Menurut Ferdy Pantar (2009) dalam
blognya, penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan konseling,
selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga
harus memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan,
sedangkan pengingkarannya dapat menghambat atau bahkan menggagalkan
pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan
dan konseling.
Ferdy Pantar dan Wawan Junaedi yang
dalam blognya menguraikan secara panjang lebar tentang asas-asas tersebut.
1.
Asas kerahasiaan
Asas yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu
data dan keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain.
Dalam hal ini guru pembimbing (konselor)
berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2.
Asas kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan siswa (klien) mengikuti/ menjalani layanan/ kegiatan yang
diperuntukkan baginya.guru pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3.
Asas keterbukaan
Asas yang mengehndaki agar klien yang
menjadi sasaran layanan/ kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik
dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Konselor berkewajiban mengembangkan keterbukaan klien. Agar klien mau terbuka,
konselor terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.Asas
keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.
4.
Asas kegiatan
Asas yang menghendaki agar klien yang
menjadi sasran layanan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan/
kegiatan bimbingan.konselor harus mendorong dan memotivasi klien untuk aktif
dalam setiap layanan/ kegiatan.
5.
Asas kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum
bimbingan dan konseling yaitu klien sebagai sasaran layanan/ kegiatan bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan
cirri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Konselor hendak mampu mengarahkan
segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian klien.
6.
Asas kekinian
Asas yang menghendaki agar objek
layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi klien adalah
dalam kondisi sekarang. adapun kondisi masa lampau dan masa depan dilihat
sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan dipebuat klien
pada saat sekarang.
7.
Asas kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton,
dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.
Asas keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan bimbingan konseling , baik yang dilakukan konselor, saling
menunjang, harmonis, dan terpadu. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan
berbagai pihak yang terkait dengan
bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilakssanakan
sebaik-baiknya.
9.
Asas kenormatifan
Asas yang menghendaki agar seluruh
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik
norma agama, hokum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, layanan/ kegiatan
bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan klien dalam
memahami, mengahayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10.
Asas keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling lainnya hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar ahli dalam
bimbingan dan konseling. Profesionalitas konselor harus terwujud, baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun
dalam penegakan kode etikbimbingan dan konseling.
11.
Asas alih tangan kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan tuntas atas suatu permasalahan klien dapat mengalihtangankan kepada pihak
yang lebih ahli. Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya konselor dapat
mengalihkantangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten.
12.
Asas tut wuri handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan
dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada klien untuk maju. (Anas Salahudin : 2010 : 39-42)
ASAS-ASAS BIMBINGAN KONSELING ISLAM
Tohari Musnamar berpendapat bahwa
landasan untuk dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan konseling islami adalah
nilai-nilai yang digali dari sumber ajaran islam. Untuk itu, ia menawarkan
sepuluh asas, yakni : asas ketauhidan, ketaqwaan, akhlak al-karimah,
kebahagiaan dunia akhirat, cinta kasih, toleransi, kebahagiaan diri dan
kemaslahatan umum, keahlian, amanah, dan asas kearifan.
Asas-asas ini adalah prinsip-prinsip
yang dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan konseling islami. Namun, karena
penyelenggaraannya demikian kompleks dan kompleksitas manusia menjadi titik
tolaknya, maka asas-asas tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dengan
kemungkinan dapat berkembang lebih luas. Karena islam adalah agama sempurna
yang menjadi “way of life” dalam
menggapai kebahagiaan hidup dunia danakherat, maka maksud-maksud ilahi yang
termaktub dalam Al-qur’an dan hadis merupakan jawaban pasti terhadap seluruh
permasalahan kehidupan manusia.
Asas
dimaksudkan sebagai kaidah, ketentuan yang diterapkan serta dijadikan landasan
dan pedoman penyelenggaraan konseling islami, yakni:
1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan
akhirat
Bimbingan dan
konseling islami tujuan akhirnya adalah membantu klien atau konseli, yakni
orang yang di bimbing mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan
oleh setiap muslim.
Dan di antara mereka ada yang berdo'a:
ya Allah kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan
perihalah kami dari siksa api neraka." (Q. S. Al-Baqarah: 201) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
Kebahagiaan hidup
duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya
sementara. Kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebagiaan
akhirat merupakan kebahagiaan abadi, yang amat banyak. Kebahagiaan akhirat akan
tercapai, bagi semua manusia, jika dalam kehidupan dunianya juga"mengingat
allah".
Maka islam mengajarkan hidup dalam
keseimbangan, keselarasan dan keserasian aturan kehidupan keduniaan dan
keakhiratan.
Dan acrilah pada apa yang di anugrakan
Allah kepadamu 9kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaanmu dari (nikmat) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka bumi). Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (Al-Qur'an Digital: 2004)
2. Asas fitrah
Bimbingan dan
konseling islami merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal,
memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak dan tingkah laku dan
tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut.
Manusia menurut
islam, dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan
potensi bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama islam. Bimbingan
dann konselingmembantu klien konseli untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu,
atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakalah pernah 'tersesat', serta
menghayatinya sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagian hidup di
dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu.
Maka hadapilah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tetapi tidak ada perbuatan pada fitrah Allah,
(itulah agam ayng lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui). (Q. S. Ar-Rum: 30) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
3. Asas "Lillahi ta'ala"
Bimbingan dan
konseling islami di selenggarak semata-mata karena Allah. Bimbimbing melakukan
tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang di bimbingpun
menerima atau meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela, karena
semua pihat merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk
pengabdian kepada Allahsemata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai
makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.
Katakanlah: "Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam."
(Q. S. Al-An'am: 162). (Al-Qur'an Digital: 2004)
Padahal mereka tidak di suruh kecuali
supaya menyembah Allahdengan memurnika ketaatan kepada-Nya dalam (meenjalankan)
agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
dan demikian itulah agama yang lurus. (Q, S. Al-Bayyinah: 5) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
4. Asas bimbingan seumur hidup
Manusia hidup betapapun tidak akan ada
yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan
menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan
dan konseling islami diperlukan selamahayat masih dikandung badan.
Kesepanjanghayatan bimbingan dan
konseling ini, selain dilihat dari kenyataan hidup manusia, dapat pula dilihat
dari sudut pendidikan.
5. Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah
Manusia itu dalam hidupnya di dunia
merupakan satu kesatuan jasmaniah-rohaniah. Bimbingan dan konseling islami
memperlakukan klienya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandangnya
sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata.
6. Asas keseimbangan rohaniah
Dan sesungguhnya kamu jadikan untuk isi
neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
di pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak di pergunakannya untuk merndengar
(ayat-ayat Allah), mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q. S. Al-A'raf: 179) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
Orang di bimbing di ajak untuk
mengetahui apa-apa yang perlu di ketahuinya, kemudian memikirkan apa-apa yang
perlu di pikirkannya, sehingga memperoleh kenyakinan, tidak menerima begitu
saja, tetapi tidak juga menerima begitu saja. Orang yang di bimbing di ajak
untuk merealisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah
potensialnya tersebut, bukan cuma mengikuti hawa nafsu (perasaan dagkal)
semata.
7. Asas kemaujudan individu
Bimbingan dan
konseling islami berlangsung pada citra manusia menurut islam, memandang
seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri). Individu
mempunyai hak, mempunyai hak individu dari yang lainnya, dan mempunyai
kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental
potensial rohaniahnya.
Mengenai perbedaan individual antara
lain dapat di pahami dari ayat berikut:
Sesungguhnya kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran
(Q. S. Al-Qamar: 49) (Al-Qur;an Digital: 2004)
8. Asas sosialitas manusia
Manusia merupakan makhluk sosial. Dalam
bimbingan konseling islami, sosialitas manusia di akui dengan memperhatikan hak
individu (jadi bukan komunisme), hak individu juga di akui dalam batas tanggung
jawab sosial.
Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan
namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (periharah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q. S. An-Nisa': 1) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
9. Asas kekhalifahan manusia
Manusia, merupakan islam, diberi
kedudukan tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelolah
alam semesta (khalifatullah fil ard).
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yag ada pada diri merea sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang
menolakya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q. S. Ar-Ra'ad: 11) (Al-Qur'an
Digital: 2004)
Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan
yang benar).
(Q. S. Ar-Rum: 41) (Al-Qur'an Digital: 2004)
Kedudukan manusia
sebagai khalifah itu dalam keseimbangan dengan kedudukannya sebagai makhluk
Allah yang harus mengabdi pada-Nya.
10. Asas keselarasan dan keadilan
Islam menghendaki
keharmonisan, keselarasan, keseimbangan keserasian dalam segala segi. Dengan
kata lain, islam menghendaki manusia berlaku "adil" terhadap hak
dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta (hewan, dan tumbuhan) dan
juga hak Tuhan.
11. Asas pembinaan akhlaqul-karimah
Manusia menurut
pandangan islam, memiliki sifat-sifat yang baik (mulia), sekaligus mempunyai
sifat-sifat yang lemah, seperti telah di jelaskan dalam uraian mengenai cara
manusia. Bimbingan dan konseling islami membantu klien atau yang dibimbing
memelihara, mengembangkan, menyempurnaan sifat-sifat yang baik.
12. Asa kasih sayang
Setiap manusia memerlukan cinta kasih
dan kasih sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan
menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling islami dilakukan dengan
berlandaskan kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan
konseling akan berhsil.
13. Asas saling menghargai dan
menghormati
Dalam bimbingan dan
konseling islami kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau
klien pada dasarnya sama atau sejahtera, perbedaannya terletak pada fungsinya
saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan.
Pembimbing dipandang
diberi kehormatan yang dibimbing karena dirinya di anggap mampu memberikan
bantuan mengatasi kesulitannya atau untuk tidak mengatasi masalah, sementara
yang di bimbing di beri kehormatan atau atau di hargai oleh pembimbing dengan
cara yang bersangkutan bersedia mambantu atau membimbingnya. Prinsip saling
menghargai ini seperti yang di ajarkan Tuhan dalam kasus yang relatif sederhana
sebagai berikut:
Apabila kamu dihormati deengan asuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau
balaslah (dengan yang serupa). Sesunggunya Allah memperhitungkan segala
sesuatu. (Q.
S. An-Nisa': 86) (Al-Quran Digital: 2004)
14. Asas musyawarah
Bimbingan dan
konseling islami dilakukan dengan asa musyawarah, artinya antara
pembimbing/konselor dengan yang di bimbing/klien terjadi dialog yang baik, satu
sama lain tidak mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan
tertekan.
15. Asas keahlian
Bimbingan dan
konseling islami tidak dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki
kemampuan keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan
tehnik-tehnik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi
permasalahan (objek/ garapan) bimbingan dan konseling. (Faqih, Aunur Rahim :
2004 : 21-35)
16. Asas Ketauhidan
Layanan konseling islami harus
dilaksanakan atas dasar prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa (prinsip tauhid), dan
harus berangkat dari dasar ketauhidan menuju manusia yang mentauhidkan Allah
sesuai dengan hakikat islam sebagai agama tauhid. Seluruh prosesnya harus pula
berlangsung secara tauhidi sebagai awal dan akhir dari hidup manusia. Konseling
islami yang berupaya menghantar manusia untuk memahami dirinya dalam posisi
vertical (tauhid) dan horizontal (muamalah) akan gagal mendapat sarinya jika
tidak berorientasi pada keesaan Allah.
17. Asas Amaliah
Dalam proses konseling islami, konselor
dituntut untuk bersifat realistis, dengan pengertian sebelum memberikan bantuan
terlebih dahulu ia harus mencerminkan sosok figur yang memiliki keterpaduan
ilmu dan amal. Pemberian konselor kepada klien/konseli secara esensial
merupakan pantulan nuraninya yang telah lebih dahulun terkondisi secara baik.
18. Asas professional (keahlian)
Karena konseling islami merupakan
bidang pekerjaan dalam lingkup masalah keagamaan, maka islam menuntut
“keahlian” yang harus dimiliki oleh setiap konseloragar pelaksanaannya tidak
akan mengalami kegagalan. Keahlian dalam hal ini terutama berkenaan dengan
pemahaman permasalahan empiric, permasalahan psikis konseli yang harus dipahami
secara rasional ilmiah.
19.
Asas kerahasiaan
Proses konseling harus menyentuh self (jati diri) klien/konseli
bersangkutan, dan yang paling mengetahui keadaannya adalah dirinya sendiri.
Sedangkan problem psikisnya kerapkali dipandang sebagai suatu hal yang harus
dirahasiakan. Sementara ia tidak dapat menyeesaikannya secara mandiri, sehingga
ia memerlukan bantuan orang yamg lebih mampu. Dalam hal ini, ia menghadapi dua
problem, yakni problem sebelum proses konseling dan dan problem yang berkenaan
dengan penyelesaiannya. Pandangan konseli yang menganggap bahwa problem itu
merupakan aib, dapat menjadi penghambat pemanfaatan layanan konseling jika
kerahasiaannya dirasakan tidak terjamin. Justru itulah Dewa Ketut Sukardi
menekankan, bahwa konseling itu harus diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan
hasilnya dirahasiakan. (Saiful Akhyar Lubis : 2007 :
119-120)