PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Undang-Undang
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari
perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa ‘’ ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan
undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.’’ Namun,ruang lingkup
materi muatan Undang-Undangtetapi mencakup pula peraturan Perundang-undangan
lainnya, selain Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang-Undang
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran
bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai Negara hukum, segala aspek
kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, Kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
pemerintah harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan system hukum
nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia
dengan semua elemennya yang saling menjunjung satu dengan yang lain dalam
rangka mengantisipasi dan mengatasi prmasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara umum dapat
dikemukakan adanya empat kemungkinan faktor yang menyebabkan norma hukum dalam Undang-undang
atau peraturan perundang-undangan dikatakan berlaku .[1]
Peraturan
perundang-udangan dalam konteks Negara Indonesia, adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat
secara umum. Hirarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berikut adalah hirarki Peraturan Perundang-undangandi Indonesia menurut UU
No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
1. UUD
1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan Perundang-undangan. UUD 1945
ditempatkan dalam Lembaga Negara Republik Indonesi.
2. Ketetapan
MPR
3. Undang-Undang
(UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu)
4. Peraturan
Pemerintah (PP)
5. Peraturan
Presiden (Perpres)
6. Peraturan
Daerah (Perda)
Dari
Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana
hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Derah. Peratura Daerah
(Perda) adalah Instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan pemerintah
di daerah.
Kedudukam
dan fungsi perda berbeda antara yang satu dengan yang yang lainnya sejalan
dengan system ketatanegaraan yang termuat dalam UUD/Konstitusi dan materi
muatan yang disebabkan karena luas sempitnya urusan yang ada pada pemerintah
daerah
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah
ini lebih menitikberatkan kepada
permasalahan bagaimana proses pembentukan Peratyran Daerah (Perda) yang baik?
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Peraturan Daerah
Sesuai dengan ketentuan
Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Definisi lain tentang
Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah1 adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda), Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/
Kabupaten/ kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri
khas masing-masing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/ Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/ Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.[2]
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/ Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/ Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.[2]
Program penyusunan
Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak
terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada berbagai jenis
Perda yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara
lain:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Tata Ruang Wilayah Daerah;
d. APBD;
e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah;
f. Perangkat Daerah;
g. Pemerintahan Desa;
h. Pengaturan umum lainnya.
2.
PEMBENTUKAN
PERDA YANG BAIK
1) Asas
Pembentukan Perda
Pembentukan Perda yang baik harus
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan sebagai berikut:
a. kejelasan
tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum
bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. kesesuaian
antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d. dapat
dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus
memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. kedayagunaan
dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang undangan dibuat karena
memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
f. kejelasan
rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan,
yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan
perundang-undangan.
2) Proses
Penyusunan Perda
Dalam rangka tertib administrasi dan
peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur
penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam
pembentukanPerda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara
lainpengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda,
pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda
secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudahdipahami,
disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.[3]
Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian
kegiatan penyusunanproduk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan
penetapannya. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Proses
penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di
lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul
inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives
draft), naskah akademik (academic draft) dan naskah rancangan Perda (legal
draft).
b. Proses
mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
c. Proses
pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
Ketiga proses pembentukan Perda tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Proses
Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD. Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20
ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan
berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan
usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang
kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda.
2. Proses
Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah. Dalam proses penyiapan
Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah bisa dilihat dalam Keputusan Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan
Produk Hukum Daerah yang telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang
ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006.
3. Proses
Mendapatkan Persetujuan DPRD. Pembahasan Raperda di DPRD baik atas inisiatif
Pemerintah Daerah maupun atas inisiatif DPRD, dilakukan oleh DPRD bersama
Gubernur/Bupati/ Walikota, Pemda membentuk Tim Asistensi dengan Sekretaris
Daerah berada di Biro/Bagian Hukum. Tetapi biasanya pembahasan dilakukan
melalui beberapa tingkatan pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan ini
dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
panitia khusus dan diputuskan dalam rapat paripurna.
4. Proses
Pengesahan dan Pengundangan Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir
di DPRD telah selesai dan disetujui oleh DPRD, Raperda akan dikirim oleh
Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini
Biro/ Bagian Hukum untuk mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda tersebut
dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum. Kepala Biro/Bagian Hukum akan melakukan
autentifikasi. Kepala Daerah mengesahkan dengan menandatangani Perda tersebut
untuk diundangkan oleh Sekretaris Daerah.
Peraturan Daerah
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersam Kepala Daerah (gubernur atau bupati/Walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh matari muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembuatan, dan penampuang kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi .[4] peraturan daerah terdiri atas :
·
Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku
di provinsi tersebut . Peraturan daerah provinsi dibentuk oleh DPRD provinsi
dengan persetujuaan bersama gubernur.
·
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang
berlaku di Kabupaten/Kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk
oleh DPRD Kabupaten /Kota dengan ppersetujaan bersama Bupati/Walikota.
Adapun jenis
peraturan daerah yang dibentuk , maka rancangan
perda tersebut harus jelas mendidkripsikan tentang penataan wewenang
bagi lembaga pelaksana dan penataan perilaku bagi masyarakat yang harsus
mematuhinya. Secara sederhana haraus dapat dijelaskan : siapa lembaga pelaksana
aturan, kewenangan apa yang diberikan kepadanya, perlu tidaknya dipisahkan
antara oragan pelaksana peraturan dengan organ yang menetapkan sanksi atas
ketidak patuhan, persyaratan apa yang mengikat lembaga pelaksana, kemudian apa
sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan
wewenang.
Misalnya
wewenang mendatangkan ijin ada pada Bupati, tetapi lembaga yang memproses
adalah Dinas ,atau kepala Dinas berwenang mmengeluarkan ijin atas nama Bupati.
Penataan jenis perilaku akan menghasilkan , perda tentang larangan atau ijin
perda tentang kewajibawan hal tertentu atau dispensasi . kemudian pembahasan
raperda di DPRD dilakuakan oleh DPRD bersama gubernur atau Bupati/Walikota
.pembahasan tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan,dalam rapat komisi/panitia/alat
kelengkapan DPRD yang khusud mengenai legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Pengesahan
Perjalanan akhir
dari perancangan sebuah draf perda adalah tahap pengesahan yang dilakukan dalan
bentuk penandatangan naskah oleh pihak pemerintah daerah dengan DPRD.[5]
Asas Pembentukan Perda
Pembentukan
Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perunndang-undangan sebagai berikut:
a. kejelsan
tujuan, yaitu bahwa setiap bentuk peraturan perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai .
b. Kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembbaga/pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal emi hukum bila
dinuat oleh lembaga /pejabat yang tidak berwenang
c. Kesesuaian
anatara jenis dan materi muatan,yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatn yang tepat dengan jenis peraturan
perundang-undangan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peraturan Daerah
(perda) menjadi peraturan perundang-undangan terbawah dalam hirarki
perundan-undangan yang diataur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kemudian mekanisme perancangan dan
proses pembentukan suatu peraturandaerah dimulai dengan dibuatnya rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) Rancangan Peraturan Daerah tersebut dapat berasal
dari DPRD atau kepala daerah (gubernur,bupati,atau walikota).
DAFTAR
PUSTAKA
Aasshiddiqe,
Jimly,Pengantar Iimu Hukum Tata Negara
(jilid 1), Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkama Konstitusi
RI,2006.
Boko,
Ronny Sautma Hotma, Pengantar
Undang-Undang Republik Indonesia, Bandung: Citra adtya Bhakti , 1999.
Armen
Yasir, S.H.,M.hum, Hukum
Perundang-undangan,Bandarlampung Universitas lampung, 2007
Prof.
Dr. Yuliandri, S.H.,M.H, Asas-asas Pembntukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik, Jakarta: Raja Grafindo Persa, 2011
[1]Aasshiddiqe,
Jimly,Pengantar Iimu Hukum Tata Negara
(jilid 1), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkama
Konstitusi RI,2006). Hal. 70
[2]Boko,
Ronny Sautma Hotma, Pengantar
Undang-Undang Republik Indonesia, (Bandung: Citra adtya Bhakti , 1999).
Hal.100
[3]Ibid. Hal.108
[4]Armen
Yasir, , Hukum Perundang-undangan, (Bandarlampung
Universitas lampung, 2007), Hal.90
[5]Yuliandri,
Asas-asas Pembntukan Peraturan
Perundang-undangan yang Baik,(Jakarta: Raja Grafindo Persa, 2011), Hal.78