Makalah tentang Al-Khawarij dan Perkembangan Tasyri'



AL-KHAWARIJ DAN PERKEMBANGAN TASYRI’


A.    Pedahuluan
Pada dasarnya perpecahan yang terjadi dalam agama Islam ini sudah lama terjadi hal ini kita gambarkan dengan jelas dimulai pada masa peristiwa khawarij. Insya Allah pada makalah yang sederhana ini kami mencoba mengupas. Latar belakang munculnya khawarij. Dan bagaimana paham yang ada dalam golongan ini, dan bagaimana tanggapan pada ulama terhaap golongan ini semoga bermanfaat bagi saudara-saudara yang sempat membaca makalah sederhana ini semoga kita bisa mengambil hikmah dari setiap ungkapan isi makalah ini. Amin.

B.     Pembahasan
Asal usul munculnya golongan khawarij
Khawarij adalah golongan yang keluar dari kelompok pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib, Khawarij adalah plural/jama’ Kharijiy. Berarti mereka yang keluar mengungsi dan mengasingkan diri kelompok khawarij ini adalah golongan partai yang pertama muncul dalam Islam.[1]
Kelompok ini muncul disebabkan perang antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Mua’wwiyah bi Abu Sofyan. Pemberontakan pertama terjadi di dalam Islam adalah anti Khalifah ke-II yaitu Usman bin Affan yang berkuasa, belum menjadi Khalifah dalam usia lanjut dan bekan adalah manusia yang wara’ atau ta’at dalam beribadah kepada Allah SWT. Yang lebih mementingkan kehidupan Akhirat.



C.    Perpecahan di Kalangan Khawarij dan Pendapat Hukum Dalam Khawarij
Adapun akar mulanya perpecahan dikalangan khawarij adalah ketika mereka mengadakan tukar fikiran dengan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair. Lalu mereka meninggalkan kota Mekkah. Menurut ahli sejarah jumlah kelompok mereka mencapai 20 (dua puluh) golongan namun yang lebih terkenal diantaranya hanya lima besar:
  1. El-Azariqah     : Pengikut Nafi bin el-azraq
  2. El-Asfariah      : Pengikut Zyad el Asfar
  3. El-Ibadniyak    : Pengikut Abdulah bin Ibadh elmurni
  4. El-Baihasyah   : Pengikut Abi Baihas el-Haisham bin Jabir
  5. Al-Najdat        : Pengikut Wajdah bin Athiyah bin Aamer el-Hanifah.[2]
Adapun yang menjadikan berbeda dalam pokok-pokok berikut ini:
  1. Apa harus melakukan “jihad” ataukah menyembunyikan diri dari padanya.
  2. Taqyah/merahasiakan dan menyembunyikan kepercayaan/iman dari khalayak ramai untuk menjaga keamanan diri dari pendirian orang lain atau haruskah di umumkan.
  3. Pembahasan mengenai kampung/tanah air musuh lawan penentang mereka apakah itu termasuk Darul Harb, ataukah Darul Islam apakah boleh hidup dengan lawan dalam satu perkampungan/tempat.
  4. Apakah kufur itu satu jenis belaka ataukah bermacam jenis
  5. Apa status kanak-kanak orang musyirik kedudukan dan harta benda mereka.
  6. Bagaimanakah tingkah laku terhadap mereka itu/musuh lawan penentang baik dalam soal bai’at, kewarisan dan keturunan.
  7. Apakah dibolehkan membunuh lawan itu secara berkhianat atau dengan tipu muslihat.
Aqidah yang dimiliki oleh golongan khawarij atau oleh kebanyakan mereka ialah:
1.      Khalifah atau kepemimpinan Negara tertinggi bukanlah hak orang tertentu. Tetapi harus di adakan pemilihan oleh umum umat Islam. Apabila khalafah menyimpang dari kebenaran, wajiblah dipecat dan dibunuh, khalifah boleh dari golongan lain bahkan lebih baik dari golongan yang lain supaya mudah dipecat.
2.      Mereka berpendapat bahwa mengerjakan shalat, berpuasa, berhaji dan ibadah-ibadah yang lain serta menjauhi segala yang dilarang adalah satu suku dari iman. Orang yang tidak melaksanakan yang demikian itu tidak dinamakan mu’min hanya dinamakan fasik.[3] Yaitu tidak dikatakan mu’min seutuhnya karena melainkan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Adapun sumber rukun yang diambil oleh golongan Khawarij adalah al-Qur’an Karim, al-Hadits. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an mereka hanya menyimpulkan dari makna zhohir ayat itu dan hadits tidak mereka terima dan mengakuinya kecuali hadits yang dikeluarkan oleh golongan mereka sendiri.

D.    Khawarij dan Perkembangan Tasyri’
Seperti yang diungkapkan tadi bahwa al-Khawarij menapsirkan makna ayat secara zahirnya saja. Berikut ini diantara contoh-contoh penafsiran mereka.
1.      Ayat yang melegitimasi dalam memvonis kafir terhadap setiap pelaku dosa besar. (Ali Imran ayat 97).
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Artinya:  Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

2.      Suroh al-Maidah ayat 44
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

3.      Firman Allah SWT dalam surat al-taqhabun ayat :


Artinya; Dialah Allah yang menciptakan kamu, maka diantara kamu ada yang kafir dan diantara kamu ada yang beriman dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat diatas menurut mereka tidak ada kategori fasiq terbagi kepada dua bagian yaitu: Mukmin dan kafir.
  Perkembangan pemikiran sekte al-Khawarij berikutnya adalah masalah kedaulatan Tuhan, artinya kewenangan bersumber dari Tuhan. Dengan kata lain otoritas yang berbeda ditangan manusia itu ada prinsipnya melaksanakan otoritas Tuhan, terutama dalam hal mempertahankan eksistensi syari’at. Pelembagaan itu pada hakikatnya merealisasikan keadilan itu berada ditangan kehidupan umat. Untuk menciptakan kelestarian syari’at dan keadilan diperlukan adanya sesuatu kekuatan politik yang dikendalikan oleh seorang penguasa yang mendapat legalitas dari umat. Dokrin al-Khawarij ini pada hakikatnya bermaksud meletakkan otoritas Tuhan di atas semua manusia. Iman adalah pelaksanaan perintah Tuhan, inilah sebabnya mereka berbicara tentang “Al-bai’ah lillah” dalam aspek penafsiran terhadap ayat al-Qur’an al-Khawarij tidak memiliki kedalaman ilmu tentang takwil dan mereka jua tidak mau peduli terhadap apa maksud sebenarnya dari makna ayat-ayat tersebut, mereka juga tidak membebani diri mreka dengan sikap yang serius dan sunguh-sunguh untuk mencari maksud yang menjadi sasaran dari makna ayat al-Qur’an dan begitu juga bagaimana pula rahasia-rahasia yang terdapat dibalik ayat-ayat tersebut, tetapi mereka hanya terhanti dan terbatas kepada tataran lafziah saja. Al-khawarij mempunyai pandangan dangakal pada ayat-ayat al-Qur’an, kadang-kadang ayat yang mereka fahami itu tidak sesuai dengan maksud sebenarnya dari ayat  tersebut, dan juga tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ayat yang mereka jadikan sebagai dalil untuk melegitimasi pendapat mereka, karena mereka hanya sebatas memahami ayat secara zahir.


[1] Fuad Muhammad Fahruddin. Sejarah Perkembangan Dalam Pemikiran Islam, (Jakarta: CV Yasa Guna, 1990), hlm 14
[2] Ibid, hlm. 21
[3] Muhammad Hasbi Assiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Kalam.(Jakarta: PT Karya Umpres, 1992), hlm 184