PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI
UMAIYAH
A. Pendahuluan
Pada masa Bani Umaiyah kemajuan
pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan mentapnya system
pemerintahan Islam sebagai suatu negara. Pemerintah sangat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pendidikan karena banyak
kontak budaya dan Negara – Negara islam yang di taklukkan dan pendidikan islam
disitu sangat di butuhkan.
Pada isi makalah ini akan di jelaskan
Bagaimana pendidikan Islam Pada Masa Bani Umaiyah. Apabila ada kesalahan
penulisan ataupun kekurangan / kesempurnaan
isi makalah ini kami menerima saran ataupun pertanyaan dari peserta diskusi
dalam memperbaiki isi makalah ini.
B. Pusat Pendidikan
Pada
masa Nabi s.a.w. Negara islam meliputi seluruh jazirah Arab. Pendidikan
berpusat di kota Madinah.
Pada
masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Bani Umaiyah Negara islam bertambah luas
dengan pesatnya.
Pada
tahun 17-H = 635 M. Negara islam telah sampai ke Damsyik. Pada tahun 17 H. =
638 M. Negara Islam telah meliputi seluruh Syria (Syam) dan Irak. Pada tahun 21
H. = 675 M. telah sampai ke Samarkand. Ke sebelah barat telah sampai ke mesir
tahun 20 H. = 640 M. kemudian terus meluas ke magrib (Marokko). Pada tahun 93
H. = 711 M. telah sampai ke spanyol.
Perluasan
Negara islam itu bukanlah perluasan dengan meroboh dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur, di ikuti oleh ulama dan guru-guru Agama yang turut
bersama-sama tentara Islam.
Dengan
demikian agama islam tersebar seluruh Negara islam yang luas itu, di peluk oleh
penduduk dengan segala suka hati, bukan dengan paksa atau kekerasan.
Pusat
pendidikan, bukan di Madinah Saja, bahkan telah tersebar pula di kota-kota
besar sebagai berikut :
1.
Di kota Makkah dan Madinah (Hijaz )
2.
Di kota Basrah dan Kufah (Irak)
3.
Di kota Damsyik dan Palestina
(Syam)
4.
Di kota Fistat (Mesir).
Itulah pusat pendidikan islam yang terbesar pada masa
khalifah-khalifah Rasyidin dan Bani Umaiyah.[1]
1)
Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Mekkah, sesudah penduduk
Mekkah takluk, ialah Mu’az bin jabal. Ialah yang mengajarkan Al-Qur’an dan yang
halal dan haram dalam islam.
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan
Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di mesjidil Haram. Ia
mengajar tafsir, fiqhi dan sastera. Abdullah bin Abbaslah pembangun madrasah
Makkah, yang termasyur seluruh Negara islam.
Kemudian di gantikan oleh murid-muridnya,
tabi’in, yaitu :
1.
Mujahid bin jabar
2.
‘Athak bin Abu Rabah
3.
Thawus bin Kaisan.
Mujahid termasyur dalam meriwayatkan tafsir Al-Qur’an dari Ibnu
Abbas. ‘Athak termatsyur dalam ilmu fiqhi terutama dalam manasik haji. Thawus
salah seorang Fukaha dan Mufti. Madrasah Makkah it uterus hidup dan termatsyur.
Ketiga guru tabi’in tersebut itu digantikan oleh Sufyan bin ‘Uyainah, dan
Muslim bin Khalid Az-Zanji. Keduanya adalah guru Imam Syafi’I yang pertama.
Kemudian dalam berumur + 20 tahun ia pergi ke Madinah berguru kepada
Imam Malik.
2) Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih
dalam ilmunya, karena di sanalah tempat khalifah : Abubakar, Umar dan Usman, di
sana banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi s.a.w. ulama yang termasyur di madinah
ialah :
1.
Umar bin khattab
2.
Ali bin Abu Talib
3.
Zait bin Sabit
4.
Abdullah bin Umar bin Khattab.
Yang melulu bekerja menjadi guru dan mengajarkan agama islam ialah
Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah ahli qiraat dan
ahli fiqhi, terutama dalam faraid.
Abdullah bin Umar adalah ahli hadis. Ia mengumpulkan hadis-hadis
serta menuliskannya, kemudian meriwayatkan hadis-hadis itu kepada
murid-muridnya. Ia tidak mau berfatwa menurut pendapatnya hanya melulu sebagai
termaktub dalam hadis-hadis itu.
3) Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang
termatsyur di Basrah ialah Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa
Al-Asy’ari adalah ahli fiqhi dan ahli hadis, serta ahli Qur’an. Sedangkan Anas
bin Malik lebih termasyur dalam ilmu hadis.
Kemudian masyarakat
Basrah itu melahirkan Al-Hasan Basry dan Ibnu Sirin pada Masa Umaiyah. Al-
Hasan Basri adalah ulama besar, berbudi tinggi, saleh serta fasih lidahnya. Ia
sangat berani mengeluarkan pendapatnya. Ketika ditanyakan kepadanya tentang
Yajid bin Mu’awiyah menjadi khalifah, dengan tegas ia menjawab : “ tidak betul”
. sedangkan Ibnu Sirin dan ulama yang lain tidak berani mengeluarkan
pendapatnya.
Begitu juga ketika
ditanyakan kepadanya tentang fitnah ( peperangan saudara antara golongan
pengikut Ali dan pengikut Mu’awiah ) dengan tegas ia menjawab : Tak usah masuk
kesalah satu golongan itu, walaupun kegolongan Amirul Mukminin sendiri.
Al-Hasan Basry
sebagai ahli fiqhi, juga ahli pidato dan kisah, ahli piker dan ahli tasawuf. Ia
bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar – pelajar, bahkan juga
mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah
Ulama sahabat yang tinggal di kufah ialah Ali bin Abu Talib dan
Abdullah bin Mas’ud. Pekerjaan Ali di Irak ialah soal politik dan urusan peperangan. Sedangkan Ibnu
Mas’ud mengajarkan Al- Qur’an dan ilmu Agama. Ibnu Mas’ud di utus oleh Umar bin
Khattab ke kufah untuk menjadi guru. Ia ahli tafsir dan ahli fiqhi, bahkan ia
meriwayatkan hadis-hadis Nabi s.a.w.
Madrasah Ibnu Mas’ud di kufah melahirkan enam orang ulama besar,
yaitu : ‘Alqamah, Al-Aswad, Masruq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan Amr bin
Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru du
kufah, ukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud, bahkan mereka pergi
kemadinah disana belajar kepada Umar bin Khattab, Ali bin Abu Talib. Abdullah
bin Abbas, Mu’az bin Jabal dan lain-lain. Dengan demikian Kufah menjadi pusat
ilmu-ilmu agama. Akhirnya madrasah Kufah melahirkan Nu’man, Abu Hanifah.
5) Madrasah Damsyik ( Syam )
Setelah Negara Syam (Syria) menjadi sebagian Negara islam dan
penduduknya banyak memeluk agama islam, maka Umar bin Khattab mengirimkan tiga
orang guru agama ke negeri itu, yaitu : Mu’az bin Jabal, ‘Ubadah dan Abud Dardak. Ketiga guru itu mendirikan madrasah
Agama di Syam. Mereka mengerjakan Al-Qur’an dan ilmu agama di negeri Syam pada
tiga tempat, yaitu Abud – Dardak di Damsyik, Mu’az bin Jabal di palestina dan
‘Ubadah di Hims.
Akhirnya madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdullah
Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan imam malik dan Abu Hanifah. Mazhabnya
tersebar di Syam sampai ke magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu
lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat ( Mesir )
Setelah mesir menjadi Negara islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama.
Ulama yang mula-mula mendirikan madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin
Al-‘As, yaitu di Fistat ( mesir lama ). Ia ahli hadis dengan arti kata yang
sebenarnya. Karena ia bukan saja menghapal hadis-hadis yang di dengarnya dari
Nabi s.a.w., melainkan juga di tuliskannya dalam buku catatan, sehingga ia
tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh
sebab itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Kemudian termasyur di madrasah Mesir sesudah shabat, Yazid bin Abu
Habib An- Nuby. Ia yang mula-mula menyiarka ilmu fiqhi dan apa – apa yang halal
dan haram dalam agama islam. Sedang sebelum itu mereka banyak membicarakan
soal-soal fitnah. Selain dari Yazid termasyur pula Abdullah bin Abu Ja’far bin
Rabi’ah.
Kesimpulannya bahwa ulama-ulama sahabat tersebar seluruh kota-kota
di Negara islam yang terus bertambah luas. Mereka itulah pendiri
madrasah-madrasah pada tiap-tiap kota itu. Sedangkan mereka itu mempunyai
keahlian ilmiah yang berbeda-beda dan keperibadian yang berlainan. Yang sangat
termasyur diantara mereka itu ialah :
1.
Abdullah bin Umar di Madinah
2.
Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3.
Abdullah bin Abbas di Mekkah
4.
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash
di Mesir
Inilah empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada murid-muritnya.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak
melihat semua perbuatannya. Setengah sahabat menghapal hadis-hadis yang tidak
di hapal oleh sahabat yang lain.[2]
C.
Tingkat Pelajaran Dan Ilmu - Ilmu Yang Di Ajarkan
Pada masa
khalifah-khalifah Rasyidin dan Umaiyah
sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hamper seperti masa sekarang.
Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca /
menghapal Al- Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat
Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke mesjid. Pelajaran di mesjid itu
terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya
belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam
ilmunya dan masyur ke’aliman da kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid – murid seorang
demi seorang, baik di Kuttab atau di mesjid pada tingkat menengah. Pada tingkat
tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh
pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya
adalah dalam keadaan sederhana, yaitu :
1.
Belajar membaca dan menulis
2.
Membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya
3.
Belajar pokok-pokok agama
islam, seperti cara berwuduk, sembahyang, puasa dan sebagainya.
Pada man asa khalifah Umar bin Khattab
beliau instruksikan kepada penduduk-penduduk kota, supaya diajarkan kepada
anak-anak.
a)
Berenang
b)
Mengendarai kuda
c)
Memanah
d) Membaca dan menghafal syair-syair mudah dan peribahasa.
Dengan demikian mulai masuk
dalam pengajaran rendah gerak badan dan membaca syair-syair mudah, serta
peribahasa. Sedangkan sebelum itu hanya membaca Al-Qur’an saja.
Demikianlah kira-kira
rencana pelajaran kuttab pada masa khalifah Umar sampai akhir masa Umaiyah.
Ilmu-ilmu yang diajarkan
pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari :
a.
Al-Qur’an dan Tafsirnya
b.
Hadis dan mengumpulkannya
c.
Fiqhi ( tasyri’ ).
Ilmu-ilmu duniawiyah dan
filsafat belumlah ada dalam rencana pengajaran pada masa itu. Karena
ulama-ulama masa itu adalah ulama-ulama agama. Pada masa itu kebudayaan Yunani
dan Romawi telah tersebar di Mesir. Syam dan Irak. Tetapi semuanya itu diam,
tak bergerak dan tunduk di bawah kekuasaan pergerakan agama islam yang maha
dahsyat.
Kemudian pada masa akhir
Umaiyah dan permulaan Abbasiyah kebudayaan itu mulai bergerak dan bangun
kembali.
D.
Ulama – ulama ( Ahli
Ilmu-Ilmu Agama Islam )
1)
Ulama – ulama ahli tafsir
Ulama – ulama sahabat ahli tafsir yang
sangat termasyur ialah :
a. Ali bin Abu Talib
b. Abdullah bin Abbas
c. Abdullah bin Mas’ud
d. Ubaiya bin Ka’b
2)
Ulama – ulama hadis
Ulama – ulama sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis – hadis ialah :
a. Abu Hurairah ( 5374 hadis )
b. ‘Aisyah ( 2210 hadis )
c. Abdullah bin Umar (+ 2210 hadis )
d. Abdullah bin Abbas ( + 1500 hadis )
e. Jabir bin Abdullah ( + 1500 hadis )
f. Anas bin Malik ( + 2210 hadis )
3)
Ulama – ulama ahli fiqhi
Ulama – ulama sahabat yang sangat termasyur
dalam fiqhi :
1.
Abu Bakar
2.
Umar bin Khattab
3.
Usman bin ‘Affan
4.
Ali bin Abu Talib
5.
Siti ‘ Aisyah
6.
Zaid bin Tsabit
7.
Ubaiya bin Ka’b
8.
Mu’az bin Jabal
9.
Abdullah bin Mas’ud
10. Abu Musa bin Al-Asy’ari
11. Abdullah bin Abbas[3]
Kemajuan
dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan
mantapnya system pemerintahan Islam sebagai suatu Negara. Dalam Negara itu
perhatian kaum Muslimin diarahkan kepada pembangunan peradaban. Ilmu
pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Hal ini tiada lain adalah karena adanya
hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa-bangsa lain yang
telah di taklukkan. Perhatian terhadap ilmu-ilmu lisaniyah seperti ilmu bahasa,
sastera, nahwu, balaqhan serta ilmu-ilmu agama sudah tumbuh dengan subur dan di
pelihara dengan sungguh-sungguh. Kedudukan ilmu yang berasal dari dalam lebih
tinggi nilainya bagi mereka di bandingkan dengan ilmu-ilmu yang berasal dari
luar islam. Sebab itu, masa Umaiyah ini terkenal dengan fanastisme Arab dan
fanatisme Islam.
Namun
demikian, patut dicatat bahwa fanatisme mereka sebenarnya hanyalah dalam bidang
politik kenegaraan belaka, bukan dalam bidang ilmiyah dan keagamaan. Hanya
kadang-kadang terbawa-bawa dalam bidang ilmu pengetahuan. Adanya kefanatisan
ini dapatlah di katakan bahwa pendidikan pada masa ini belum besar mendapat
pengaruh dari luar, kecuali merupakan proyeksi dari pemikiran pada zaman
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Artinya, pengaruh luar masih sangat terbatas
peranannya.
Konsep
pendidikan islam pada masa ini hanya dapat di lihat pada kata-kata bimbingan,
fatwa dan pengarahan khalifah bagi guru-guru yang mengajar anak-anak mereka
seperti termuat dalam kitab-kitab Sastera, Nahwu, Hadis dan sebagainya.
Adapun
lembaga-lembaga pendidikan pada masa ini diantaranya juga seperti di
Maktab-maktab, mesjid dan Al Kuttab yang tumbuh dengan subur.
Ciri-ciri
pendidikan pada masa Umaiyah diantaranya
adalah :
Ø Pendidikan Arab Islam yang murni
Ø Bertujuan memantapkan dasar-dasar agama
Ø Berpengang kepada ilmu naqliyah dan lisaniyah
Ø Berkomunikasi dengan bahasa tulisan
Ø Keluasan untuk mempelajari bahasa asing
Ø Pendidikan terpusat pada Maktab, Mesjid dan Al Kuttab [4]
E.
Pemikiran Pendidikan Islam Pada Zaman Umaiyah
Zaman Umaiyah, dari segi pemikiran
pendidikan, adalah kelanjutan pemikiran pendidikan pada zaman Rasulullah s.a.w.
dan zaman khulafa al-Rasyidin. Pemikiran pendidikan yang berasal dari luar
sangat terbatas.
Pemikiran – pemikiran pendidikan pada zaman
Umaiyah ini Nampak dalam bentuk nasihat-nasihat khalifah-khalifah kepada
pendidik – pendidik anak – anaknya, yang memenuhi buku-buku sastera, yang
menunjukkan bagaimana teguhnya mereka berpengang pada tradisi Arab dan Islam.
Juga
pemikiran islam pada zaman Umaiyah ini tersebar pada tulisan-tulisan ahli-ahli
nahu, sastera, Hadist, dan tafsir.pada zaman ini ahli-ahli mulai mencatat
ilmu-ilmu bahasa, sastera dan agama untuk menjganya supaya tidak selundupi
fikiran-fikiran lain dan perubahan – perunahan yang merusak, yang
tanda-tandanya sudah banyak pada waktu itu.
Jadi
Al-qur’an dan sunnah adalah kerangkan idiologi yang mengatur pemikiran
pendidikan yang tampak pada nasehat-nasehat khalifah-khalifah kepada
pendidik-pendidiuk anak-anaknya dan pada tulisan-tulisan para penulis tampa
diselundupi oleh pemikiran asing. Walaupun ada perucobaan untuk menterjemahkan
pemikiran ini, yang sebenarnya sudah mulai pada pertengahan zaman ini. Salah
satu nasihat Abd. Malikbin Marwan kepada pendidik anaknya “ Hendaklah pendidik
mendidik akal, hati, dan jasmani kanak – kanak”.[5]
Khalifah-khalifah
daulah Umaiyah itu berjumlah 14 orang jumlahnya. Dan memerintah selama 91 tahun
mulai pada tanggal 41 H – 132 H.[6]
F.
Penutup
Pada
masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Bani Umaiyah Negara islam bertambah luas
dengan pesatnya.
Pada
tahun 17-H = 635 M. Negara islam telah sampai ke Damsyik. Pada tahun 17 H. =
638 M. Negara Islam telah meliputi seluruh Syria (Syam) dan Irak. Pada tahun 21
H. = 675 M. telah sampai ke Samarkand. Ke sebelah barat telah sampai ke mesir
tahun 20 H. = 640 M. kemudian terus meluas ke magrib (Marokko). Pada tahun 93
H. = 711 M. telah sampai ke spanyol.
Bani
Umaiyah dalam memerintah Negara Islam mengalami kemajuan, walaupun masih banyak
lagi hal-hal yang harus di perbaiki dalam menyampaikan pendidikan islam kepada
orang Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Langgulung, Hasan. Asas-asas
Pendidikan Islam, Jakarta: PT. AL HUSNA ZIKRA ,2000.
Rony Dalimunthe, Fakhrur.
Sejarah Pendidikan Islam, Medan: Rimbow, 1986.
Syalabi, A. Sejarah dan
Kebudayaan Islam Jilid II, Jakarta : Pustaka Al- Husna , 1988.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992.
[1] Mahmud Yunus. Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992), hlm. 33.
[2] Ibid., hlm. 34-38.
[3] Ibid., hlm. 39-45.
[4] Fakhrur Rony Dalimunthe.
Sejarah Pendidikan Islam, (Medan: Rimbow, 1986), hlm. 33-36.
[5] Hasan Langgulung. Asas-asas
Pendidikan Islam,( Jakarta: PT. AL HUSNA ZIKRA ,2000), hlm. 135-136.
[6] A. Syalabi. Sejarah dan
Kebudayaan Islam Jilid II, (Jakarta : Pustaka Al- Husna , 1988 ), hlm. 175.