PERBEDAAN
PENDAPAT EMPAT MAZHAB MASALAH
DO’A QUNUT DALAM SOLAT SUBUH
A.
Pendahuluan
Sebagaimana kita
ketahui bersama, bahwa masalah qunut dalam shalat adalah salah satu contoh
pertentangan setelah Rasullulah saw. meninggal, dimana sebagian ulama mengatakan
bahwa qunut itu bid’ah dan melarang kita melakukannya, dan sebagian ulama
lainnya mengatakan bahwa qunut itu sunnah dan menganjurkan kita untuk
melakukannya.Perlu diketahui bahwa polemik itu bukan muncul berasal dari
kalangan NU dan Muhammadiyah, atau yang lainnya, melainkan lahir dari para
fuqaha dan para muhaditsin di masa lalu. Ribuan tahun
sebelum ormas-ormas Islam berdiri, para ulama sudah berbeda pendapat, yang
berangkat dari sekian banyaknya dalil dan metode istinbath yang ilmiah.
Seandainya dalil tentang qunut hanya satu saja dan isinya hanya mengacu pada
satu kesimpulan, tentunya para ulama tidak akan berbeda pendapat.
Ketika para ulama berbeda pendapat
dalam mengambil konklusinya, tentu merupakan hal yang sangat manusiawi. Apalagi
jika mengingat masalah ini hanya termasuk dalam masalah furi’iyah saja
dan hukumnya tidak pernah wajib. Maka sebaiknya jangan sampai perbedaan
pendapat ini merusak amal-amal baik kita yang lain lantaran kita mencaci maki
saudara kita, atau melontarkan ucapan-ucapan yang justru merusak pahala yang
kita miliki sebelumnya.
Dari kenyataan
itulah perlu kiranya kami untuk mengangkat masalah qunut dalam shalat sebagai
bahan kajian makalah kami, sehingga dengan pembahasan makalah Qunut dalam
Shalat ini dikemudian hari dapat memberikan suatu kebaikan bahwa yang
terpenting adalah bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut dengan bijaksana,
sehingga kita masih dalam ikatan ukhuwah islamiyah.
B.
Pengertian Qunut
Menurut
bahasa, qunut berarti qiyam yang berasal dari kata qama-yaqumu-qauman
dan qamatan yang artinya berdiri, bangkit, tegak, berada
ditengah-tengah, lurus, bangun, mengerjakan, menunaikan dan melakukan selain itu diartikan juga
dengan makna doa, berdiri dalam sembahyang, berdiam
diri dalam sembahyang. Doa qunut ialah doa yang dibaca waktu berdiri dalam
sembahyang
Sedangkan menurut Syara’, adalah do’a tertentu yang dibaca dalam shalat dan masih dalam keadaan berdiri. Menurut Drs. M. Suparta (1996:189), asal makna qunut adalah “diam, berdoa”. Yang dimaksud qunut dalam bahasa fikih ialah doa yang diucapkan pada raka’at kedua dalam shalat subuh atau pada shalat witir sejak malam enam belas Ramadhan sampai akhir.[1]
Sedangkan menurut Syara’, adalah do’a tertentu yang dibaca dalam shalat dan masih dalam keadaan berdiri. Menurut Drs. M. Suparta (1996:189), asal makna qunut adalah “diam, berdoa”. Yang dimaksud qunut dalam bahasa fikih ialah doa yang diucapkan pada raka’at kedua dalam shalat subuh atau pada shalat witir sejak malam enam belas Ramadhan sampai akhir.[1]
Abul A’la Maududi
(1998), mengungkapkan qunut adalah menegaskan kerendahan, sikap tunduk dan
mengabdi kepada Allah SWT. Drs. Fatchurrahman (1982:56), berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan qunut ialah permohonan kepada Allah agar di jauhkan dari
malapetaka atau dikaruniai kebajikan-kebajikan yang diucapkan sesudah rukuk
dari suatu shalat. Menurut KH. Drs. Muchtar Adam (2006: 3), qunut artinya menghambakan
diri dengan menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Menurut Imam
Al-Hafid Zaenuddin Al-Iraqie sebagaimana yang telah dinadhamkan/ dipuisikannya,
yang mempunyai arti: “Lafadz Qunut, hitunglah maknanya, kamu akan menemukan,
Leih bari sepuluh makna yang diakui; Do’a, Khusuk, Ibadah dan Ta’at,
Pengakuan ibadah dan pelaksanaannya, Diam, Shalat, melaksanakan
shalat dan lama shalat, begitu juga langgeng Ta’at yang menguntungkan yang
diraihnya.” [2]
Menurut pendapat-pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa qunut menurut etimologi adalah qiyam yang
berasal dari kata qama-yaqumu-qauman dan qamatan
yang berarti berdiri, tegak, lurus, bangun, mengerjakan atau menunaikan.
Sedangkan qunut dari segi istilah
sangatlah beragam. Tapi setidaknya kita bisa menarik kesimpulan dari
keberagaman pendapat tersebut yaitu qunut adalah berdiri dalam shalat untuk
berdo’a dengan ikhlas, penuh ketaatan dan kepatuhan seraya menghambakan diri
kepada Allah SWT.[3]
C.
Pendapat
Para Ulama Tentang Qunut dalam Shalat
1.
Imam Hanafiyah
Beliau mengatakan bahwa qunut itu disunnahkan pada shalat witir yang
dilakukan sebelum rukuk. Sedangkan pada shalat shubuh, beliau tidak
menganggapnya sebagai sunnah,
alasannya ialah hadis dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan: “Rasulullah pernah
berqunut pada salat subuh selama satu bulan, kemudian ditinggalkannya” (HR.
Ahmad bin Hambal).
Bila seorang makmum shalat shubuh di belakang Imam yang melakukan
qunut, hendaknya dia diam saja dan tidak mengikuti atau mengamini Imam. Namun
Abu Yusuf, salah seorang tokoh dari Madzhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa bila
Imamnya melakukan qunut, maka makmumnya harus mengikutinya, karena imam itu
harus diikuti.[4]
Menurut Abi
Hanifah, hukum membaca qunut dalam shalat witir adalah wajib, adapun keterangan
bahwa Nabi Saw, membaca qunut dalam shalat shubuh selama sebulan, menurut mazhab Hanafi,
sudah di mansukh atau dihapus berdasarkan ijma (kesepakatan para ulama). Menurut mazhab ini
doa qunut dapat dibaca dengan bersuara (jahr) dan bisa juga dibaca tanpa
bersuara (sirr). Namun yang paling baik adalah Imam membacanya dengan
suara yang tidak keras dan tidak pula terlalu lembut, dan makmum mengikutinya.
Jika seseorang lupa membaca qunut
dalam shalat witir, lalu rukuk, dan baru ingat sesudah mengangkat kepala dari
rukuk, maka ia tidak perlu mengulangnya. Ketika itu, kewajiban membaca qunut
menjadi gugur, dan demikian pula jika baru ingat ketika rukuk. Jika dia tetap
berqunut dalam setelah rukuk tetapi tidak mengulang rukuknya, maka shalatnya
tidak batal karena rukuknya sudah sempurna.
Dapat disimpulkan
bahwa menurut mazhab ini, membaca qunut hanya boleh dilakukan dalam shalat
witir, dan qunut tidak boleh dibaca dalam shalat-shalat lain, kecuali qunut
nazilah yang boleh dibaca dalam shalat fardu.
2.
Imam Maliki
Dikalangan pengikut mazhab Imam
Maliki, qunut hanya dibaca pada shalat shubuh dengan bacaan tak bersuara (sirr).
Menurut mazhab ini, tidak qunut dalam shalat witir, atau solat lainnya. Sementara itu, qunut pada
shalat-shalat lain dimakruhkan.
Membaca qunut
sebelum rukuk lebih utama, tetapi boleh juga membacanya sesudah rukuk. Adapun doa qunut yang
dipilih ialah Allahumma inna nasta’inuka… (dan seterusnya), seperti yang dipilih dalam mazhab Hanafi.
Menurut mazhab Imam Malik qunut dapat
dikerjakan dalam shalat munfarid atau berjama’ah tetapi dengan bacaan sirr. Boleh mengangkat
tangan ketika membaca qunut dan boleh juga tidak mengangkat tangan.
3.
Imam Syafi’i
Imam Syafi’i
mengatakan bahwa qunut disunnahkan pada shalat shubuh dan dilakukan sesudah
rukuk pada raka’at kedua. Bukan pada solat witir atau solat yang lainnya,
Adapun alasannya ialah hadis dari Anas bin Malik yang menyatakan: Rasulullah
SAW. Senantiasa membaca qunut dalam solat subuh hingga beliau wafat.”(HR.Ahmad
bin Hambal, Abdul Rozak, ad-Darukutni dan Idhaq bin rahawaih)
Imam hendaknya
berqunut dengan lafadz jama’ dan menjaharkan (mengeraskan) suaranya dengan
diamini oleh makmum hingga lafadz (waqini syarra maa qadhaita). Setelah itu
dibaca sirr (tidak dikeraskan) mulai lafadz (fa innaka taqdhi…) dengan
alasan bahwa lafadz itu bukan doa tapi pujian (tsana’). Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak
disunnahkan untuk mengusap wajah.6
Menurut beberapa hadits, disunnahkan pula membaca shalat kepada Rasul Saw. dan
keluarganya pada akhir doa qunut.
Imam Al-Nawawi
dalam kitabnya, Al-Adzkar, menjelaskan mengapa imam harus menggunakan lafadz
jama’ dalam qunutnya, yaitu karena Nabi Saw. memakruhkan imam yang berdoa khusus
untuk dirinya sendiri.
Rasulullah Saw. bersabda, yang
artinya: “Seseorang tidak boleh mengimami suatu kaum lalu ia berdoa lhusus
untuk dirinya sendiri, tanpa mendoakan orang lain. Jika dia melakukan hal itu,
maka ia telah mengkhianati mereka” (HR. Al-Tirmidzi dan menilainya hadits
hasan).
Menurut mazhab
Syafi’i, jika doa qunut ditinggalkan, shalat tidak batal, tetapi harus sujud
sahwi, jika seseorang meninggalkan qunut dengan disengaja dan tidak sujud sahwi
karena ingin meringkas shalatnya, maka dia dinilai telah lalai dan telah
meninggalkan sunnah yang dituntut untuk diamalkan.
4.
Imam Ahmad bin Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan
bahwa qunut itu merupakan amaliyah sunnah yang dikerjakan pada shalat witir yaitu dikerjakan
setelah rukuk. Sedangkan qunut pada shalat subuh tidak dianggap sunnah. alasannya ialah hadis dari Ibnu Mas’ud yang
menyatakan: Rasulullah pernah berkunut pada salat subuh selama satu bulan,
kemudian ditinggalkannya”(HR. Ahmad bin Hambal)
Dalil yang menunjukkan shalat syaf’
dan witir ialah firman Allah SWT. Dalam surah Al-Fajr (89:3).
Æìøÿ¤±9$#ur Ìø?uqø9$#ur ÇÌÈ
Artinya : Dan
yang genap dan yang ganjil,
Syaf (yang genap) juga berarti
syafaat, yaitu menggenapkan kekurangan umat Muhammad melalui syafa’at dari Rasul Saw., karena
beliaulah yang berhak memberikan syafaat di akhirat nanti.
Menurut mazhab ini orang yang
berqunut disunnahkan menangis ketika berdoa karena takut kepada Allah dan takut
pada azab-Nya. Bahkan, jika tidak bisa menangis, berpura-puralah menangis. Lalu
doakan saudara-saudara sesama mukmin dan muslim. Menurut mazhab ini juga,
banyak doa yang dapat kita baca dalam qunut yang telah diajarkan oleh para imam
Ahlul Bait
Banyak perbedaan
pendapat tentang melakukan qunut dalam shalat, dan hal ini pula yang sering
menjadi perdebatan diantara para ulama fiqih sejak dulu, namun sebagai agama
yang menjunjung tinggi dan menghargai perbedaan, maka sudah seharusnyalah dalam
menyikapi hal ini kita dapat menghargai perbedaan itu. Tidak
ada yang paling benar dan tidak ada pula yang salah, ini dibuktikan dengan
banyaknya hadits yang pro dan kontra tentang qunut dalam shalat.[5]
D.
Hadits-Hadits Tentang
Qunut
1.
Hadits yang Mendasari
Qunut
Diriwayatkan oleh: Ahmad, Al-Muntaqa 1 : 502
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض. قَالَ: كَانَ الْقُنُوْتُ فىِ الْمَغْرِبِ وَاْلفَجْرِ (رواه
البخارى. المنتقى ١- ٣٠٥)
Artinya: Anas ibn
Malik r.a. berkata: “Qunut itu, dibaca dalam sembahyang maghrib dan shubuh”
Hadits sahabat Abdullah ibn Abbas r.a.
yang diriwayatkan oleh Imam Al- Baihaqie:
قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله وسلم يُعَلِّمُنَا دُعَاءً نَدْعُوْ بِهِ فىِ الْقُنُوْتِ مِنْ
صَلاَةِ الصُّبْحِ.
سبل
السلام:
١\٣٥٩
Artinya: “Sahabat
Abdullah ibn Abbas berkata: Rasul Allah saw. Mengajari do’a kepada kita baca
dalam qunut shalat fajar.”
Hadits sahabat Anas
r.a yang diriwayatkan oleh Imam ibn Khuzaimah:
أن النبي صلى
الله عليه وسلم كان لا يقنت إلا إذا دعا لقوم أو دعا على قوم. صحيح مسلم: ٢\٢٧٣- سبل السلام: ١\٣٥٦
Artinya: “sesungguhnya
Nabi saw. Tidak membaca qunut kecuali apabila medo’akan baik untuk suatu kaum
atau memdo’akan celaka bagi suatu kaum.”
Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqthny, Abdur Razaq, Abu Nuaim, Ahmad,
Al-Baihaqie, dan Imam Hakim:
أَنَّ
النَبِيَّ صَلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوْ عَلَى قَاتِلِى
أَصْحَابَهُ بِبِئْرِ مَعُوْنَةَ ثُمَّ تَرَكَ، فَأَمَّا الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ
يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. نيل الأوطار: ٢\٣٧٥
Artinya:
“Sesungguhnya Nabi Saw. Membaca qunut selama sebulan dengan mendoakan
kehancuran bagi pembunuh sahabatnya di sumur Ma’unah, kemudian beliau
meninggalkannya, sedangkan untuk qunut shubuh beliau selalu membacanya sampai
meninggal.”
2.
Hadits Penentang Qunut
عَنْ سَالِمِ
بْنِ عَبِدِ الله بْنِ عُمَرَ قَالَ: إِنَّ عُمَرَ
رض.
سَمِعَ
رَسُوْلَ اللهِ ص.م. إِذَا رَفَعَ
رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فىِ الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ مِنَ اْلفَجْرِ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ
اْلعَنْ فُلاَناً وَفُلاَناً وَفُلاَناً بَعْدَ مَا يَقُوْلُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ رَبَّناَ وَلَكَ الْحَمْدُ، فَأَنْزَلَ اللهُ "لَيْسَ لَكَ
مِنَ اْلأَمِر شَيْئٌ أَوْ يُعَذِبَهُمْ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ
ظَالِمُوْنَ".
(رواه
أحمد والبخارى.
المنتقى
١ـ٥٠٣)
Artinya : Salim
ibn ‘Abdullah ibn Umar menerangkan:“Bahwasannya Ibn ‘Umar mendengarkan Rasulullah,
apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ dalam raka’at yang akhir dari shubuh
membacakan Allahummal ’an fulanan wa fulanan wa fulanan. Nabi membaca yang
tersebut, sesudah membaca: “Sami’allahuliman hamidah rabbanna wa lakal hamdu”;
maka Allahpun menurunkan ayat;” Laisa laka minal amri syai-un au yu’adzdzibahum
au yatuuba ‘alaihim fa innahum zhaalimun” (Engkau ya Muhammad, tidak mempunyai
urusan apa-apa terhadap mereka. Allah akan mengadzab mereka, ataupun menerima
taubat mereka. Mereka sesungguhnya orang-orang yang dzalim)”.
لَيْسَ
لَكَ مِنَ اْلأَمِر شَيْئٌ أَنْ يَتُوْبَ أَوْ يُعَذِبَهُمْ عَلَيْهِمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ
Artinya: “Tidak
ada campur tanganmu (hai Muhammad) dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima
taubat mereka atau menghukum mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang zalim”. (QS. Ali Imran: 128)
أَنَّ
النَّبِيَّ ص.م. قَنَتَ
شَهْرًا بَعْدَ الرُكُوْْعِ يَدْعُوْ عَلىَ اَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرَبِ ثُمَّ
تَرَكَهُ
Artinya:
“Bahwaaanya Nabi Muhammad Saw. Qunut satu bulan mendoakan celaka bagi satu suku
orang Arab, kemudian hentikan qunut itu.”(H. Shahih riwayat Imam Bukhari dan
Muslim).
عَنْ أبى مالك
الأشجعى قال:
قُلْتُ
ِلأَبِى :
يَااَبَتِ
قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلِ الله وابى بكر وعمر وعثمان وعلى هَاهُنَا
بِالْكُوْفَةِ قَرِيْبًا ِمنْ خَمِسِ سِنِيْنَ. اَكَاُنو
يَقنْتُوُنْ؟َ قال اى بني محدث.
Artinya : Saya berkata kepada ayah saya :
ayahku, Tuan bersembahyang dibelakang Rasul Saw., dibelakang Abu Bakar,
dibelakang Umar, dibelakang Utsman, dan Ali di Kuffah sini hampir lima tahun;
apakah beliau-beliau itu ada yang membca qunut? Menjawab ayahku: ketahuilah
anakku bahwa yang demikian itu, muhdas (perbuatan yang diada-adakan)
Diriwayatkan oleh
Ahmad dan At-Turmidzi; Al-Muntaqa 1 : 501
Anas
Ibnu Malik r.a menerangkan:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قال:أَنَّ
النَّبِيَّ ص.م. قَنَتَ
شَهْرًا ثم تركه
Artinya :
“Bahwasannya Nabi SAW pernah berqunut sebulan lamanya sesudah itu, tidak pernah
lagi.”
Menurut ulama
Halafiah dan Hanabilah, doa qunut dalam shalat subuh itu tidak ada. mereka
berdasarkan hadits:
مَا
قَنَتَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم فىِ شَيْئٍ مِنْ صَلاَتِهِ
Artinya: “Dari
Ibnu Mas’un beliau berkata: tidak pernah qunut Nabi Muhammad Saw. dalam
sembahyang apapun.”
[6]
Jadi, banyak
terdapat dalil yang memperkuat dibolehkan atau melarang qunut dibaca dalam
shalat. Ulama dari Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, Hanbaliyah, dan Hanafiyah
serta mazhab-mazhab yang lainpun memiliki dasar hadits yang berbeda-beda
tentang pelaksanaan qunut dalam shalat.
Hadits yang
diriwayatkan Ahmad mendasari bolehnya qunut dalam shalat, begitu juga hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Al- Baihaqie, Imam ibn Khuzaimah dan yang lainnya
yang kami uraikan diatas. Namun tidak hanya itu kamipun menguraikan pula
hadits-hadits yang menentang qunut dalam shalat sebagai bahan pembanding.
Hadits tersebut antara lain dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Ahmad dan
At-Turmidzi.
Hadits pertama yang
diriwayatkan oleh Ahmad menjelaskan tentang qunut itu dibaca dalam shalat
maghrib dan subuh, dan hadits tersebut digunakan dasar pembolehan melakukan
qunut dalam shalat. Akan tetapi dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan
At-Tirmidzi menerangkan bahwa memang Rasul pernah melakukan qunut selama
sebulan, akan tetapi setelah itu tidak pernah lagi.
Kemudian dalam
hadits di atas seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqthny, Abdur Razaq,
Abu Nuaim, Ahmad, Al-Baihaqie, dan Imam Hakim menerangkan bahwa Nabi membaca
qunut selama sebulan dengan mendoakan kehancuran bagi pembunuh sahabatnya di
sumur Ma’unah, kemudian beliau meninggalkannya, sedangkan untuk qunut shubuh
beliau selalu membacanya sampai meninggal, dari hadits tersebut didapat
kesimpulan bahwa Nabi melakukan qunut dalam shalat subuh hingga akhir hayatnya.
Hadits lain yang
kami uraikan di atas memberikan keterangan berbeda tentang qunut yakni hadits
riwayat Imam Bukhari dan Muslim, di dalamanya menerangkan Nabi Muhammad Saw.
qunut selama satu bulan untuk mendoakan celaka bagi satu suku orang Arab,
kemudian menghentikan qunut itu.
Hadits-hadits yang
telah di kemukakan di atas tentunya memiliki pandangan atupun pendapat
berbed-beda tentang melakukan qunut dalam shalat, sebagian ulama dari
mazhab-mazhab tertentu juga menggunakan hadits-hadits tersebut sebagi penguat
pendapatnya.[7]
E.
Tempat dan Lapadz Doa
Qunut
1.
Tempat Berqunut dalam
Shalat
Tempat atau masa berqunut memiliki perbedaan pendapat, ada
yang berpendapat, bahwa qunut itu sebelum rukuk. Ada juga yang berpendapat bahwa qunut itu
sesudah rukuk.
Mazhab Malikiyah
mengatakan bahwa qunut subuh dikerjakan sebelum ruku',dan menurut Maliki itu
lebih afdol, adapun dalilnya ialah hadis riwayat umar bin al-Khattab,Ali bin
Abi thalib,Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan Ubay bin Ka’b yang menyatakan:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca kunut pada solat witir sebelum
rukuk.(HR.Abu Daud) sedangkan Syafi'iyah
berpendapat bahwa qunut Subuh dikerjakan setelah i'tidal.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh
Drs. Fatchurrahman (1982:56) bahwa menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik, qunut
dalam shalat subuh dilakukan setelah rukuk pada raka’at kedua secara permanent.
Mereka mengemukakan Hadits Anas ketika ia ditanya salah seorang sahabat.
Kata penanya “Apakah Rasulullah Saw,
berqunut dalam shalat subuh?” Jawab Anas: “Ya, demikianlah. Beliau berqunut
sebentar sesudah rukuk”. (H.R. Lima Ahli Hadits selain At-Turmudzi).
Imam Ahmad ketika ditanya tentang
qunut dalam witir, apakah dilakukan sebelum rukuk atau sesudahnya? Serta apakah
harus mengangkat tangan ketika berdoa dalam witir? Beliau menjawab: “Qunut
dikerjakan setelah rukuk sambil mengangkat kedua tangan dengan mengqiyaskan
pada perbuatan Rasulullah ketika beliau qunut pada waktu pagi sebelum matahari
terbit.”
Sementara itu menurut KH. Drs.
Muchtar Adam (2006: 20-62), qunut sebelum rukuk. Ada dua riwayat mengenai hal ini. Jadi,
sesudah menjaga shalat lima
waktu, dilakukan shalat wustha dengan melaksanakan qunut subuh, yaitu
memperpanjang berdiri di dalam shalat subuh dan berdoa sebelum rukuk dengan
mengangkat tangan sambil mengucapkan doa qunut. Pendapat ini diriwayatkan oleh
sahabat di antaranya, Abdul bin Abbas, dan haditsnya diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi. Qunut witir menurut banyak hadits Nabi Saw, ialah sebelum rukuk
pada raka’at ketiga, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan
beberapa sahabat seperti Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah
bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka’ab.[8]
Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu
merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum
rukuk. Meskipun bila dilakukan sesudahnya tetap di bolehkan.
Fuqaha hadits,
seperti Ahmad dan lain-lain membolehkan kedua macam qunut, karena ada sunnah yang sahih mengenai
kedua-duanya, walaupun mereka memilih qunut sesudah rukuk, karena lebih banyak
dan lebih berpadanan dengan tempat jika ditinjau dari jurusan hikmat.
Menurut pendapat para ulama yang
dikemukakan di atas, terdapat perbedaan pendapat tentang dimana qunut itu dilakukan, baik
setelah ruku’ ataupun sebelum ruku’.
Ulama mazhab
Malikiyah mengatakan bahwa qunut subuh itu dikerjakan sebelum ruku' karena Imam
Malik mengatakan bahwa qunut ibadah sunnah pada shalat subuh yang lebih afdhal jika dilakukan sebelum
ruku’, namun demikian beliau juga membolehkan qunut sesudah ruku’, sedangkan ulama mazhab
Syafi'iyah berpendapat bahwa qunut Subuh dikerjakan setelah i'tidal.
Dalam mengemukakan pendapatnya mereka
juga menggunakan hadits-hadits yang mereka anggap menguatkan pendapat mereka.
Namun seperti yang telah diuraikan di atas Fuqaha hadits membolehkan kedua cara
melakukan qunut dalam shalat baik sebelum ruku’ maupun setelah ruku’
2.
Cara Membaca Qunut
Terdapat perbedaan pendapat yang
dikemukakan oleh ke-4 madzhab tentang cara membaca do’a qunut, diantaranya
a. Madzhab Malikiyah yang berpendapat bahwa qunut
dibaca dengan siir (pelan), dan boleh sambil mengangkatkan kedua
tangan. Adapun dalil yang diambil oleh Madzhab Malikiyah tentang
membaca takbir sebelum qunut adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَلَمِى "أَنَّ عَلِيًّا كَبَرَ حِيْنَ قَنَتَ فِى اْلفَجْرِ
وَكَبَرَ حِيْنَ رَكَعَ"
Artinya: “Dari
Aby Adrirrahman Al-salamy, Bahwasannya Sayyidina Ali membaca Takbir ketika
berqunut dalam shalat fajar dan membaca lagi Takbir ketika ruku’.”
Sedangkan dalil qunut dibaca dengan Siir
(karena termasuk do’a):
Firman Allah, QS.
Al-A’raf : 55
أُدْعُوْا
رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً، إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya:
“Berdo’alah (memohonlah) kepada Tuhanmu denagn berendah diri dan suara yang
lemah lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui
batas”.
b. Berbeda dengan Madzhab Hanafiyah yang
mengatakan bahwa qunut itu dibaca Siir (pelan) bagi Imam saja, sedangkan
bagi Makmum yang Imamnya membaca do’a qunut dalam shalat shubuh, sebaiknya
berdiam diri, tidak mengikuti Imam; artinya tidak mengangkat kedua tangan dan
tidak mengaminkan bacaan Imam.
c. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’iyah qunut itu
dibaca Jahr (keras), dibawah kerasnya membaca Al-Qur’an, ketika menjadi
Imam, Makmum mengaminkam bacaan Imam, mengangkat kedua tangan, bagi Imam atau
Makmum, tidak mengusap wajah ketika selesai membaca do’a qunut, dan dalam
berjamaah, do’a yang dibaca Imam sunnah memakai kalimah yang dijamakkan,
contoh: Allahumma Ihdi-ni menjadi Allahumma Ihdi-na, Wa
Aafi-ni menjadi Wa Aafi-na, dan seterusnya.
F.
Doa Qunut
Perbedaan-perbedaan
dalam qunut tidak hanya pada boleh dan tidak bolehnya qunut dalam shalat,
tempat berqunut atau cara membacanya akan tetapi doa yang digunakan dalam
qunutpun berbeda-beda, namun sebenarnya qunut tiada ditentukan doanya. Berikut adalah qunut yang biasa digunakan dalam shalat oleh para
ulama dan pengikut mazhab tertentu.
Hadits dari Hasan bin ‘Ali menerangkan:
عَلَّمَنِيْ
رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُوْلُهُنَّ فِى
قُنُوْتِ الْوِتْرِ:
اَللَّهُمَّ
اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنْيْ فِيْمَنْ
تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ
فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَيَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ،
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. رواه احمد وابو
داود وابن ماجه والترمذى والنسائى
Artinya: “Rasulullah Saw. mengerjakan beberapa kalimat yang saya ucapkan
pada qunut salat witir: “Allahumahdinii fiiman hadait, dan seterusnya (Ya
Allah, berilah petunjuk kepadaku dalam golongan orang-orang yang telah engkau
beri petunjuk. Dan berilah kesehatan kepadaku dalam golongan yang Engkau beri kesehatan.
Pimpinlah aku dalam golongan orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah
bagiku pada apa-apa yang telah Engkau berikan, jagalah diriku dari kejelekan
yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan bukan
yang ditentukan. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau lindungi.
Maha barakah dan Mahatinggi Engkau wahai Tuhan Kami).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Al-turmudzi dan Al-Nasai).
Doa qunut di atas
dipilih oleh ulama Syafi’iyah, menurut mereka doa qunut inilah yang diajarkan
oleh Nabi Saw., kepada Hasan Ibn Ali ra., juga diajarkan kepada para shabat,
sebagaimana hadits Abdullah ibn Abbas dan lainnya, yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Baihaqie, yang artinya; “sesungguhnya Nabi Saw., mengajarkan kepada para
sahabat doa (qunut) ini, agar mereka berdoa dengannya dalam qunut shalat
subuh.”
Doa qunut inilah
yang kemnudian dibaca oleh Ubay ibn Ka’ab dalam shalat subuhnya, sebagaimana
Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqie, yang artinya; “Sahabat Ali
ibn Abi Thalib ra. Berkata : Doa inilah yang
digunakan oleh Ubay ibn Ka’ab dalam qunut shalat subuhnya ”
Hadist ‘Ali
قَالَ عَلِيٌّ
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ فِى آخِرِ
وِتْرِهِ:
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ، وَأَعُوْذُ بِمُعَافَتِكَ مِنْ
عُقُوْبَتِكَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا
أَثْنَيْتَ عَلَى َنفْسِكَ. (ح.ر. أبو داو
Artinya: Telah
berkata ‘Ali: bahwasannya Rasullulah saw bersabda di akhir witirnya: Allahuma
Innii, dan seterusnya. (Ya Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu (supaya
terlepas) dari siksaan-Mu, dan aku berlndung dengan keampunan-Mu (supaya
terlepas) dari pada siksaan-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu (supaya terlepas)
dari pada (apa-apa yang tidak disukai oleh-Mu). Aku tidak akan melengkapi
pujian atas-Mu sebagaimana Engkau telah memuji diri-Mu).
Do’a qunut yang
lain, berdasarkan hadist Abu Hurairah:
قَالَ
أَبُوْ هُرَيْرَةَ:
بَيْنَمَا
النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى الْعِشَآءَ اِذْ قَالَ
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ َيسْجُدَ: اَللَّهُمَّ
نَجِّ اْلوَلِيْدَ بْنِ وَلِيْدِ. اَللَّهُمَّ
نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ
اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِيْنَ
كَسِنِى يُوْسُفَ.
(ص.ر. البخارى)
Artinya: telah
berkata Abu Hurairah: Nabi saw. Shalat ‘Isya, lantas beliau mengucapkan
“Sami’allahu liman hamidah” kemudian beliau berdoa “ Allahumma najjil, dan
seterusnya. (Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid. Ya Allah, selamatkanlah
orang-orang yang lemah dari golongan mukminin. Ya Allah, keraskanlah
tindasan-Mu atas orang-orang Mudlar. Ya Allah, jadikanlah tindasan-Mu atas
mereka itu tahun-tahun (kepayahan), sebagaimana tahun-tahun (kepayahan) Nabi
Yusuf.” (HR. Bukhari).
Dari hadits yang
kami himpun, terdapat tiga macam doa qunut yang biasa digunakan sejak masa
sahabat sampai Ulama mazhab, dan mereka sepakat ketiganya dianggap sebagai
qunutu-n Nabi Saw., tapi tidak menutup kemungkinan masih terdapat hadits yang
mendasari tentang doa qunut dalam shalat.[9]
G.
Macam-Macam Qunut
Qunut ada tiga macam, yakni qunut
nazilah, qunut shalat witir dan qunut subuh. Berikut adalah Macam-macam qunut
dan hukumnya :
1.
Qunut Nazilah
Qunut nazilah, yakni doa yang
dibacakan setelah ruku’ (I’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Al-Jauhari
mengatakan bahwa “nazilah” berarti kesulitan yang dihadapi manusia.
Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (musibah) yang menimpa, seperti
bencana alam dll. Qunut nazilah ini mencontoh Rasulullah Saw yang memanjatkan
doa qunut nazilah selama satu bulan atas musibah terbunuhnya Qurra’ (Para sahabat Nabi Muhammad Saw yang hafal Al-Qur’an) di
sumur Ma’unah. Juga diriwayatkan dari Abi Huraira r.a. bahwa “Rasulullah Saw
kalau beliau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan
seseorang, maka beliau doa qunut setelah rukuk” (H.R Bukhori dan Ahmad).
Dalam riwayat lain dari Ibn ‘Abbas
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membaca qunut selama satu bulan berturut-turut
dalam shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh. Beliau mendoakan kabilah
Ri’l, Dzakwan dan ‘Ashiyyah. Beliau membacanya setelah membaca sami’allahu
liman hamidah (I’tidal) pada rakaat terakhir. Para
makmum mengamini doa yang dibacakan beliau
2.
Qunut Witir
Qunut shalat witir, menurut pengikut
Imam Abu Hanifa (Hanafiyah) qunut yang dilakukan dirakaat yang ketiga sebelum
ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal
(Hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’. Menurut Imam Syafi’I
(Syafi’iyah) qunut witir dilakukan setelah ruku’ pada separuh bulan Ramadhan.
Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.
Menurut Drs. M Suparta (1996: 189),
doa qunut pada shalat witir mulai malam enam belas pada bulan Ramadhan sampai
akhir. Jumhur ulama sepakat “disunatkan”, kecuali Imam Malik yang mengatakan
bahwa riwayat-riwayat yang menerangkan doa qunut pada shalat witir bulan
Ramadhan itu tidak sah.
3.
Qunut Subuh
Qunut pada raka’at kedua
shalat subuh, menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat
subuh hukumnya disunnahkan karena hadits Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau pernah
melakukan doa qunut pada shalat Fajar selama sebulan telah dihapus (mansukh)
dengan ijma’ sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud “Nabi Saw telah
melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang
masih hidup, kemudian Nabi Saw. meninggalkannya.” (H.R Muslim).
Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah)
doa qunut shalat subuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr).
Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnnya sunnah Ab’adl (kalau lupa tertinggal
disuntkan sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat subuh. Sebab
rasul Saw ketika mengangkat kepala dari ruku’ (I’tidal) pada raka’at kedua
shalat subuh beliau membaca qunut. Dan demikian itu “Rasul Saw lakukan sampai
meninggal dunia (wafat).”(H.R. Ahmad dan Abd Raziq). Sedangkan menurut Imam
Ja’far, qunut disunnahkan baik dalam shalat fardu maupun shalat sunnah, yaitu
pada setiap raka’at kedua, kecuali dalam shalat witir, yaitu sesudah membaca
surah dan sebelum rukuk.
Permasalahan qunut shubuh sejak dulu
memang sudah menjadi polemik. Para ulama dari
kalangan Madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa qunut pada shalat shubuh
tidaklah dianjurkan. Maka janganlah kita heran atau su'udhan apabila
kita melihat kelompok tertentu ketika melakukan shalat subuh tidak membaca doa
qunut, karena bisa jadi mereka adalah para pengikut Madzhab Hanafi ataupun
Madzhab Hanbali. Mereka yang tidak membaca doa qunut pada shalat shubuh
bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dan
dishahihkannya dari Sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah
melakukan qunut shubuh kecuali ketika terjadinazilah(bencana). Sedangkan dari
kalangan Madzhab Syafi'i dan Maliki berpendapat bahwa qunut shubuh hukumnya
adalah sunnah.[10]
H. Kesimpulan
Qunut adalah berdiri dalam shalat
untuk berdo’a dengan ikhlas, penuh ketaatan dan kepatuhan seraya menghambakan
diri kepada Allah SWT.
Hukum qunut menurut para ulama adalah
sunnah, walaupun dengan beberapa perbedaan pandangan tentang qunut itu sendiri.
Menurut pendapat para ulama yang
dikemukakan di atas, terdapat perbedaan pendapat tentang dimana qunut itu
dilakukan, baik setelah ruku’ ataupun sebelum ruku’. Qunut dapat dibaca dengan Sirr
(pelan), dan dengan suara lantang (jahr). Qunut ada 3 macam, pertama,
qunut nazilah, yakni doa yang dibacakan setelah ruku’
(I’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Al-Jauhari mengatakan bahwa “nazilah”
berarti kesulitan yang dihadapi manusia. Kedua, qunut witir, yakni yang
dilakukan pada separuh bulan ramadhan. Ketiga, qunut subuh, yakni qunut dalam
shalat subuh
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution Lahmuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1999
Hasbi Ash Shiddieqy Teungku Muhammad, Kiliah
Ibadah,Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2000
Latif Uwaidhah Ahmad Abdul, Tuntunan Shalat
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, Bogor : Thariqul izzah, 2001
Rusyd Ibnu,Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Bulan
Bintag, 1990
wordpress.com%2F2009%2F05%2F28%Do’a
qunut dalam shalat subuh%2F&ei, di akses, tanggal- 31-03-2011
Hasbi Ash Shiddieqy
Teungku Muhammad, Hukum-hukum Fiqh Islam, Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2001
Hasan Ali,Perbandingan
Mazhab,Piqh , Jakarta,:pt Raja Grafindo Persada,200
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi................................................................................................................. ..
i
A.
Pendahuluan........................................................................................................
1
B.
Pengertian Qunut.................................................................................................
2
C.
Pendapat Para
Ulama Tentang Qunut dalam Shalat............................................ 3
1.
Imam Abu Hanifah..........................................................................................
3
2.
Imam Malik......................................................................................................
3
3.
Imam Syafi’i ................................................................................................... 4
4.
Imam Ahmad bin Hanbal................................................................................
5
D.
Hadits-Hadits Tentang Qunut.............................................................................
6
1.
Hadits yang Mendasari Qunut.........................................................................
7
2.
Hadits Penentang Qunut ................................................................................ 7
E.
Tempat dan Lapadz Doa Qunut..........................................................................
9
1. Tempat
Berqunut dalam Shalat.......................................................................
9
2. Cara Membaca Qunut......................................................................................
11
F.
Doa Qunut...........................................................................................................
12
G.
Macam-Macam Qunut.........................................................................................
14
H. Kesimpulan..........................................................................................................
16
DAFTAR
PUSTAKA
[2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Kiliah
Ibadah,(Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2000).hlm.167.
[3] Ahmad Abdul Latif
Uwaidhah, Tuntunan Shalat berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, (Bogor :
Thariqul izzah, 2001), hlm. 45
[6]wordpress.com%2F2009%2F05%2F28%Do’a qunut
dalam shalat subuh%2F&ei, di akses, tanggal- 31-03-2011
[8] Ibid, hlm. 264
[9] Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Hukum-hukum Fiqh
Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 55-56
[10] Ali Hasan,Perbandingan Mazhab,Piqh (Jakarta,:pt
Raja Grafindo Persada,200)hlm 40-43