Makalah Tentang KORELASI ANTARA MAQOMAT DENGAN AKHWAL



KORELASI ANTARA
MAQOMAT DENGAN AKHWAL

A.    Pendahuluan
Akhlak tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslimah yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan secara histories dan teologis akhlak tasauf tampil mengawal dan memandi perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat.
Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW, adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam al-Qur’an.
Dalam kesempatan ini saya sebagai penyusun makalah akan menguraikan secara singkat pembahasan tentang akhlak tasauf ini yang bertemakan, korelasi antara maqomat dengan akhwal, serta penjelasannya masing-masing.

B.     Pengertian Maqomat
Secara hafiah maqomat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang lurus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat Allah dalam bahasa Inggris maqomat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Tentang berapa jumlah tangga atau maqomat yang harus di tempuh oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan. Dikalangan para sufi tidak sama pendapatnya. Muhammad al-Kalabazy dalam kitabnya mengatakan bahwa maqomat jumlahnya ada sepuluh. Yaitu al-Taubat, al-Zuhud, al-Shabar, al-Faqh, al-Tawadlu, al-Taqwa, al-Ridla, al-Mahabbah dan al-Ma’rifah.
Sementara itu Abu Nasir al-Sarraj al-Tusi dalam kitab al-Luma menyebutkan jumlah maqomat hanya tujuh yaitu: al-Taubah, al-wara, al-Zuhud, al-Faqh, al-Tawakkal dan al-Ridla. Dalam pada itu Imam al-Qajali dalam kitabnya ihya ‘ulum al-Din mengatakan bahwa maqomat itu ada delapan yaitu: al-Taubah, al-Shabh, al-wara, al-Zuhud, al-Faqh, al-Tawakkal dan al-Ridl. Kholifah tersebut memperlihatkan keadaan variasi penyebutan maqomat yang berbeda-beda. Namun ada maqomat yanga oleh mereka sepakati yaitu: al-Taubah, al-wara, al-Zuhud, al-Faqh, al-Tawakkal dan al-Ridla. Penjelasan diatas masing-masing istilah tersebut dapat di kemukakan sebagai berikut.[1]
  1. Al-Zuhud
Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang berkeduniaan, sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan kehidupan kematerian.
  1. Al-Taubah
Al-taubah berasal dari bahasa Arab taba yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sunguh-sunguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut yang disertai melakukan amal kebaikan.
  1. Al-Wara
Secara  harfiah al-wara artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik.
  1. Kefakiran
Secara harfiah biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat butuh atau miskin. Sedangkan pada pandangan sufi fakih adalah tidak meminta lebih dari apa yang ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban.
  1. Sabar
Secara harfiah sabah berarti tabah hati. Menurut Zul al-Nun al-Mishry sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tentang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya dalam kefakiran dalam bidang ekonomi.
  1. Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri menurut Sahal dan Abdullah bahwa awalnya tawakkal adalah apabila seorang hamba dihadapan Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya tidak dapat bergerak dan bertindak. Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakal adalah perpengang teguh pada Allah.
Al-Qusyari lebih lanjut mengatakan bahwa tawakkal tempatnya di dalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan tidak mengubah tawakkal yang terdapat dalam hati itu. Hal ini terjadi setelah hambanya meyakini bahwa segala ketentuan hanya di dasarkan pada ketentuan mereka mengangap jika menghadapi kesulitan maka yang demikian itu sebenarnya takdir Allah.
Bertawakkal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dalam firmannya, Allah menyatakan:
@è% `©9 !$uZu;ÅÁムžwÎ) $tB |=tFŸ2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ
Artinya: dan hanyaa kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakkal (Q.S. at-Taubah: 51).

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rãä.øŒ$# |MyJ÷èÏR «!$# öNà6øn=tæ øŒÎ) §Nyd îPöqs% br& (#þqäÜÝ¡ö6tƒ öNä3øŠs9Î) óOßgtƒÏ÷ƒr& £#s3sù óOßgtƒÏ÷ƒr& öNà6Ztã ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 n?tãur «!$# È@©.uqtGuŠù=sù šcqãYÏB÷sßJø9$# ÇÊÊÈ
Artinya: Dan bertawakkalah kepada Allah dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal. (Q.S. al-Maidah: 11).[2]

  1. Kerelaan
Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan ridla berarti tidak berusaha, tidak menentang kada dan kadar Tuhan. Menerima kada dan kadar dengan hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira, merasa senang menerima malapetaka sebagai mana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka, tidak berusaha sebelum tubuhnya kada dan kadar tidak merasa pahit dan sakit sesudah tubuhnya kada dan kadar, malahan perasaan cinta bergelora di waktu turunya bala (cobaan yang berat).

C.    Tujuan Maqomat Kenaikan Rohani
Harun Nasution dalam bukunya falsafah dan misticisme dalam Islam mengatakan: buku-buku tasawaf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang sama tentang station-station (maqom-maqom ini) di sini akan diikuti pembagian dan susunan ­nasr al-Sarraj al-Tusi dalam bukunya kitab al-Luma’fit tashawwuf. Dalam buku ini diketengahkan adanya maqom secara urut yang masing-masingnya umum terdapat kitab-kitab lainya. Tujuan maqom itu adalah:
1.      Yaitu: Maqom taubah, maqom maqom wara, maqom zuhud, maqom fakir, maqom sabar, maqom tawakkal dan maqom ridho (Rela). Masing-masing dari ketujuh macam maqom ini disoroti dan diberi arti sesuai dengan cita penyucian hati secara sufi. Namun secara urut ketujuh maqom ini juga mengubah kepeningkatan secara tertib dari satu maqom ke maqom berikutnya. Pada puncaknya: yaitu menciptakan suasana hati yang netral yang memandang sepele terhadap dunia.
2.      Maqom wara: dalam risalah al-Qusyaihiyah banyak membahas tentang maqom wara beserta pandangan atau rumusan pada sufi tentang hal ini. Wara adalah meninggalkan segala hal yang subhat,                    yakni menjauhi atau meninggalkan segala hal belum jelas halal dan haramnya yakni laku (mujahadah) untuk hidup mencari yang halal (thalad al-halal) terus terjerumus dalam hal yang haram.oleh karena itu dia menjauhi pula setiap hal yang masih sama atau syubhat, belum jelas-jelas halalnya. Wara (jawa: wirangi) memang merupakan laku hidup para sahabat Nabi, Abu Bakar as-Shidiq misalnya mengatakan sebagai berikut.
Kami tinggalkan tujuh puluh pintu menuju halal taubatan takut jatuh pada satu pintu menuju haram.
3.      Maqom Zuhud: sesudah maqom wara di kuasai mereka baru berusaha menggapai maqom (station) diatasnya, yakni maqom zuhud beberapa dengan wara yang pada dasarnya merupakan laku yang menjauhi subhat dan setiap yang haram maka zuhud pada dasarnya adalah tamak atau tidak ingin dan tidak mengutamakan kesenangan dunia.
4.      Maqom kafir
5.      Maqom Sabar: dalam Islam mengendalikan diri untuk mengamalkan laku sabar merupakan tiang bagi akhlak mulia. Dalam al-Qura’an dinyatakan sabah merupakan laku yang terpuji dan merupakan pula perintah suci agama: misalnya firman Allah. (Q.S. al-Baqoroh: 177).
}§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
Artinya:  Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

6.      Maqom Tawakkal
Dalam syariat Islam diajarkan tawakkal dilakukan sesudah segala daya upada dan ikhtiyar dijalankannya. Jadi yang ditawakkalkan atau digantungkan pada rahmat pertolongan Allah adalah hasil usahanya sesudah segala ikhtiar di lakukannya yakni tawakkal dijadikan satu maqom yang diberi pengertian tasawuf secara khusus yang berbeda dan menyimpang dari ajaran tawakkal dalam agama.
7.      Setelah mencapai maqom tawakkal, mati hidup mereka bulat-bulat di serahkan pada pemeliharaan dan rahmat Allah meninggalkan dan membelakangi segala keinginan terhadap apa saja selain Tuhan, maka harus segera diikuti mata hatinya untuk mencapai maqom ridha. Maqom ridha adalah ajaran untuk menggapai dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan kenikmatan. Yakni sebagai mana dikatakan oleh imam al-Abhazali rela menerima apa saja segala yang telah dan sedang dialami itulah yang terbaik baginya. Tak ada yang terlebih baik selain apa yang telah dan sedang dialaminya.[3]

D.    Hal
Menurut Harun Nasution hal merupakan keadaan mental, seperti senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasanya di sebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf) rendah hati (al-tawadlu) patuh (al-taqwa) ikhlas (al-ikhlas) rasa berteman (al-uus) gembisa hati (al-wajd) berterima kasih (al-syukur).
Hal berlainan dengan maqom bukan diperoleh atas manusia, tetapi diperdapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqom, hal seperti sementara datang dan pergi, datang dan pergi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati tuhan.
Selain melaksanakan berbagai kegiatan dan usaha sebagai mana kita lihat diatas seorang sufi juga harus melakukan serangkaian kegiatan mental yang berat. Kegiatan mental tersebut seperti riyadah mujahadah, khalwat, uslah muhaqabah, suluk  dan sebagainya. Riyadah berarti latihan mental dengan melaksankan zikir tafakkur yang sebanyak-banyaknya serta melatih diri dengan berbagai sifat yang terdapat dalam maqom. Selanjutnya mujahadah berarti berusaha sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah. Selanjutnya khalwat berarti menyepi atau bersemedi dan uzlah berarti mengasingkan diri dari pengaruh keduniaan. Dan muraqabah berarti mendekatkan diri kepada Allah dan suluk berarti menjalankan cara hidup sebagai sufi dengan zikir.
Dalam pandangan kaum sufi keadaan mistis (hal) berarti kejadian tersembunyi yang dari alam yang lebih tinggi, kadang-kadang turun kejalan penempuh jalan sufi dating dan pergi sampai ketertarikan Ilahi membawanya dari tahap paling rendah menuju tahap paling tinggi. Kedudukan (maqom) bermakna tingkatan jalan yang ditempuh oleh sang penempuh jalan sufi, menjadi tempat berdiri baginya dan tidak merosot.[4]
Kaum sufi mengatakan hal adalah anugrah (mawhab) dan maqom adalah perelehan (kasb) tidak ada maqom yang tidak di masuki hal: dan tidak ada maqom yang tidak dimasuki hal: dan didak ada hal yang terpisah dari kesatuan dengan maqom. Tentang hal dan maqom sumber perselisihan adalah bahwa sebagian syaikh sufi menyebut ini hal, dan sebagian lagi maqom. Sebab semua seluruh maqom adalah hal dan akhirnya adalah maqom seperti taubat (tawbah) mawas diri (muhasabah) dan renungan disertai rasa takut (muraqabah) semula, masing-masing adalah sebuah hal yang mengalami perubahan dan penurunan dan ketika mendekati perolehan (kasb) ia menjadi maqom segenap hal di terangi oleh berbagai perolehan (makasib) dan segenap maqom oleh berbagai anugrah (mawahi).


E.     Kesimpulan
Dari uraian singkat yang telah di jabarkan dalam makalah ini, maka saya sebagai penyusun makalah dapat mengmbil kesimpulan bahwa korelasi antara maqomat dan ahwal, tersebut sangat berhubungan erat, dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Maqom yang telah diuraikan diatas memiliki tujuh bagian yaitu Maqom taubah, maqom maqom wara, maqom zuhud, maqom fakir, maqom sabar, maqom tawakkal dan maqom ridho (Rela). Masing-masing dari ketujuh macam maqom ini disoroti dan diberi arti sesuai dengan cita penyucian hati secara sufi.
Setelah mencapai maqom tawakkal, mati hidup mereka bulat-bulat di serahkan pada pemeliharaan dan rahmat Allah meninggalkan dan membelakangi segala keinginan terhadap apa saja selain Tuhan, maka harus segera diikuti mata hatinya untuk mencapai maqom ridha. Maqom ridha adalah ajaran untuk menggapai dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan kenikmatan.



[1]  Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (PT, Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 193
[2] Simuh, Tasauf dan Perkembangan Dalam Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 49
[3] Imam al-Hakim Wcaksono, Tuntunan Shalat-shalat Sunat, (Surakarta: Senandung Ilmu tth), hlm 50
[4] Syaikh Syihabuddin Umur Suhrawurdi tanpa judul buku ( pustaka Ridayah 1998), hlm 109