BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hak Asasi
Manusia adalah norma yang telah diakui, diterima, dan disepakati secara
internasional. Hak Asasi Manusia tak hanya dihasilkan melalui deklarasi, tetapi
juga melalui perjanjian antar-negara (states
parties) serta sejumlah protokol yang digunakan sebagai tata cara
pelaksanaannya.
Adapun
demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan yang didasarkan atas mandat
yang bersumber dari rakyat (civil).
Secara formal dan pokok terdiri atas tiga lembaga negara, yaitu eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Semakin ketiga lembaga ini mencapai keseimbangan (equilibrium), kian demokratis pula
sistem negara bersangkutan. Mandat rakyat biasanya diperoleh melalui proses pemilihan
umum, bukan melalui pengangkatan. Jika setiap mandat diperoleh melalui
pemilihan yang jujur,
semakin
demokratis pula proses pemilihannya. Seluruh proses demokratis ini dipercaya
bukan karena hasil paksaan apalagi kudeta militer, melainkan atas dasar mandat
yang jelas diperoleh
dari konstituen.
Demokrasi
mempunyai arti penting bagi masyarakat karena dengan demokrasi hak masyarakat
untuk menentukan sendiri jalannya organisasi pemerintahan sesuai kehendaknya
dapat dijamin.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dirumuskan adalah :
1. Pengertian Demokrasi ?
2. Bagaimana perkembangan Demokrasi di
Indonesia?
3. Pengertian Hak Asasi Manusia?
4. Bagaimana perkembangan pemikiran
tentang HAM didunia dan di indonesia?
5. Hubungan Demokrasi dan Hak Asasi
Manusia?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui apa
pengertian Hak Asasi Manusia, serta hubungannya dan perkembangannya
terhadap Demokrasi yang berkembang.
2.
Untuk mengetahui penerapan
hukum yang mengatur Hak Asasi Manusia serta Penerapannya terhadap kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Demokrasi
Secara etimologi demokrasi berasal
dari bahasa Yunani, yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern demos artinya rakyat atau penduduk
disuatu tempat dan kratos/kratein artinya kekuasaan atau
kedaulatan. Dari dua kata tersebut manjadi istila demokrasi artinya
kekuasaan atau kedaulatan, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan
oleh rakyat.[1]
Sementara secara terminologi
demokrasi sebagai berikut:
a. Josefh
A Schmeter, Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
b. Sidney
Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang penting secara langsung atau
tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara
bebas dari rakyat dewasa.
c. Philippe
c Schemitter dan terry Lynn Karl, Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan
dimana pemerintahan dimana dimintai tanggungjawab atas tindak-tindakan mereka
di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung
melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah
terpilih.
d. Henry
B Mayo, Demokrasi merupakan sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
epektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari
pendapat para ahli diatas terdapat benang merah atau ttik singgung tentang
pengertian demokrasi yaitu rakyat sebagai pemegang kekuasaan, pembuat dan
penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan
pemerintahan serta mengkontrol terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang
dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya melalui lembaga
perwakilan.
Ciri-ciri
pokok pemerintahan demokratis
a.
Pemerintahan
berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-ciri tambahan;
b.
Konstitusional,
yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat diatur
dan ditetapkan dalam konstitusi;
c.
Perwakilan, yaitu
bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang;
d.
Pemilihan umum,
yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota parlemen;
e.
Kepartaian, yaitu
bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik pelaksanaan
demokrasi
f.
Adanya pemisahan
atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/pemisahan kekuasaan
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
g.
Adanya tanggung
jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan.
h.
Adanya perlindungan
Hak Asasi Manusia.
B.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode
yaitu;[2]
1. Periode 1945-1959 (Demokrasi
Parlementer)
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan
diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949
(Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem
ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini
ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari
Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan.
2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)
Demokrasi Terpimpin Pandangan A. Syafi’i Ma’arif,
demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno sebagai “Ayah” dalam
famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di
tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin
Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu,
tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap
eksekutif.
3. Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi
Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain
presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik,
berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial
politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya
peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik,
pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam
persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi
negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah
4. Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden,
B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi
kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. Bergulirnya reformasi
yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi
demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis
karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun.
C.
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersamaan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Hak-hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan angsa, ras, agama atau
kelamin, karenanya bersifat asasi dan universal.
Dalam
pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”[3]
Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu:
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM
adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin,
ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak
untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
D.
Perkembangan
Pemikiran HAM
Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu : [4]
A.
Generasi pertama
berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan
oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan
Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang
baru.
B.
Generasi kedua
pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan
perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi
kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan
dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
C.
Generasi ketiga
sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya
kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu
keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami
ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti
pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan
sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang
dilanggar.
D.
Generasi keempat yang
mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang
terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti
diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang
dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan
memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori
oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi
hak asasi manusia yang disebut Declaration
of the basic Duties of Asia People and Government. menurut jimly, konsepsi hak
asasi manusia yang terakhir inilah yang justru tepat disebut sebagai Konsepsi
HAM Generasi Kedua, karena sifat hubungan kekuasaan yang diaturnya
memang berbeda dari konsepsi-konsep HAM sebelumnya. Sifat hubungan kekuasaan
dalam konsepsi Generasi Pertama bersifat vertikal, sedangkan
sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi Generasi Kedua bersifat horizontal.
Dengan demikian, pengertian konsepsi HAM generasi kedua dan generasi ketiga
sebelumnya cukup dipahami sebagai perkembangan varian yang sama dalam tahap
pertumbuhan konsepsi generasi pertama.[5]
Sejalan dengan pemikiran ini maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Comission on Human Rights pada tahun
1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara terperinci beberapa hak-hak
ekonomi, dan sosial, disamping itu hak politis yaitu:
a.
Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b.
Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat kemanusiaan.
c.
Setiap orang berhak untuk bebas dari
segala bentuk perbudakan.
d.
Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya.
e.
Setiap orang berhak untuk bebas
memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f.
Setiap orang berhak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum.
g.
Setiap orang berhak atas perlakuan
yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
h.
Setiap orang berhak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
i.
Setiap orang berhak untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
j.
Setiap orang berhak akan status
kewarganegaraan.
k.
Setiap orang berhak untuk bebas
bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l.
Setiap orang berhak memperoleh suara
politik.
m.
Setiap orang berhak bebas dari
segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan
hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
E.
Perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling
menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan
yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam
bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Pemikiran HAM
sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno
dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak
lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan
dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan
dan lisan.
Pengakuan akan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya lebih dahulu ada
dibandingkan dengan Deklarasi PBB yang lahir pada 10 Desember 1948. Pengakuan
akan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Pertama
2. Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Keempat
3. Batang
Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
4. Ketetapan
MPR
Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia Indonesia
tertuang dalam ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan hal itu, kemudian keluarlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia sebagai undang-undang yang sangat penting kaitannya
dalam proses jalannya Hak Asasi Manusia di Indonesia. Selain itu juga
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.[6]
F.
Hubungan Antara Demokrasi dan HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi merupakan
konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban
manusia di seluruh penjuru dunia. Konsepsi HAM dan demokrasi dalam
perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah
negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia.[7]
Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang
bersifat formal tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk
melindungi seluruh warganya dengan suatu undang-undang terutama melindungi
hak-hak asasinya demi kesejahteraan hidup bersama.[8]
Demokrasi punya keterkaitan yang
erat dengan Hak Asasi Manusia karena makna terdalam dari demokrasi adalah
kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi
dalam suatu negara. Posisi ini berarti, secara langsung menyatakan adanya
jaminan terhadap hak sipil dan politik rakyat. Ukuran untuk menilai demokratis
atau tidaknya suatu negara, antara lain semakin besarnya tingkat kemerdekaan
misalnya, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kemerdekaan untuk menganut
keyakinan politik, hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum.
Hanya kemudian patut dijelaskan
lebih lanjut, bahwa persoalan demokrasi bukanlah sebatas hak sipil dan politik
rakyat namun dalam perkembangannya, demokrasi juga terkait erat dengan sejauh
mana terjaminnya hak-hak ekonomi dan sosial dan budaya rakyat. Maka negara
demokratis juga diukur dari sejauh mana negara menjamin kesejahteraan warga
negaranya, seberapa rendah tingkat pengangguran dan seberapa jauh negara
menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan penghidupan yang layak. Hal
inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung menegaskan bagaimana
hubungan yang terjalin antara demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa, Hak Asasi Manusia akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis
dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu manjamin
tegaknya Hak Asasi Manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi adalah salah satu bentuk
pemerintahan dalam sebuah negara dengan kekuasaan pemerintahannya berasal dari
rakyat, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan. Sedangkan HAM
merupakan hak yang melekat pada manusia secara kodrati dan tidak dapat dihilangkan
oleh pihak lain.
Demokrasi dan HAM merupakan elemen
yang penting untuk mewujudkan suatu negara yang berkeadaban
Demokrasi punya keterkaitan yang erat dengan Hak Asasi
Manusia sebab Hak Asasi Manusia akan terwujud
apabila dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi
akan terwujud apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia.
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara
pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers)
melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi,
dimana kedaulatan berada ditangan Rakyat. Oleh karena itu Indonesia
sebagai negara demokratis harus mampu menjamin tegaknya HAM agar dapat
mewujudkan suatu negara yang berkeadaban. Dan perkembangan demokrasi dan HAM di
Indonesia dapat dilihat dari periode sebelum kemerdekaan hingga periode setelah
kemerdekaan (hingga sekarang).
B.
Saran
Pemerintah harus lebih meningkatkan
jaminan terhadap penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia karena di masa
sekarang ini masih banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM. Dan Pemerintah
harus lebih aktif lagi dalam penerapan hukum terhadap pelanggaran HAM, sehingga
dengan begitu Demokrasi pun berjalan dengan seimbang dan sesuai keinginan
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme
Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2005
Ubadillah,
A. dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2012
Zubaidi,
Kaelan dan Achmad, Pendidikan Kewarganegaraan,,Yogyakarta: Paradigma,
2007
[1]A. Ubadillah dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hal. 162
[2] Ibid., hal. 177-183
[3] Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefinisikan “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 165, Tambahan Lembaran
Negara RI No. 3886.
[4]
A. Uadidillah dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hal. 212-214
[5] Jimly Asshiddiqie,
Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, ( Jakarta: Sinar Grafika,
2012), hal. 216
[6] Winarno, Paradigma
Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2012),
hal.136-137.
[7] Jimly
Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005), hal. 152.
[8] Kaelan dan
Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan,,(Yogyakarta: Paradigma, 2007), hal. 103.