Makalah Tentang PERBEDAAN PENDAPAT EMPAT MAZHAB MASALAH DO’A QUNUT DALAM SOLAT SUBUH



PERBEDAAN PENDAPAT EMPAT MAZHAB MASALAH
 DO’A QUNUT DALAM SOLAT SUBUH

 
A.    Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa masalah qunut dalam shalat adalah salah satu contoh pertentangan setelah Rasullulah saw. meninggal, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa qunut itu bid’ah dan melarang kita melakukannya, dan sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa qunut itu sunnah dan menganjurkan kita untuk melakukannya.Perlu diketahui bahwa polemik itu bukan muncul berasal dari kalangan NU dan Muhammadiyah, atau yang lainnya, melainkan lahir dari para fuqaha dan para muhaditsin di masa lalu. Ribuan tahun sebelum ormas-ormas Islam berdiri, para ulama sudah berbeda pendapat, yang berangkat dari sekian banyaknya dalil dan metode istinbath yang ilmiah. Seandainya dalil tentang qunut hanya satu saja dan isinya hanya mengacu pada satu kesimpulan, tentunya para ulama tidak akan berbeda pendapat.
Ketika para ulama berbeda pendapat dalam mengambil konklusinya, tentu merupakan hal yang sangat manusiawi. Apalagi jika mengingat masalah ini hanya termasuk dalam masalah furi’iyah saja dan hukumnya tidak pernah wajib. Maka sebaiknya jangan sampai perbedaan pendapat ini merusak amal-amal baik kita yang lain lantaran kita mencaci maki saudara kita, atau melontarkan ucapan-ucapan yang justru merusak pahala yang kita miliki sebelumnya.
Dari kenyataan itulah perlu kiranya kami untuk mengangkat masalah qunut dalam shalat sebagai bahan kajian makalah kami, sehingga dengan pembahasan makalah Qunut dalam Shalat ini dikemudian hari dapat memberikan suatu kebaikan bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut dengan bijaksana, sehingga kita masih dalam ikatan ukhuwah islamiyah.

B.       Pengertian Qunut
Menurut bahasa, qunut berarti qiyam yang berasal dari kata qama-yaqumu-qauman dan qamatan yang artinya berdiri, bangkit, tegak, berada ditengah-tengah, lurus, bangun, mengerjakan, menunaikan dan melakukan selain itu diartikan juga dengan makna doa, berdiri dalam sembahyang, berdiam diri dalam sembahyang. Doa qunut ialah doa yang dibaca waktu berdiri dalam sembahyang
Sedangkan menurut Syara’, adalah do’a tertentu yang dibaca dalam shalat dan masih dalam keadaan berdiri.
Menurut Drs. M. Suparta (1996:189), asal makna qunut adalah “diam, berdoa”. Yang dimaksud qunut dalam bahasa fikih ialah doa yang diucapkan pada raka’at kedua dalam shalat subuh atau pada shalat witir sejak malam enam belas Ramadhan sampai akhir.[1]
Abul A’la Maududi (1998), mengungkapkan qunut adalah menegaskan kerendahan, sikap tunduk dan mengabdi kepada Allah SWT. Drs. Fatchurrahman (1982:56), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan qunut ialah permohonan kepada Allah agar di jauhkan dari malapetaka atau dikaruniai kebajikan-kebajikan yang diucapkan sesudah rukuk dari suatu shalat.  Menurut KH. Drs. Muchtar Adam (2006: 3), qunut artinya menghambakan diri dengan menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Menurut Imam Al-Hafid Zaenuddin Al-Iraqie sebagaimana yang telah dinadhamkan/ dipuisikannya, yang mempunyai arti: “Lafadz Qunut, hitunglah maknanya, kamu akan menemukan, Leih bari sepuluh makna yang diakui; Do’a, Khusuk, Ibadah dan Ta’at, Pengakuan ibadah dan pelaksanaannya, Diam, Shalat, melaksanakan shalat dan lama shalat, begitu juga langgeng Ta’at yang menguntungkan yang diraihnya.” [2]
Menurut pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa qunut menurut etimologi adalah qiyam yang berasal dari kata qama-yaqumu-qauman dan qamatan yang berarti berdiri, tegak, lurus, bangun, mengerjakan atau menunaikan.
Sedangkan qunut dari segi istilah sangatlah beragam. Tapi setidaknya kita bisa menarik kesimpulan dari keberagaman pendapat tersebut yaitu qunut adalah berdiri dalam shalat untuk berdo’a dengan ikhlas, penuh ketaatan dan kepatuhan seraya menghambakan diri kepada Allah SWT.[3]
C.      Pendapat Para Ulama Tentang Qunut dalam Shalat
1.      Imam Hanafiyah
Beliau mengatakan bahwa qunut itu disunnahkan pada shalat witir yang dilakukan sebelum rukuk. Sedangkan pada shalat shubuh, beliau tidak menganggapnya sebagai sunnah, alasannya ialah hadis dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan: “Rasulullah pernah berqunut pada salat subuh selama satu bulan, kemudian ditinggalkannya” (HR. Ahmad bin Hambal).
Bila seorang makmum shalat shubuh di belakang Imam yang melakukan qunut, hendaknya dia diam saja dan tidak mengikuti atau mengamini Imam. Namun Abu Yusuf, salah seorang tokoh dari Madzhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa bila Imamnya melakukan qunut, maka makmumnya harus mengikutinya, karena imam itu harus diikuti.[4]
Menurut Abi Hanifah, hukum membaca qunut dalam shalat witir adalah wajib, adapun keterangan bahwa Nabi Saw, membaca qunut dalam shalat shubuh selama sebulan, menurut mazhab Hanafi, sudah di mansukh atau dihapus berdasarkan ijma (kesepakatan para ulama).  Menurut mazhab ini doa qunut dapat dibaca dengan bersuara (jahr) dan bisa juga dibaca tanpa bersuara (sirr). Namun yang paling baik adalah Imam membacanya dengan suara yang tidak keras dan tidak pula terlalu lembut, dan makmum mengikutinya.
Jika seseorang lupa membaca qunut dalam shalat witir, lalu rukuk, dan baru ingat sesudah mengangkat kepala dari rukuk, maka ia tidak perlu mengulangnya. Ketika itu, kewajiban membaca qunut menjadi gugur, dan demikian pula jika baru ingat ketika rukuk. Jika dia tetap berqunut dalam setelah rukuk tetapi tidak mengulang rukuknya, maka shalatnya tidak batal karena rukuknya sudah sempurna.
Dapat disimpulkan bahwa menurut mazhab ini, membaca qunut hanya boleh dilakukan dalam shalat witir, dan qunut tidak boleh dibaca dalam shalat-shalat lain, kecuali qunut nazilah yang boleh dibaca dalam shalat fardu.
2.      Imam Maliki
Dikalangan pengikut mazhab Imam Maliki, qunut hanya dibaca pada shalat shubuh dengan bacaan tak bersuara (sirr). Menurut mazhab ini, tidak qunut dalam shalat witir, atau solat lainnya. Sementara itu, qunut pada shalat-shalat lain dimakruhkan.
Membaca qunut sebelum rukuk lebih utama, tetapi boleh juga membacanya sesudah rukuk. Adapun doa qunut yang dipilih ialah Allahumma inna nasta’inuka… (dan seterusnya), seperti yang dipilih dalam mazhab Hanafi.
Menurut mazhab Imam Malik qunut dapat dikerjakan dalam shalat munfarid atau berjama’ah tetapi dengan bacaan sirr. Boleh mengangkat tangan ketika membaca qunut dan boleh juga tidak mengangkat tangan.
3.      Imam Syafi’i
Imam Syafi’i mengatakan bahwa qunut disunnahkan pada shalat shubuh dan dilakukan sesudah rukuk pada raka’at kedua. Bukan pada solat witir atau solat yang lainnya, Adapun alasannya ialah hadis dari Anas bin Malik yang menyatakan: Rasulullah SAW. Senantiasa membaca qunut dalam solat subuh hingga beliau wafat.”(HR.Ahmad bin Hambal, Abdul Rozak, ad-Darukutni dan Idhaq bin rahawaih)
Imam hendaknya berqunut dengan lafadz jama’ dan menjaharkan (mengeraskan) suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafadz (waqini syarra maa qadhaita). Setelah itu dibaca sirr (tidak dikeraskan) mulai lafadz (fa innaka taqdhi…) dengan alasan bahwa lafadz itu bukan doa tapi pujian (tsana’). Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan untuk mengusap wajah.6 Menurut beberapa hadits, disunnahkan pula membaca shalat kepada Rasul Saw. dan keluarganya pada akhir doa qunut.
Imam Al-Nawawi dalam kitabnya, Al-Adzkar, menjelaskan mengapa imam harus menggunakan lafadz jama’ dalam qunutnya, yaitu karena Nabi Saw. memakruhkan imam yang berdoa khusus untuk dirinya sendiri.
Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya: “Seseorang tidak boleh mengimami suatu kaum lalu ia berdoa lhusus untuk dirinya sendiri, tanpa mendoakan orang lain. Jika dia melakukan hal itu, maka ia telah mengkhianati mereka” (HR. Al-Tirmidzi dan menilainya hadits hasan).
Menurut mazhab Syafi’i, jika doa qunut ditinggalkan, shalat tidak batal, tetapi harus sujud sahwi, jika seseorang meninggalkan qunut dengan disengaja dan tidak sujud sahwi karena ingin meringkas shalatnya, maka dia dinilai telah lalai dan telah meninggalkan sunnah yang dituntut untuk diamalkan.
4.      Imam Ahmad bin Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa qunut itu merupakan amaliyah sunnah yang dikerjakan pada shalat witir yaitu dikerjakan setelah rukuk. Sedangkan qunut pada shalat subuh tidak dianggap sunnah. alasannya ialah hadis dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan: Rasulullah pernah berkunut pada salat subuh selama satu bulan, kemudian ditinggalkannya”(HR. Ahmad bin Hambal)
Dalil yang menunjukkan shalat syaf’ dan witir ialah firman Allah SWT. Dalam surah Al-Fajr (89:3).
Æìøÿ¤±9$#ur ̍ø?uqø9$#ur ÇÌÈ   
Artinya : Dan yang genap dan yang ganjil,

Syaf (yang genap) juga berarti syafaat, yaitu menggenapkan kekurangan umat Muhammad melalui syafa’at dari Rasul Saw., karena beliaulah yang berhak memberikan syafaat di akhirat nanti.
Menurut mazhab ini orang yang berqunut disunnahkan menangis ketika berdoa karena takut kepada Allah dan takut pada azab-Nya. Bahkan, jika tidak bisa menangis, berpura-puralah menangis. Lalu doakan saudara-saudara sesama mukmin dan muslim. Menurut mazhab ini juga, banyak doa yang dapat kita baca dalam qunut yang telah diajarkan oleh para imam Ahlul Bait
Banyak perbedaan pendapat tentang melakukan qunut dalam shalat, dan hal ini pula yang sering menjadi perdebatan diantara para ulama fiqih sejak dulu, namun sebagai agama yang menjunjung tinggi dan menghargai perbedaan, maka sudah seharusnyalah dalam menyikapi hal ini kita dapat menghargai perbedaan itu. Tidak ada yang paling benar dan tidak ada pula yang salah, ini dibuktikan dengan banyaknya hadits yang pro dan kontra tentang qunut dalam shalat.[5]


D.      Hadits-Hadits Tentang Qunut
1.      Hadits yang Mendasari Qunut
Diriwayatkan oleh: Ahmad, Al-Muntaqa 1 : 502
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض. قَالَ: كَانَ الْقُنُوْتُ فىِ الْمَغْرِبِ وَاْلفَجْرِ (رواه البخارى. المنتقى ١- ٣٠٥)             
Artinya: Anas ibn Malik r.a. berkata:Qunut itu, dibaca dalam sembahyang maghrib dan shubuh”
Hadits sahabat Abdullah ibn Abbas r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Al- Baihaqie:

قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله وسلم يُعَلِّمُنَا دُعَاءً نَدْعُوْ بِهِ فىِ الْقُنُوْتِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ. سبل السلام: ١\٣٥٩
Artinya: Sahabat Abdullah ibn Abbas berkata: Rasul Allah saw. Mengajari do’a kepada kita baca dalam qunut shalat fajar.”

Hadits sahabat Anas r.a yang diriwayatkan oleh Imam ibn Khuzaimah:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت إلا إذا دعا لقوم أو دعا على قوم. صحيح مسلم: ٢\٢٧٣- سبل السلام: ١\٣٥٦
Artinya: sesungguhnya Nabi saw. Tidak membaca qunut kecuali apabila medo’akan baik untuk suatu kaum atau memdo’akan celaka bagi suatu kaum.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqthny, Abdur Razaq, Abu Nuaim, Ahmad, Al-Baihaqie, dan Imam Hakim:

أَنَّ النَبِيَّ صَلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوْ عَلَى قَاتِلِى أَصْحَابَهُ بِبِئْرِ مَعُوْنَةَ ثُمَّ تَرَكَ، فَأَمَّا الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. نيل الأوطار: ٢\٣٧٥
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Saw. Membaca qunut selama sebulan dengan mendoakan kehancuran bagi pembunuh sahabatnya di sumur Ma’unah, kemudian beliau meninggalkannya, sedangkan untuk qunut shubuh beliau selalu membacanya sampai meninggal.”

2.      Hadits Penentang Qunut
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبِدِ الله بْنِ عُمَرَ قَالَ: إِنَّ عُمَرَ رض. سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ ص.م. إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فىِ الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ مِنَ اْلفَجْرِ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اْلعَنْ فُلاَناً وَفُلاَناً وَفُلاَناً بَعْدَ مَا يَقُوْلُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّناَ وَلَكَ الْحَمْدُ، فَأَنْزَلَ اللهُ "لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمِر شَيْئٌ أَوْ يُعَذِبَهُمْ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ ظَالِمُوْنَ". (رواه أحمد والبخارى. المنتقى ١ـ٥٠٣)
Artinya : Salim ibn ‘Abdullah ibn Umar menerangkan:Bahwasannya Ibn ‘Umar mendengarkan Rasulullah, apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ dalam raka’at yang akhir dari shubuh membacakan Allahummal ’an fulanan wa fulanan wa fulanan. Nabi membaca yang tersebut, sesudah membaca: “Sami’allahuliman hamidah rabbanna wa lakal hamdu”; maka Allahpun menurunkan ayat;” Laisa laka minal amri syai-un au yu’adzdzibahum au yatuuba ‘alaihim fa innahum zhaalimun” (Engkau ya Muhammad, tidak mempunyai urusan apa-apa terhadap mereka. Allah akan mengadzab mereka, ataupun menerima taubat mereka. Mereka sesungguhnya orang-orang yang dzalim)”.

لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمِر شَيْئٌ أَنْ يَتُوْبَ أَوْ يُعَذِبَهُمْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ
Artinya: “Tidak ada campur tanganmu (hai Muhammad) dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau menghukum mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (QS. Ali Imran: 128)

أَنَّ النَّبِيَّ ص.م. قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُكُوْْعِ يَدْعُوْ عَلىَ اَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
Artinya: “Bahwaaanya Nabi Muhammad Saw. Qunut satu bulan mendoakan celaka bagi satu suku orang Arab, kemudian hentikan qunut itu.”(H. Shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

عَنْ أبى مالك الأشجعى قال: قُلْتُ ِلأَبِى : يَااَبَتِ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلِ الله وابى بكر وعمر وعثمان وعلى هَاهُنَا بِالْكُوْفَةِ قَرِيْبًا ِمنْ خَمِسِ سِنِيْنَ. اَكَاُنو يَقنْتُوُنْ؟َ قال اى بني محدث.
   Artinya : Saya berkata kepada ayah saya : ayahku, Tuan bersembahyang dibelakang Rasul Saw., dibelakang Abu Bakar, dibelakang Umar, dibelakang Utsman, dan Ali di Kuffah sini hampir lima tahun; apakah beliau-beliau itu ada yang membca qunut? Menjawab ayahku: ketahuilah anakku bahwa yang demikian itu, muhdas (perbuatan yang diada-adakan)

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmidzi; Al-Muntaqa 1 : 501
     Anas Ibnu Malik r.a menerangkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قال:أَنَّ النَّبِيَّ ص.م. قَنَتَ شَهْرًا ثم تركه
Artinya : “Bahwasannya Nabi SAW pernah berqunut sebulan lamanya sesudah itu, tidak pernah lagi.”

Menurut ulama Halafiah dan Hanabilah, doa qunut dalam shalat subuh itu tidak ada. mereka berdasarkan hadits:

مَا قَنَتَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم فىِ شَيْئٍ مِنْ صَلاَتِهِ
Artinya: “Dari Ibnu Mas’un beliau berkata: tidak pernah qunut Nabi Muhammad Saw. dalam sembahyang apapun.” [6]
Jadi, banyak terdapat dalil yang memperkuat dibolehkan atau melarang qunut dibaca dalam shalat. Ulama dari Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, Hanbaliyah, dan Hanafiyah serta mazhab-mazhab yang lainpun memiliki dasar hadits yang berbeda-beda tentang pelaksanaan qunut dalam shalat.
Hadits yang diriwayatkan Ahmad mendasari bolehnya qunut dalam shalat, begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al- Baihaqie, Imam ibn Khuzaimah dan yang lainnya yang kami uraikan diatas. Namun tidak hanya itu kamipun menguraikan pula hadits-hadits yang menentang qunut dalam shalat sebagai bahan pembanding. Hadits tersebut antara lain dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Ahmad dan At-Turmidzi.
Hadits pertama yang diriwayatkan oleh Ahmad menjelaskan tentang qunut itu dibaca dalam shalat maghrib dan subuh, dan hadits tersebut digunakan dasar pembolehan melakukan qunut dalam shalat. Akan tetapi dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi menerangkan bahwa memang Rasul pernah melakukan qunut selama sebulan, akan tetapi setelah itu tidak pernah lagi.
Kemudian dalam hadits di atas seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqthny, Abdur Razaq, Abu Nuaim, Ahmad, Al-Baihaqie, dan Imam Hakim menerangkan bahwa Nabi membaca qunut selama sebulan dengan mendoakan kehancuran bagi pembunuh sahabatnya di sumur Ma’unah, kemudian beliau meninggalkannya, sedangkan untuk qunut shubuh beliau selalu membacanya sampai meninggal, dari hadits tersebut didapat kesimpulan bahwa Nabi melakukan qunut dalam shalat subuh hingga akhir hayatnya.
Hadits lain yang kami uraikan di atas memberikan keterangan berbeda tentang qunut yakni hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, di dalamanya menerangkan Nabi Muhammad Saw. qunut selama satu bulan untuk mendoakan celaka bagi satu suku orang Arab, kemudian menghentikan qunut itu.
Hadits-hadits yang telah di kemukakan di atas tentunya memiliki pandangan atupun pendapat berbed-beda tentang melakukan qunut dalam shalat, sebagian ulama dari mazhab-mazhab tertentu juga menggunakan hadits-hadits tersebut sebagi penguat pendapatnya.[7]

E.       Tempat dan Lapadz Doa Qunut
1.      Tempat Berqunut dalam Shalat
Tempat atau masa berqunut memiliki perbedaan pendapat, ada yang berpendapat, bahwa qunut itu sebelum rukuk. Ada juga yang berpendapat bahwa qunut itu sesudah rukuk.
Mazhab Malikiyah mengatakan bahwa qunut subuh dikerjakan sebelum ruku',dan menurut Maliki itu lebih afdol, adapun dalilnya ialah hadis riwayat umar bin al-Khattab,Ali bin Abi thalib,Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan Ubay bin Ka’b yang menyatakan: “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca kunut pada solat witir sebelum rukuk.(HR.Abu Daud)  sedangkan Syafi'iyah berpendapat bahwa qunut Subuh dikerjakan setelah i'tidal.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Drs. Fatchurrahman (1982:56) bahwa menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik, qunut dalam shalat subuh dilakukan setelah rukuk pada raka’at kedua secara permanent. Mereka mengemukakan Hadits Anas ketika ia ditanya salah seorang sahabat.
Kata penanya “Apakah Rasulullah Saw, berqunut dalam shalat subuh?” Jawab Anas: “Ya, demikianlah. Beliau berqunut sebentar sesudah rukuk”. (H.R. Lima Ahli Hadits selain At-Turmudzi).
Imam Ahmad ketika ditanya tentang qunut dalam witir, apakah dilakukan sebelum rukuk atau sesudahnya? Serta apakah harus mengangkat tangan ketika berdoa dalam witir? Beliau menjawab: “Qunut dikerjakan setelah rukuk sambil mengangkat kedua tangan dengan mengqiyaskan pada perbuatan Rasulullah ketika beliau qunut pada waktu pagi sebelum matahari terbit.”
Sementara itu menurut KH. Drs. Muchtar Adam (2006: 20-62), qunut sebelum rukuk. Ada dua riwayat mengenai hal ini. Jadi, sesudah menjaga shalat lima waktu, dilakukan shalat wustha dengan melaksanakan qunut subuh, yaitu memperpanjang berdiri di dalam shalat subuh dan berdoa sebelum rukuk dengan mengangkat tangan sambil mengucapkan doa qunut. Pendapat ini diriwayatkan oleh sahabat di antaranya, Abdul bin Abbas, dan haditsnya diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Qunut witir menurut banyak hadits Nabi Saw, ialah sebelum rukuk pada raka’at ketiga, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan beberapa sahabat seperti Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka’ab.[8]
Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum rukuk. Meskipun bila dilakukan sesudahnya tetap di bolehkan.
Fuqaha hadits, seperti Ahmad dan lain-lain membolehkan kedua macam qunut, karena ada sunnah yang sahih mengenai kedua-duanya, walaupun mereka memilih qunut sesudah rukuk, karena lebih banyak dan lebih berpadanan dengan tempat jika ditinjau dari jurusan hikmat.
Menurut pendapat para ulama yang dikemukakan di atas, terdapat perbedaan pendapat tentang dimana qunut itu dilakukan, baik setelah ruku’ ataupun sebelum ruku’.
Ulama mazhab Malikiyah mengatakan bahwa qunut subuh itu dikerjakan sebelum ruku' karena Imam Malik mengatakan bahwa qunut ibadah sunnah pada shalat subuh yang lebih afdhal jika dilakukan sebelum ruku’, namun demikian beliau juga membolehkan qunut sesudah ruku’, sedangkan ulama mazhab Syafi'iyah berpendapat bahwa qunut Subuh dikerjakan setelah i'tidal.
Dalam mengemukakan pendapatnya mereka juga menggunakan hadits-hadits yang mereka anggap menguatkan pendapat mereka. Namun seperti yang telah diuraikan di atas Fuqaha hadits membolehkan kedua cara melakukan qunut dalam shalat baik sebelum ruku’ maupun setelah ruku’
2.      Cara Membaca Qunut
Terdapat perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh ke-4 madzhab tentang cara membaca do’a qunut, diantaranya
a.   Madzhab Malikiyah yang berpendapat bahwa qunut dibaca dengan siir  (pelan), dan boleh sambil mengangkatkan kedua tangan. Adapun dalil yang diambil oleh Madzhab Malikiyah tentang membaca takbir sebelum qunut adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَلَمِى "أَنَّ عَلِيًّا كَبَرَ حِيْنَ قَنَتَ فِى اْلفَجْرِ وَكَبَرَ حِيْنَ رَكَعَ"

Artinya: “Dari Aby Adrirrahman Al-salamy, Bahwasannya Sayyidina Ali membaca Takbir ketika berqunut dalam shalat fajar dan membaca lagi Takbir ketika ruku’.”
Sedangkan dalil qunut dibaca dengan Siir (karena termasuk do’a):
Firman Allah, QS. Al-A’raf : 55
أُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً، إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya: “Berdo’alah (memohonlah) kepada Tuhanmu denagn berendah diri dan suara yang lemah lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas”.

b.   Berbeda dengan Madzhab Hanafiyah yang mengatakan bahwa qunut itu dibaca Siir (pelan) bagi Imam saja, sedangkan bagi Makmum yang Imamnya membaca do’a qunut dalam shalat shubuh, sebaiknya berdiam diri, tidak mengikuti Imam; artinya tidak mengangkat kedua tangan dan tidak mengaminkan bacaan Imam.
c.   Sedangkan menurut Madzhab Syafi’iyah qunut itu dibaca Jahr (keras), dibawah kerasnya membaca Al-Qur’an, ketika menjadi Imam, Makmum mengaminkam bacaan Imam, mengangkat kedua tangan, bagi Imam atau Makmum, tidak mengusap wajah ketika selesai membaca do’a qunut, dan dalam berjamaah, do’a yang dibaca Imam sunnah memakai kalimah yang dijamakkan, contoh: Allahumma Ihdi-ni menjadi Allahumma Ihdi-na, Wa Aafi-ni menjadi Wa Aafi-na, dan seterusnya.

F.       Doa Qunut
Perbedaan-perbedaan dalam qunut tidak hanya pada boleh dan tidak bolehnya qunut dalam shalat, tempat berqunut atau cara membacanya akan tetapi doa yang digunakan dalam qunutpun berbeda-beda, namun sebenarnya qunut tiada ditentukan doanya. Berikut adalah qunut yang biasa digunakan dalam shalat oleh para ulama dan pengikut mazhab tertentu.
Hadits dari Hasan bin ‘Ali menerangkan:

عَلَّمَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُوْلُهُنَّ فِى قُنُوْتِ الْوِتْرِ: اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنْيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَيَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. رواه احمد وابو داود وابن ماجه والترمذى والنسائى

Artinya:Rasulullah Saw. mengerjakan beberapa kalimat yang saya ucapkan pada qunut salat witir: “Allahumahdinii fiiman hadait, dan seterusnya (Ya Allah, berilah petunjuk kepadaku dalam golongan orang-orang yang telah engkau beri petunjuk. Dan berilah kesehatan kepadaku dalam golongan yang Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku dalam golongan orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah bagiku pada apa-apa yang telah Engkau berikan, jagalah diriku dari kejelekan yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan bukan yang ditentukan. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Maha barakah dan Mahatinggi Engkau wahai Tuhan Kami).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Al-turmudzi dan Al-Nasai).

Doa qunut di atas dipilih oleh ulama Syafi’iyah, menurut mereka doa qunut inilah yang diajarkan oleh Nabi Saw., kepada Hasan Ibn Ali ra., juga diajarkan kepada para shabat, sebagaimana hadits Abdullah ibn Abbas dan lainnya, yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqie, yang artinya; “sesungguhnya Nabi Saw., mengajarkan kepada para sahabat doa (qunut) ini, agar mereka berdoa dengannya dalam qunut shalat subuh.”
Doa qunut inilah yang kemnudian dibaca oleh Ubay ibn Ka’ab dalam shalat subuhnya, sebagaimana Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqie, yang artinya; “Sahabat Ali ibn Abi Thalib ra. Berkata : Doa inilah yang digunakan oleh Ubay ibn Ka’ab dalam qunut shalat subuhnya   
Hadist ‘Ali
قَالَ عَلِيٌّ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ فِى آخِرِ وِتْرِهِ: اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ، وَأَعُوْذُ بِمُعَافَتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى َنفْسِكَ. (ح.ر. أبو داو

Artinya: Telah berkata ‘Ali: bahwasannya Rasullulah saw bersabda di akhir witirnya: Allahuma Innii, dan seterusnya. (Ya Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu (supaya terlepas) dari siksaan-Mu, dan aku berlndung dengan keampunan-Mu (supaya terlepas) dari pada siksaan-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu (supaya terlepas) dari pada (apa-apa yang tidak disukai oleh-Mu). Aku tidak akan melengkapi pujian atas-Mu sebagaimana Engkau telah memuji diri-Mu).
Do’a qunut yang lain, berdasarkan hadist Abu Hurairah:

قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى الْعِشَآءَ اِذْ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ َيسْجُدَ: اَللَّهُمَّ نَجِّ اْلوَلِيْدَ بْنِ وَلِيْدِ. اَللَّهُمَّ نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِيْنَ كَسِنِى يُوْسُفَ. (ص.ر. البخارى)
Artinya: telah berkata Abu Hurairah: Nabi saw. Shalat ‘Isya, lantas beliau mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah” kemudian beliau berdoa “ Allahumma najjil, dan seterusnya. (Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid. Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang lemah dari golongan mukminin. Ya Allah, keraskanlah tindasan-Mu atas orang-orang Mudlar. Ya Allah, jadikanlah tindasan-Mu atas mereka itu tahun-tahun (kepayahan), sebagaimana tahun-tahun (kepayahan) Nabi Yusuf.” (HR. Bukhari).
Dari hadits yang kami himpun, terdapat tiga macam doa qunut yang biasa digunakan sejak masa sahabat sampai Ulama mazhab, dan mereka sepakat ketiganya dianggap sebagai qunutu-n Nabi Saw., tapi tidak menutup kemungkinan masih terdapat hadits yang mendasari tentang doa qunut dalam shalat.[9]

G.      Macam-Macam Qunut
Qunut ada tiga macam, yakni qunut nazilah, qunut shalat witir dan qunut subuh. Berikut adalah Macam-macam qunut dan hukumnya :
1.      Qunut Nazilah
Qunut nazilah, yakni doa yang dibacakan setelah ruku’ (I’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Al-Jauhari mengatakan bahwa “nazilah” berarti kesulitan yang dihadapi manusia. Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (musibah) yang menimpa, seperti bencana alam dll. Qunut nazilah ini mencontoh Rasulullah Saw yang memanjatkan doa qunut nazilah selama satu bulan atas musibah terbunuhnya Qurra’ (Para sahabat Nabi Muhammad Saw yang hafal Al-Qur’an) di sumur Ma’unah. Juga diriwayatkan dari Abi Huraira r.a. bahwa “Rasulullah Saw kalau beliau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah rukuk” (H.R Bukhori dan Ahmad).
Dalam riwayat lain dari Ibn ‘Abbas disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membaca qunut selama satu bulan berturut-turut dalam shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh. Beliau mendoakan kabilah Ri’l, Dzakwan dan ‘Ashiyyah. Beliau membacanya setelah membaca sami’allahu liman hamidah (I’tidal) pada rakaat terakhir. Para makmum mengamini doa yang dibacakan beliau
2.      Qunut Witir
Qunut shalat witir, menurut pengikut Imam Abu Hanifa (Hanafiyah) qunut yang dilakukan dirakaat yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’. Menurut Imam Syafi’I (Syafi’iyah) qunut witir dilakukan setelah ruku’ pada separuh bulan Ramadhan. Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.
Menurut Drs. M Suparta (1996: 189), doa qunut pada shalat witir mulai malam enam belas pada bulan Ramadhan sampai akhir. Jumhur ulama sepakat “disunatkan”, kecuali Imam Malik yang mengatakan bahwa riwayat-riwayat yang menerangkan doa qunut pada shalat witir bulan Ramadhan itu tidak sah.
3.      Qunut Subuh
Qunut pada raka’at kedua shalat subuh, menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat subuh hukumnya disunnahkan karena hadits Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau pernah melakukan doa qunut pada shalat Fajar selama sebulan telah dihapus (mansukh) dengan ijma’ sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud “Nabi Saw telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi Saw. meninggalkannya.” (H.R Muslim).
Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah) doa qunut shalat subuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr). Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnnya sunnah Ab’adl (kalau lupa tertinggal disuntkan sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat subuh. Sebab rasul Saw ketika mengangkat kepala dari ruku’ (I’tidal) pada raka’at kedua shalat subuh beliau membaca qunut. Dan demikian itu “Rasul Saw lakukan sampai meninggal dunia (wafat).”(H.R. Ahmad dan Abd Raziq). Sedangkan menurut Imam Ja’far, qunut disunnahkan baik dalam shalat fardu maupun shalat sunnah, yaitu pada setiap raka’at kedua, kecuali dalam shalat witir, yaitu sesudah membaca surah dan sebelum rukuk.
Permasalahan qunut shubuh sejak dulu memang sudah menjadi polemik. Para ulama dari kalangan Madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa qunut pada shalat shubuh tidaklah dianjurkan. Maka janganlah kita heran atau su'udhan apabila kita melihat kelompok tertentu ketika melakukan shalat subuh tidak membaca doa qunut, karena bisa jadi mereka adalah para pengikut Madzhab Hanafi ataupun Madzhab Hanbali. Mereka yang tidak membaca doa qunut pada shalat shubuh bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkannya dari Sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan qunut shubuh kecuali ketika terjadinazilah(bencana). Sedangkan dari kalangan Madzhab Syafi'i dan Maliki berpendapat bahwa qunut shubuh hukumnya adalah sunnah.[10]

H.      Kesimpulan
Qunut adalah berdiri dalam shalat untuk berdo’a dengan ikhlas, penuh ketaatan dan kepatuhan seraya menghambakan diri kepada Allah SWT.
Hukum qunut menurut para ulama adalah sunnah, walaupun dengan beberapa perbedaan pandangan tentang qunut itu sendiri.
Menurut pendapat para ulama yang dikemukakan di atas, terdapat perbedaan pendapat tentang dimana qunut itu dilakukan, baik setelah ruku’ ataupun sebelum ruku’. Qunut dapat dibaca dengan Sirr (pelan), dan dengan suara lantang (jahr). Qunut ada 3 macam, pertama, qunut nazilah, yakni doa yang dibacakan setelah ruku’ (I’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Al-Jauhari mengatakan bahwa “nazilah” berarti kesulitan yang dihadapi manusia. Kedua, qunut witir, yakni yang dilakukan pada separuh bulan ramadhan. Ketiga, qunut subuh, yakni qunut dalam shalat subuh
DAFTAR  PUSTAKA


Nasution Lahmuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999
Hasbi Ash Shiddieqy Teungku Muhammad, Kiliah Ibadah,Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2000
Latif Uwaidhah Ahmad Abdul, Tuntunan Shalat berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, Bogor : Thariqul izzah, 2001
Rusyd Ibnu,Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Bulan Bintag, 1990
wordpress.com%2F2009%2F05%2F28%Do’a qunut dalam shalat subuh%2F&ei, di akses, tanggal- 31-03-2011
Hasbi Ash Shiddieqy Teungku Muhammad, Hukum-hukum Fiqh Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001
 Hasan Ali,Perbandingan Mazhab,Piqh , Jakarta,:pt  Raja Grafindo Persada,200



















DAFTAR ISI


Halaman
Daftar Isi................................................................................................................. .. i

A.    Pendahuluan........................................................................................................ 1
B.     Pengertian Qunut................................................................................................. 2
C.     Pendapat Para Ulama Tentang Qunut dalam Shalat............................................ 3
1.  Imam Abu Hanifah.......................................................................................... 3
2.  Imam Malik...................................................................................................... 3
3.  Imam Syafi’i ...................................................................................................  4
4.  Imam Ahmad bin Hanbal................................................................................ 5
D.    Hadits-Hadits Tentang Qunut............................................................................. 6
1.  Hadits yang Mendasari Qunut......................................................................... 7
2.  Hadits Penentang Qunut ................................................................................  7
E.     Tempat dan Lapadz Doa Qunut.......................................................................... 9
1. Tempat Berqunut dalam Shalat....................................................................... 9
2. Cara Membaca Qunut...................................................................................... 11
F.      Doa Qunut........................................................................................................... 12
G.    Macam-Macam Qunut......................................................................................... 14
H.    Kesimpulan.......................................................................................................... 16
DAFTAR  PUSTAKA




[1] Lahmuddin Nasution, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 77
[2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Kiliah Ibadah,(Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2000).hlm.167.
[3] Ahmad Abdul Latif Uwaidhah, Tuntunan Shalat berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, (Bogor : Thariqul izzah, 2001), hlm. 45
[4] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op, Cit, hlm. 168
[5]  Ibnu Rusyd,Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Bulan Bintag, 1990), hlm.260
[6]wordpress.com%2F2009%2F05%2F28%Do’a qunut dalam shalat subuh%2F&ei, di akses, tanggal- 31-03-2011

[7]  Ibnu Rusyd, Op, Cit,, hlm.263
[8] Ibid, hlm. 264
[9] Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 55-56


[10] Ali Hasan,Perbandingan Mazhab,Piqh (Jakarta,:pt  Raja Grafindo Persada,200)hlm 40-43