BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ideologi Politik
Ideologi merupakan kegiatan yang secara serius
dilakukan dalam studi-studi politik. Sebab itu, ideologi adalah sebuah konsep
penting untuk dikaji di dalam Ilmu Politik. Konsep ideologi ini banyak
digunakan, terutama dalam literatur ilmu politik khususnya yang berhubungan
dengan masalah gerakan sosial dan globalisme politik.[1]
Secara etimologis, ideologi berasal dari kata
“ideo” dan “logos”. Ideo berarti gagasan-gagasan, sementara logos adalah ilmu.
Jadi, secara etimologis (asal-usul bahasa) ideologi berarti ilmu tentang
gagasan-gagasan atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide. Ada pula yang
menyatakan ideologi sebagai seperangkat gagasan dasar tentang kehidupan dan
masyarakat, misalnya pendapat yang bersifat agama ataupun politik.
Selain makna etimologis, ideologi dapat
dikatakan mengacu pada apa yang orang pikir dan percaya mengenai masyarakat,
kekuasaan, hak, tujuan kelompok, yang kesemuanya menentukan jenis tindakan
mereka. Ideologi berpengaruh terhadap tindakan politik tertentu. Apa yang orang
pikir dan percaya mengenai masyarakat ini dapat berkisar pada bidang ekonomi,
politik, sosial, dan filosofis.[2]
Terry Eagleton dalam bukunya Ideology: An
Introduction merangkum pengertian-pengertian ideologi yang biasa digunakan para
penulis politik sebagai berikut.
v
Proses penggunaan alat produksi yang dimaknai sebagai
simbol dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial
v
seperangkat
gagasan yang mencirikan kelompok atau kelas sosial tertentu;
v
gagasan yang digunakan untuk melegitimasi kekuasaan
politik dominan;
v
kesadaran palsu yang digunakan untuk melegitimasi
kekuasaan politik dominan;
v
komunikasi yang didistorsikan secara sistematis;
v
sesuatu yang menawarkan posisi tertentu bagi seseorang;
v
bentuk pemikiran yang muncul akibat adanya kepentingan
sosial;
v
berpikir secara identitas;
v
ilusi yang penting secara sosial;
v
pertemuan antara wacana dengan kekuasaan;
v
suatu medium dalam mana para pelaku sosial memahami
keberadaan mereka;
v
seperangkat kepercayaan yang diorientasikan kepada
tindakan;
v
suatu proses dengan mana kehidupan sosial dikonversikan
ke dalam kenyataan alamiah.
Selain Terry Eagleton, penulis lain seperti Helmut Dahm
menjelaskan 3 pengertian ideologi yaitu:
v
ekspresi dari pemikiran yang dogmatis (refleksi atas
kenyataan yang telah didistorsikan);
v
doktrin tentang pandangan dunia (misalnya ideologi
proletariat); dan
v
sebagai ilmu pengetahuan (misalnya sosialisme ilmiah).
B. Macam-macam Ideologi Politik
Ideologi yang bermunculan cukup banyak, dan
ini diakibatkan bervariasinya kenyataan dan individu yang menerjemahkannya ke
dalam ideologi yang dicetuskannya. Adapun macam-macam ideologi politik sebagai
berikut : [3]
a. Kapitalisme
Secara bahasa, kapitalisme adalah paham
tentang kapital (modal). Jika dikembangkan lebih lanjut, maka Kapitalisme
berarti paham ekonomi yang didasarkan pada penginvestasian uang dalam rangka
menghasilkan uang. Kapital tidak harus berupa uang, tetapi aset-aset lain
(misalnya tanah, bangunan, kendaraan) yang bisa diinvestasikan untuk
menghasilkan uang. Uang yang dihasilkan dari investasi tersebut kembali
digunakan untuk investasi untuk menghasilkan uang. Kapitalisme terdiri atas 3
varian, yaitu Kapitalisme Pedagang, Kapitalisme Produksi, dan Kapitalisme
Finansial.
b. Sosialisme
Sosialisme tumbuh sebagai kritik atas Kapitalisme, khusnya Kapitalisme
Produksi. Menurut Michael Newmann, Sosialisme adalah ideologi yang minimal
ditandai oleh :
·
komitmennya untuk menciptakan masyarakat yang egalitarian
(sama);
·
Seperangkat
kepercayaan bahwa orang bisa membangun sistem egalitarian alternatif yang
didasarkan pada nilai-nilai solidaritas dan kerjasama;
·
pandangan yang optimistik yang memandang manusia dan
kemampuannya dapat bekerja sama antara satu dengan lainnya, dan
·
keyakinan bahwa
adalah mungkin untuk membuat perubahan secara nyata di dunia ini melalui
agen-agen yang terdiri atas mereka-mereka yang sadar.
c. Liberalisme
Liberalisme
berkembang sejalan dengan Kapitalisme. Perbedaannya, Kapitalisme berdasarkan
determinisme Ekonomi, sementara Liberalisme tidak semata didasarkan pada
ekonomi melainkan juga filsafat, agama, dan kemanusiaan. J. Salwyn Schapiro
menyatakan bahwa Liberalisme adalah perilaku berpikir terhadap masalah hidup
dan kehidupan yang menekankan pada nilai-nilai kemerdekaan individu, minoritas,
dan bangsa.
Lebih lanjut, Schapiro menjelaskan serangkaian
prinsip dari Liberalisme yaitu :
· keyakinan mengenai pentingnya kemerdekaan
untuk mencapai setiap tujuan yang diharapkan;
· semua
manusia memiliki hak-hak yang sama di depan hukum yang dimaksudkan bagi
kemerdekaan sipil;
· tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah mempertahankan kebebasan, persamaan, dan
keaman dari semua warga negara;
· adanya kebebasan berpikir dan berekspresi;
· liberalisme yakin akan adanya kebenaran yang
obyektif, bisa ditemukan melalui kegiatan berpikir menurut metode riset,
eksperimen, dan verifikasi;
· agama
merupakan hal yang harus ditoleransi;
· liberalisme berpandangan dinamis mengenai
dunia, dan;
· kaum
liberal adalah mereka yang idealis (hendak mencapai tujuan) melalui
praktek-praktek yang dipertimbangkan.
d. Neoliberalisme
Pada perkembangannya, ideologi Liberalisme
terpecah. Satu lebih mendekati Sosialisme, dan lainnya mendekati kapitalisme
(ekonomi). Neoliberalisme adalah pecahan ideologi Liberalisme yang mendekati
kapitalisme, sementara yang mendekati sosialisme disebut sebagai New Liberalism
(Liberalisme Baru). Ideologi Neoliberalisme ini yang dituding menunggangi aksi
militer Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Neoliberalisme adalah cara pandang kebijakan yang menekankan pada kebutuhan
untuk adanya kompetisi pasar yang bebas (free market competition). Liberalisme
sekaligus merupakan ideologi (seperangkat gagasan yang terorganisir) dan
praktek (seperangkat kebijakan).
e. Fundamentalisme
Jika sosialisme, liberalisme, kapitalisme, dan
neoliberalisme menekankan pada aspek pemikiran sekular, maka fundamentalisme
menekankan pada aspek non-sekular. Kerap kali fundamentalisme tidak saja
terjadi di dalam kelompok Islam melainkan juga di kelompok-kelompok Kristen dan
Yahudi.
Fundamentalisme dari kelompok agama muncul
akibat semakin duniawinya
pola hidup masyarakat, kegagalan kapitalisme dan
liberalisme dalam menciptakan keadilan sosial, dan ancaman-ancaman modernisasi
yang semakin mendesak kehidupan beragama.
f. Pengaruhi Ideologi Partai Terhadap Eksistensi
Partai Politik
Upaya pencarian bentuk pemerintahan Indonesia
sejak proklamasi dikumandangkan, terus mengalami perubahan, meski coba
dijalankan dalam kerangka demokrasi. Namun, rakyat yang sejatinya menjadi
pemain sentral dalam sistem demokrasi, sejak dulu kerap kali hanya dimanfaatkan
sebagai objek dagangan, tak mampu berdaya sebagai subjek penting.
Di dalam masyarakat yang prural seperti
Indonesia, cita-cita itupun makin sulit diraih. Menyadari heterogenitas dalam
masyarakat, Mac Iver dalam The Modern State menilai, perlunya perwakilan rakyat
dalam pemerintahan yang dipilih dalam mekanisme pemilihan umum.
Hingga akhirnya, peranan partai politik
(parpol) menjadi strategis sebagai kendaraan politik bagi mereka yang ingin
masuk ke dalam lingkaran kekuasaan negara. Jauh melihat ke belakang, pruralisme
dalam masyarakat juga lah yang kemudian membuat Maklumat Wakil Presiden Nomor
X, 3 November 1945 keluar sebagai momentum baru pasca-kemerdekaan. Keputusan
ini menjadi awal penanda digunakannya sistem multipartai dalam demokrasi
indonesia.
Keran demokrasi dibuka seluas-luasnya. Maka
dari itu, warga negara bisa mendirikan partai untuk dapat berkontestasi dalam
pemilu yang menjadi sarana konstitusional menyalurkan hak politik. Ironisnya,
kebebasan yang ditawarkan dalam sistem multipartai dulu, justru membuat
stabilitas politik saat itu menjadi sangat rapuh.
Masalahnya, pada umumnya, tiap parpol memiliki
ikatan primordial serta landasan ideologi yang kuat sebagai dasar perjuangan
mereka. Setidaknya menurut Mochtar Pabottingi, penulis buku Menggugat Pemilihan
Umum Orde Baru, terdapat empat ideologi yang berkembang di awal demokrasi dulu,
yaitu nasionalis, Islam, komunis, dan Nasrani.
Bahkan jika mengacu pada sistem kepartaian ala
Giovani Sartori, penulis buku Democratic Theory, corak kepartaian Indonesia
saat itu bisa tergolong ke arah pluralisme ekstrim. Pasalnya meski masih ada
yang saling bersinggungan, partai yang dominan justru memiliki ideologi yang
sangat bertolak belakang dengan partai lainnya. Seperti antara partai
berideologi Islam dan partai beraliran komunis atau sekuler.[4]
Meski kontestasi politik dulu tak jauh berbeda
dengan sekarang, memang ada sedikit perbedaan yang terasa. Dulu, pelibatan uang
dalam politik demi meraih suara, masih sangat minim, jika tidak bisa dibilang
nihil.
Pertentangan ideologi antarparpol, kian sengit
untuk memperebutkan kekuasaan dalam pemerintahan. Apalagi waktu itu sistem
parlementer memberi kewenangan DPR untuk dengan mudahnya mengeluarkan mosi
tidak percaya kepada pemerintah. Akibatnya dalam 10 awal tahun kemerdekaan
Indonesa, setidaknya terjadi 5 kali bongkar pasang kabinet pemerintahan.
[2] Muhadam
Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia: Teori Konsep dan Isu Strategis, (Jakarta: Rajawali Pres, 2015),
Hal. 13-14
[3] http:/ideologi politik com/ macam-macam ideologi partai politik/,
Diakses 27 September 2018, jam 13:45.
[4]File
Eksistensi%20Partai%20Politik%20dan%20Demokrasi%20Penuh%20Intrik%20-%20Validnews.co.htm.Diakses
28 September 2018.jam 14:50.