasi suatu hukum oleh pemerintah, yaitu:[7]
a.       Untuk menjamin kepastian hukum dimana hukum tersebut sungguh-sungguh telah tertulis di dalam suatu kitab ungang-undang.
b.      Untuk memudahkan masyarakat untuk mempelajarinya dan memilikinya atau memperolehnya
c.       Sedapat mungkin mengurangi / mencegah :
1.      Kesimpangsiuran pengertian terhadap hukum yang bersangkutan,
2.      Mencegah beragai kemungkinan penyelewengan dalam pelaksanaannya,
3.      Keadaan yang berlarut-larut dari masyarakat yang buta hukum, mengingat dengan telah dikodifikasikannya suatu hukum, maka masyarakat menjadi mudah untuk mencari dan memperoleh serta mempelajarinya.

C.    Unifikasi Hukum
Di Indonesia secara historis unifikasi hukum sendiri sebenarnya baru seumur jagung, hanya saja perkembangan terkini lebih mengarah pada unifikasi sejalan dengan terbentuknya negara. Sementara pluralisme hukum sudah ada jauh sebelum terbentuknya negara, sehingga ketika datang budaya unifikasi, pluralisme hukum terancam keberadaanya. Keberadaan hukum-hukum lain yang sudah lama berada di Indonesia seperti hukum Islam dan hukum-hukum adat masyarakat Indonesia yang berbeda-bedapun terancam juga.
Unifikasi Hukum merupakan keseragaman (kesatuan, kesamaan) hukum bagi seluruh warga indonesia.[8] Di indonesia unifikasi sudah terwujud dalam bidang-bidang hukum publik (seperti:hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pajak, hukum acara pidana). Sedangkan dalam hukum privat masih pluralistik, kecuali dalam bidang-bidang hukum tertentu seperti: UU.No. 5/1960 tentang UUP, UU No 1/1974 tentang perkawinan, UU No.4/1996 tentang hak tanggungan, UU No.42/1999 tentang jaminan fidusia, UU No.16/2001.tentang yayasan dan lain-lain.
Unifikasi Hukum ialah suatu langkah penyeragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk dierlakukan agi seluruh bangsa di suatu wilayah negara tertentu sebagai hukum nasional di negara tersebut.[9]
Dari pengertian tersebut, maka unifikasi hukum dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai hukum menjadi satu kesatuan hukum secara sistematis yang berlaku bagi seluruh warga Negara di suatu Negara.
Beberapa hukum yang telah di unifikasikan di indonesia misalnya sebagai berikut.
1.      Undang–undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria.
2.      Undang–undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
3.      Berbagai Undang–undang lainnya, seperti Undang-undang Anti korupsi, Undang–undang antisubversi, Undang–undang Narkotika, dan sebagainya, yang mana kesemua Undang–undang ini berlaku tanpa terkecuali agi seluruh bangsa dan di seluruh wilayah indonesia.
Tujuan dilakukan unifikasi suatu hukum pada dasarnya ialah sebagai berikut.
a.         Untuk menjamin kepastian hukum, dalam arti kepastian berlakunya suatu hukum bagi seluruh masyarakat di negara yang bersangkutan, mengingat hukum itu telah diseragamkan berlakunya bagi semua orang di negara tersebut, tanpa adanya pembedaan menurut suku, golongan, agama, atau berbagai faktor lainnya,
b.    Untuk lebih memudahkan masyarakat dalam mngetahui dan menaatinya.
c.    Sependapat mungkin mencegah hal-hal dibawah ini.
1.        Kesimpangsiuran pengetahuan dan pengertian masyarakat tentang hukum yang berlaku bagi diri tiap-tiap warga untuk ditaatinya.
2.        Mencegah berbagai kemungkinan penyelewengan hukum, baik yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang umumnya beralasan pada kesalahpahaman tentang hukum yang berlaku, mengingat memang begitu banyaknya hukum yang berbeda-beda cara pengaturannyabila hukum itu belum di unifikasikan.
3.        Keadaan berlarut-larut dari tidak mengertinya atau belum mengertinya banyak warga masyarakat mengenai hukum mana yang berlaku bagi dirinya, bila seandainya hukum itu belum diunifikasikan.

Di dalam penggabungan antara kodifikasi dan unifikasi hukum akan terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut.
Kemungkinan I
Hukum itu telah dikodifikasikan dan telah pula diunifikasikan , misalnya:
1.      Hukum Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
2.      Hukum Dagang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KHUD),
3.      Hukum Acara Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP).
Kemungkinan II
Hukum itu telah dikodifikasikan tetapi belum pula diunifikasikan.
Contoh :
Hukum Perdata yang telah di kodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), tetapi masih tetap membeda-bedakan berlakunya bagi warga-warga masyarakat menurut golongannya. Akibatnya,isi pengaturannya bersifat pluralistis.
Kemungkinan III
            Hukum itu telah diunifikasikan, tetapi belum dikodifikasikan.
            Contoh:
1.      Undang–undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria
2.      Undang–undang antisubversi
3.      Undang-undang Anti korupsi dan sebagainya.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
             Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-undang dalam materi yang sama. Ditinjau dari segi bentuknya, kodifikasi hukum dapat dibedakan atas :
a.         Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.
b.        Hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan.
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh:
·         Kepastian hukum
·         Penyerdehanaan hukum
·         Kesatuan hukum
            Kemudian Unifikasi Hukum ialah suatu langkah penyeragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di suatu wilayah negara tertentu sebagai hukum nasional di negara tersebut.
Sebagai seorang mahasiswa/i yang mengerti dan sadar akan hukum, sudah seharusnya kita bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat luas (Agen Of Change) dalam menjalankan dan melaksanakan hukum sesuai dengan kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang ada sehingga masyarakat luas akan sadar dan menjalankan hukum itu sendiri. Bukan malah menjadi yang pertama dalam melanggar hukum karena kita paham dan mengerti hukum
                 Walaupun begitu kita sebagai warga negara turut adil dalam melaksanakan atau menjalankan peraturan, baik peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis agar tercipta suasana yang teratur dan aman.
B.       Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kami mengimplementasikan tulisan ini. kami juga butuh kritik dan saran agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing yang telah memberi tugas ,untuk kebaikan penulis sendiri, kelompok ,maupun untuk pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Halim, Ridwan, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, Bogor :Ghalia Indonesia.
Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2006.
Sudarsono, Kansil, Dalam Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Rineka Cipta,2004..
Syahrani, Riduan, Memahami Ilmu Hukum, Bandung:PT.Alumni, 2009.


[1] R. Soeroso , Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm.77
[2] Kansil Sudarsono, Dalam Pengantar Ilmu Hukum, ( Bandung: Rineka Cipta,2004), hlm. 174.
[3] Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2005), hlm.64
[4] R. Soeroso , Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm.77
[5] R. Soeroso , Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm.77
[6] Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2005), hlm.64
[7] Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2005), hlm.65.
[8] Riduan Syahrani, Memahami Ilmu Hukum, (Bandung:PT.Alumni, 2009), hlm.273.
[9] Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2005), hlm.65