BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyusunan Naskah Akademik dalam
Perundang-undangan
Penyusunan adalah proses atau cara, yang
dimaksud dalah hal ini adalah penyusunan suatu naskah akademik sebagai salah
satu syarat dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.Naskah
akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
konsepsi yang berisi latar belakang , tujuan penyusunan, sasaran yang ingin
diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan suatu Rancangan
Undang-Undang.[1]
Naskah
akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyusunan sebuah
rancangan peraturan perundang-undangan. Selama ini naskah akademik sering
kurang diperhatikan, sehingga sekalipun sudah di arahkan bahwa setiap peraturan
perundang-undangan terutama Undang-Undang dan Perda harus disertai naskah
akademik. Dalam praktiknya, naskah akademik sering dijadikan sebagai landasan
dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
merupakan sebuah sistem, karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa/tahapan
yang terjalin dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dan
lainnya. Tahapan tersebut yaitu tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap
pembahasan, tahap pengesahan, tahap pengundangan, dan tahap penyebarluasan.[2]
Pengertian NA dapat juga diatur dalam Pasal 1
angka (15) Permendagri Nomor 53 Tahun 2011, berbunyi:
“Naskah Akademik adalah naskah hasil
penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Perda Provinsi atau Perda
Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat”.
Secara normatif, tidak ada keharusan bahwa
persiapan rancangan peraturan perundang-undangan harus disertai dengan Naskah
Akademik. Misalnya, Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden (Perpres No 68/2005) hanya menyatakan bahwa pemrakarsa dalam
menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi
yang akan diatur dalam RUU.
Kemudian, penyusunan Naskah Akademik dilakukan
oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan
kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk
itu. Naskah Akademik sekurang-kurangnya memuat dasar filosofis, sosiologis,
yuridis tentang pokok dan lingkup materi yang akan diatur. judkan dan lingkup,
jangkauan, objek, atau arah pengaturan suatu Rancangan Undang-Undang.
Berdasarkan hal tersebut, maka semestinya
naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan
hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam
suatu rancangan peraturan perundang-undangan sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan adanya naskah akademik RUU
atau Raperda, sebuah RUU atau Raperda dapat terhindar dari penyusunan yang
“asal jadi” atau tidak jelas konsepsinya.
.
B. Dasar Hukum Naskah Akademik
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengharuskan mengenai adanya
naskah akademik dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan tentang adanya naskah akademik dalam rancangan peraturan daerah dapat
dilihat dalam Pasal 56 ayat (2) yang
menentukan bahwa rancangan peraturan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah
Akademik.
Dasar hukum pembentukan Naskah Akademik yaitu Pasal 57 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 ditentukan bahwa :[3]
1. Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.
2. Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah
Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pentingnya Naskah Akademik sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum. Pembentukan peraturan daerah yang
baik diakomodir dalam Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 19 Permendagri No. 53 Tahun
20011, secara lengkap sebagai berikut:
v Pasal 15
Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat
pengaturan berbentuk Perda atau nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a dilakukan berdasarkan Prolegda.
Paragraf 1
Persiapan Penyusunan Perda di Lingkungan Pemerintah Daerah
v Pasal 17
1) Pimpinan SKPD menyusun Rancangan Perda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disertai naskah akademik dan/atau
penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang
diatur.
2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan kepada biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.
v Pasal 19
1) Rancangan Perda yang disertai naskah akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah melalui pengkajian dan
penyelarasan, yang terdiri atas: b.
latar belakang dan tujuan penyusunan; c.
sasaran yang akan diwujudkan; d. pokok
pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan e. jangkauan dan arah pengaturan.
2) Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dengan sistematika sebagai berikut:
1. Judul
2. Kata pengantar
3. Daftar isis terdiri dari:
a) BAB I
: Pendahuluan
b) BAB II :
Kajian teoritis dan praktik empiris
c) BAB III :
Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan yang terkait
d) BAB IV : Landasan filosofis, sosiologis dan
yuridis
e) BAB V : Jangkauan, arah pengaturan dan ruang
lingkup materi muatan perda
f) BAB VI : Penutup
Berdasarkan ketentuan di atas, naskah akademik
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyusunan sebuah rancangan
peraturan perundang-undangan. Selama ini naskah akademik sering kurang
diperhatikan, sehingga sekalipun sudah di arahkan bahwa setiap peraturan
perundang-undangan terutama Undang-Undang dan Perda harus disertai naskah
akademik. Dalam praktiknya, naskah akademik sering dijadikan sebagai landasan
dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.
C. Proses Penyusunan Naskah Akademik
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, agar dapat menghasilkan perda yang demikian
maka NA sebagai landasan, pondasi dan kajian ilmiah terhadap materi Raperda
harus baik dan berkualitas pula. Dapat diperkirakan jika NA sebagai landasan,
pondasi dan kajian ilmiah terhadap materi Raperda ternyata tidak baik dan
berkualitas, tentunya NA yang demikian akan berpengaruh terhadap kualitas
Raperda dan perda yang dihasilkan. Oleh
karenanya penting untuk diketahui upaya-upaya atau kriteria NA yang baik dan
berkualitas tersebut. Pada bagian ini akan diuraikan kriteria atau persyaratan penyusunan
NA dapat digolongkan sebagai NA yang baik dan berkualitas. Penyusunan NA yang
baik dan berkualitas adalah penyusunan NA yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan teori pembentukan peraturan perundang-undangan.24 Frasa[4]
“sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
memiliki 2 (dua) makna, yaitu (1) materi
muatan dan format NA sesuai dengan
maksud dan tujuan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan[5]
(selanjutnya disebut syarat materiil NA); (2) prosedur, tatacara penyusunan NA
dan penggunaan NA sesuai dengan yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (selanjutnya disebut syarat
formal NA). Dengan berpijak dari makna
frasa “sesuai dengan peraturan perundang-undangan” maka NA yang baik adalah NA yang memenuhi syarat
materiil dan formil penyusunan NA. Syarat tersebut berkaitan erat dengan
peraturan perundang-undangan dan teori pembentukan peraturan
perundang-undangan.
a) Syarat Materiil Naskah Akademik.
sesungguhnya
syarat materiil NA dimuat pada Lampiran
I UU PPP dan Lampiran II Permendagri Nomor 53 Tahun 2011. Mengacu pada kedua
peraturan tersebut maka syarat materiil
bertalian dengan materi muatan dan format NA. Untuk dapat dikatakan baik,
materi muatan NA sedikitnya memuat:
1. Permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan
tersebut. Permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Raperda
sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
2. Pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Raperda.
3. Sasaran
yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
dalam Raperda.
4. Kajian
teoritis (asas dan prinsip yang terkait dengan penyusunan norma) dan praktik
empiris (kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat dan kajian terhadap implikasi penerapan
sistem baru yang akan diatur dalam UU atau perda terhadap aspek kehidupan
masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.
b) Syarat formal
Naskah Akademik.
Syarat formal
tidak hanya berfokus pada teknik atau tatacara penyusunan NA semata, melainkan meliputi pula prosedur penyusunan dan penggunaan
NA dalam satu rangkaian kegiatan pembentukan perda hingga perda tersebut
disahkan. Oleh karena itu, membagi syarat
formal dibagi menjadi:
1) Syarat formal
penyusunan berkaitan dengan aspek
penunjang untuk menyusun NA, yang meliputi 2 (dua) aspek pokok, yaitu:
1. waktu yang tepat atau ideal untuk menyusun NA;
(b) tim penyusun.
2. Syarat formal penggunaan berkaitan dengan
bagaimana mempergunakan NA yang telah
disusun tadi dalam proses pembentukan perda. Untuk mendapatkan gambaran tentang
waktu yang tepat atau ideal untuk menyusun NA maka perlu diketahui dahulu tahapan-tahapan
pembentukan perda menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini menjadi penting
mengingat penyusunan NA berada pada salah satu tahapan-tahapan penyusunan perda.
Syarat-syarat Penyusunan Naskah Akademik yang baik dan benar [6]
Syarat penyusunan naskah akademik
·
Materil
o
Materi muatan naskah akademik
o
Format naskah akademik
·
Formil
o
Penyusunan naskah akademik
ü
Waktu penyusunan naskah akademik
ü
Tim penyusunan naskah akademik
o
Penggunaan naskahk akademik
D. Sistematika Naskah Akademik
Di samping itu UU PPP dan Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 juga mengatur
secara komprehensif berbagai aspek penyusunan NA, salah satunya sistematika NA.
Adapun sistematika NA sebagai berikut:[7]
Judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Kajian teoritis dan praktek empiris
BAB III : Evaluasi dan analisis peraturan
perundang-undangan terkait
BAB IV : Landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis
BAB VI : Jangkauan, arah pengaturan, dan ruang
lingkup materi muatan undang-undang,
peraturan daerah kabupaten/kota.
BAB VI : Penutup
Daftar pustaka
Lampiran : Rancangan peraturan
perundang-undangan
Adapun Uraian singkat setiap bagian antara
lain :
1. Bab I Pendahuluan
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran
yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan
naskah akademik, serta metode penelitian.
2. Bab II Kajian Teoritis Dan Praktek Empiris
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang
bersifat teoritis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi
sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu
Undang-Undang Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
3. Bab III
Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan
perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan
undang-undang dan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan perundangundangan
lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari Peraturan
Perundangundangan yang ada, termasuk Peraturan Perundangundangan yang dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan Perundang-undangan yang masih
tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan UndangUndang atau Peraturan
Daerah yang baru.
4. Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan
Yuridis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau
alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
berbagai aspek. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum
atau mengisi kekosongan hukum guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
5. Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang
Lingkup Materi Muatan Undangundang, Peraturan Daerah Provinsi, Atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
Naskah
Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan dibentuk. Dalam bab ini, sebelum
menguaraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan
diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Ruang lingkup materi pada dasarnya
mencakup: ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah
dan frasa, materi yang akan diatur, ketentuan sanksi, dan ketentuan peralihan.
6. Bab IV Penutup
Bab
penutup ini terdiri atas subbab simpulan dan saran.
7. Daftar Pustaka
Daftar
pustaka memuat buku, Peraturan perundang-undangan dan jurnal yang menjadi
sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.
8. Lampiran
Rancangan Peraturan Perundang-undangan
[1] Pasal 1 angka
7 Perpres Nomor 68 Tahun 2005
[2] Jimly
Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang,
Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 225.
[3] Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal
Undang-Undang di Indonesia, Sekretariat
Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm 320
[4] M. Roken Fadly
MK, Sifat Hukum dan Implementasi Penyusunan Naskah Akademis berdasarkan Sistem Perundang-Undangan di
Indonesia, Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 2013, hlm. 37-38.
[5] Peraturan
Perundang-undangan yang dimaksud di sini
khususnya yaitu UU PPP dan Permendagri Nomor 53 tahun 2011.