BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Telah
dijelaskan, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 ( sebagaimana
diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999), dan sekarang diatur dalam pasal 16 ayat
(1) UU No. 4 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 14 tahun 1970. Tugas dan
kewenangan badan peradilan dibidang perdata adalah menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesaikan sangketa di antara para pihak yang beperkara.
Hal inilah yang terjadi tugas pokok
peradilan. Wewenang pengadilan menyelesaikan perkara diantara pihak yang
bersengketa, disebut yurisdiksi contending.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Surat Gugatan
Gugatan dalam bahasa hukum islam di sebut
‘ad-da’wa’’. kata ‘’ad-da’wa ini dipergunakan pula sebagai tuntutan pidana,
yakni da’wa perdata atau da’wa pidana tergantung dengan konsep kalimat.
Darwan prints mengartikan gugatan dengan suatu upaya
hulum atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk
melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita
oleh penggugat melalui putusan pengadilan.
Mardani mengartikan gugatan dengan suatu surat yang
diajukan oleh penggutat kepada ketua pengadilan agama yang berwenang,yang
membuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung sengketa dan merupakan dasar
landasan pemeriksa perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.[1]
B.
Pengertian
Permohonan
Permohonan
adalah suatu permohonan dari seseorang ataubeberapa orang pemohon kepada
ketuapengadilan yang berwenang untuk menetapkan suatu hal yang tidak mengandung
sengketa.
Prinsip
dalam surat permohonan adalah tidak mempunyai lawan, lain dengan surat gugatan.
surat permohonan dalam pengertian asli, supaya dibuat sesuai dengaan prinsip,
yaitu tidak ada lawan, itulah yang pokok. Dengan demikian identitas hanya pihak
pemohon saja, bagian positanya adallah tentang situasi hukum atau peristiwa
hukum yang dijadikan dasar terhadap apa yang dimohon oleh pemohon dalam bagian
petita.[2]
C.
Bentuk
Gugatan dan Permohonan
Bentuk
gugatan dan permohonan yaitu:
1. Gugatan
Tertulis
Gugatan
yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis. Hal ini ditegaskan dalam pasal 118 ayat (1) HIR
(pasal 142 RBG). Menurut pasal ini,gugatan perdata harus dimasukkan kepada PN
dengan surat permintaan yang di tanda tangani oleh penggugat atau kuasanya.
Surat gugatan dibuat haruslah bertanggal, menyebutkan dengan jelas nama
penggugat dan tergugat, tempat tinggal mereka, dan kalau perlu disebutkan juga
jabatan dan kedudukannya.
2. Gugatan
Lisan
Bentuk
gugatan lisan, diatur dalam pasal 120 HIR ( pasal 144 RBG) yang menegaskan :
Bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri,
yang mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya.
Dalam
praktek gugatan secara lisan ini jarang ditangani secara langsung oleh ketua
pengadilan tetapi ketua pengadilan menugaskan seseorang hakimuntuk mencatat
gugatan itu dan diformulasikan dalam bentuk tertulis.
Tata cara
pengajuan gugatan lisan:
a. Diajukan
dengan lisan
b. kepada
ketua PN, dan
c. menjelasakn
atau menerangkan isi dan maksud gugatan
d. Apabila
sudah sesuai dengan kehendak penggugat, maka surat gugat yang telah
diformulaiakn itu di tanda tangani oleh ketua/hakim yang ditunjuk oleh ketua
unruk menyusunformulasi gugatan itu.[3]
Isi Gugatan Dan
Permohonan
a. Identitas para pihak dan kedudukannya dalam perkara
meliputi nama, tempat tinggal, dan pekerjaan. Dalam praktek sering juga
dicantumkan agama, umur, status (kawin/belum kawin, janda/duda).
b. Posita
gugat adalah fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah
pihak. Ia merupakan dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan dari tuntutan. Posita terdiri dari dua bagian,
yakni bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa dan bagian yang menguraikan tentang hukum. Bagian ini
menguraikan tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis
dari tuntutan.
c. petitum
atau disebut juga tuntutan yaitu apa yang diminta atau yang diharapkan oleh
penggugat agar diputuskan oleh hakim. Petitum disebut juga dengan tuntutan
hukum yang diminta penggugat untuk dijatuhkan pengadilan kepada tergugat.
Dalam
praktek tuntutan dan petitum terdiri atas dua bagian yaitu tuntutan primer dan
tuntutan subside. Tuntutan primer antara lain:
1. menghukum
tergugat untuk menyarahkan tanah sengketa dalam keadaan baik dan kosong kepada
penggugat.
2. menyatakan
sah dan berharga sita jaminan atas tanah sengketa.
3. menyatakan
putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun timbul perlawanan, banding atau
kasasi.
4. menghukum
tergugat untuk membayar uang paksa` Pembayaran uang paksa ini hanya mungkin
terhadap perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugatyang tidak terdiri dari
pembayaran suatu jumlah uang, dan dikenakan setiap hari selama ia tidak
memenuhi isi putusan sejak putusan itu mempunyaikekuatan hukum tetap.
5. menghukum
tergugat untuk memberikan uang nafkah setiap bulan.
6. menghukum
tergugat untuk membayar perkara.
Tuntutan subside antara lain:
1. Jika
majlis hakim berpendapat lain mohon mmberikan putusan lain yang adil dan benar
2. Agar
hakim mengadili menurut keadilan yang benar
3. Mohon
putusan yang seadil-adilnya.
D.
Kelengkapan
Gugatan dan Permohonan
Sekalipun
surat gugatan atau permohonan sudah dibuat tetapi untuk mendaftarkan di
Pengadilan Agama tentunya harus dilengkapi dengan syarat-syarat lainnya:
1. Syarat
kelengkapan umum
syarat
kelengkapan umum dapat diterima didaftarkannya suatu perkaradi pengadilan
adalah sebagi berikut:
a. surat
gugatan atau surat permohonan tertulis atau daam hal butahuruf, catatan gugat
atau catatan permohonan
b. surat
keterangan kependudukan/ tempat tinggaldomisili bagi penggugatatau pemohon.
c. vorskot
biaya perkara kecuali bagi yang miskin dapat membawa suratketerangan miskin
dari lurah/ kepala desayanh disahkan sekurang-kurangnya oleh camat.
2. Syarat
kelengkapan khusus
Syarat
kelengkapan khusus ini tidaklah sama untuk semua kasus perkara, melainkan
tergantung kepada macam atau sifat dari perkara itu contohnya sebgai berikut:
a. Perkara
perkawinan harus melampirkan kutipan akta nikah, seperti perkara gugtan cerai,
permohonan untuk menceraikan istri dengan cerai talak dan sebagainya
b. Gugatan
pewaris harusdisertakan surat keterngan kematian pewaris.[4]
E.
Tempat
Mengajukan Gugatan / Permohonan
1. Gugatan
perceraian di ajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan
sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa ijin tergugat
2. Dalam
hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri gugatan perceraian diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
3. dalam
hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri maka gugtan di
ajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka
dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.[5]
F.
Surat
Jawaban
1. Pokok-pokok
surat jawaban:
a. Apabila
pada siding pengadilan kedua ternyata tidak dapat di capai suatu perdamaian
antara penggugat dengan tergugat, maka tergugat memberikan jawabannya lewat
hakim.
b. Kerangka
surat jawaban mengikat kerangka gugatan lawan`
c. Jawaban
tergugat dapat berbentuk menolak gugatan, membenarkan gugatan dan membenarkan
diri tergugat sendiri. Alasan penolakan harus di dukung oleh alasan-alasan yang
kuat.
d. Didalam
praktek, isi jawaban terdiri dari 3 hal:
a. Dalam
eksepsi.
b. Dalam
pokok perkara.
c. Permohonan
2. Jawaban
dalam eksepsi (tangkisan)
Salah
satu tangkisan dengan alasan formil dan atau ketentuan materil, sehingga
tergugat berhak mohon kepada majelis hakim agar gugatan dinyatakan tidak dapat
di terima.
Alasan-alasan eksepsi antara lain
sebagai berikut:
a. Gugatan
di ajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang.
b. Gugatan
salah orang, karena tidak ada hubungan hukum.
c. Penggugat
tidak berkualitas sebagai penggugat (tidak mempunyai hubungan hukum).
d. Tergugat
tidak lengkap.
e. Penggugat
telah member penundaan pembayaran.
3. Jawaban
dalam pokok perkara
Merupakan
bantahan terhadap dalil-dalil/fundamentum petendi yang di ajukan penggugat.
Untuk mempermudah penyusunan, maka sistematika penulisan menyesuaikan dengan
gugatan lawan.[6]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Gugatan dalam bahasa hukum islam di sebut
‘ad-da’wa’’. kata ‘’ad-da’wa ini dipergunakan pula sebagai tuntutan pidana,
yakni da’wa perdata atau da’wa pidana tergantung dengan konsep kalimat.
Permohonan adalah suatu permohonan dari seseorang
ataubeberapa orang pemohon kepada ketuapengadilan yang berwenang untuk
menetapkan suatu hal yang tidak mengandung sengketa.
Bentuk
gugatan dan permohonan yaitu:
1. Gugatan
Tertulis
2. Gugatan
Lisan
Sekalipun surat gugatan atau permohonan sudah dibuat
tetapi untuk mendaftarkan di Pengadilan Agama tentunya harus dilengkapi dengan
syarat-syarat lainnya:
1. Syarat
kelengkapan umum
2. Syarat
kelengkapan khusus
Daftar
Pustaka
Drs. M. Fauzan,
SH., MM, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007.
M. Yahya harahap
S.H, Hukum Acara Perdata, Jakarta:
Sinar Grafika, 2008.
Intekresiproduktif.blogspot.co.id/2004/06/makalah-teknik-penyusunan-gugatan-dan.html?m=1
WWW.academia.edu/7643466/teknik_penyusunan_surat_gugatan_dan_jawaban_lembaga_bantuan_hukum_federasi_serikat_pekerja_mental-In
[2] Ibid
[3] Yahya Harahap, Hukum Acara
Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 48-49
[4] Opcit, Intekresiproduktif,,,
[5] Fauzan, Pokok-pokok Hukum
Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 12
[6]www.academia.edu/7643466/teknik_menyusun_surat_gugatan_dan_jawaban_lembaga_bantuan_hukum_federasi_serikat_pekerja_metal_Indonesia_SURAT_GUGATAN.