Makalah Tentang Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun



PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT IBNU KHALDUN

A.    Pendahuluan

B.     Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M, dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan. Suatu jabatan yang jarang dijumpai dan mampu diraih orang pada masa itu. Sebelum menyeberang ke Afrika, keluarganya adalah para pemimpin politik di Moorish (spanyol) selama beberapa abad. Dengan latar belakang keluarganya yang demikian, Ibn Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat : Pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan, Kedua, Cinta jabatan dan pangkat. Kedua factor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirrannya.
Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad. Ia berkecimpung dalam bidang politik. Kemudian mengundurkan diri dari bidang politik serta menekuni ilmu pengetahuan dan kesufian. Ia ahli dalam bahasa dan sastra Arab. Ia meninggal pada tahun 791 H/1384 M akibat wabah pes yang melanda Afrika Utara dengan meninggalkan lima orang anak. Ketika ayahnya meninggal, Ibn Khaldun baru berusia 18 tahun.
Selanjutnya pada tahun 1362, Ibn Khaldun menyeberang ke Spanyol utusan Raja untuk berunding dengan Pedro (Raja Granada) dan Raja Castila di Sevilla. Karena kecakapannya yang luar biasa, ia ditawari pula bekerja oleh penguasa Kristen saat itu. Sebagai imbalannya, tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikannya kepadanya. Akan tetapi, dari tawaran-tawaran yang ada, ia akhirnya memilih tawaran untuk bekerja sama dengan Raja Granada. Kesanalah ia memboyong keluarganya dari Afrika. Ia tidak lama tinggal di Granada. Ia selanjutnya kembali ke Afrika dan diangkat menjadi Perdana Mentri oleh Sultan al-Jazair. Ketika antara tahun 1362-1375 terjadi pergolakan politik, menyebabkan Ibnu Khaldun terpaksa mengembara ke Maroko dan Spanyol.
Pada tahun 1382, ia melaksanakan ibadah Haji. Setelah melaksanakan haji, ia kemudian berangkat ke Iskandariah dan selanjutnya ke Mesir. Di Mesir, ia kemudian diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Selain dikenal sebagai filosofi, Ibn Khaldun dikenal sebagai sosiologi yang memiliki perhatian besar terhadap bidang pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dari pengalamannya sebagai pendidik yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada tahun 1406, Ibn Khaldun meninggal dunia di Mesir dalam usia 74 tahun.

C.    Latar Belakang Pendidikan Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca Al-Qur’an, Hadis, Fikih, Sastra dan Nahu Sharaf dengan sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu. Tunisia pada waktu itu merupakan pusat ulama dan saastrawan di daerah Magrib. Dan umur 20 tahun ia bekerja sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko. Akan tetapi setelah Tunisia dan sebagian kota-kota di Masyriq dan Magrib dilanda wabah pes yang dahsyat pada tahun 749 H, mengakibatkan ia tidak dapat melanjutkan studinya. Bahkan, dalam peristiwa tersebut, ia kehilangan orang tuanya dan beberapa orang pendidiknya. Dengan kondisi yang demikian, maka pada tahun 1362 ia pindah ke Spanyol.
Menurut Ali Abdul Wahid Wafi, ada dua faktor yang menyebabkan Ibn Khaldun tidak sampai melanjutkan studinya, yaitu :
1.      Peristiwa wabah pes yang melanda sebagian besar dunia Islam mulai dari Samarkand sampai Magrib.
2.      Hijrahnya sebagian besar ulama dan sastrawan yang selamat dari wabah pes dari Tunisia ke Magrib al-Aqsa pada tahun 750 H/1349 M bersama-sama dengan Sultan Abu al-Hasan, penguasa Daulah Bani Marin.

D.    Pemikiran Ibn Khaldun Tentang Pendidikan Islam
1.      Tujuan Pendidikan
Ibn Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Dengan menuntut ilmu dan keterampilan, seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Disamping itu, melalui potensinya, akal akan mendorong manusia untuk manusia untuk memperoleh dan melestarikan pengetahuan. Melalui proses belajar, manusia senantiasa mencoba meneliti pengetahuan-penngetahuan atau informasi-informasi yang diperoleh oleh pendahulunya. Manusia mengumpulkan fakta-fakta dan menginventarisasikan keterampilan-keterampilan yang dikuasainya untuk memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakin meningkat sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia. Atas dasar manusia tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun adalah peningkatan kes=cerdasan manusia dan kemampuannya berfikir. Dengan kemampuan tersebut, manusia akan dapat meningkatkan pengetahuannya dengan cara memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan pada saat belajar.

2.      Tujuan Peningkatan Kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatan, Ibn Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat manusia kearah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin bermutu dan dinamis bermutu dan dinamis. Untuk itu, manusia seyogianyansenantiasa berusaha memperoleh ilmu dan keterampilan sebanyak mungin sebagai salah satu cara membantunya agar dapat hidup dengan baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya.

3.      Tujuan pendidikan dari segi kerohanian
Dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadat, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.

E.     Manusia Menurut Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang acap kali dibicarakan oleh filosof, baik islam maupun luar islam. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dnegan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
Apa yang terkesan tentang konsep manusia menurut Khaldun adalah karena ia seorang muslim. Ia telah mempunyai asumsi-asumsi kemanusiaan sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran islam. Oleh karena itu, konsepsi-konsepsi kemanusiaannya dalah hasil dari derivikasi upaya intelektual Khaldun untuk membuktikan kemanusiaan. Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah makhluk berfikir. Oleh karena itu, ia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan peradaban.
Menurut Ibnu Khaldun, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dan lainnya saling menolong.
Kemudian lahir pula pendidikan sebagai akibat adanya kesenangan me=anusia untuk memahami dan mendalami pengetahuan. Jadi ilmu dan pendidikan merupakan dua anak yang lahir dari kehidupan yang berkebudayaan dan bekerja untuk melestarikan dan meningkatkannya.
Alur pemikiran Ibn Khaldun mengenai manusia, bertitik tolak dari sudut pandangan sosiologis dan filosofis sejarah, bagaimana manusia dapat mmpertahankan eksistensi manusia dan berkebudayaan tinggi untuk melestarikan dan mempertinggi tingkat kebudayaannya. Dari alur pemikiran tersebut, maka manusia harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dengan berbagai kemampuan untuk dapat mempertahankan hidup dan eksistensi masyarakat yang berkebudayaan tinggi, sesuai dengan alur perkembangan masa atau zaman.
Menurut Ibn Khaldun, Allah menciptakan manusia dan menyusunnya menurut satu bentuk hanya dapat tumbuh dan mempertahankan hidupnya dengan bantuan makanan. Tuhan memberi petunjuk kepada manusia atas keperluan makan menurut watak dan memberi padanya kodrat kesanggupan untuk memperoleh makanan itu. Untuk memperoleh makanan itu dibutuhkanlah alat untuk dapat membuat dan memprosesnya, sesuai dengan keterampilan. Disamping itu, dibutuhkan hubungan kerja sama yang baik (ta’awun) sebagai sarat untuk memperoleh kebutuhan lebih banyak. Untuk mempertahankan manusia dari serangan, diberi oleh Allah kesanggupan untuk berfikir dan tangan bekerja sebagai keahlian. Keahlian ini menghasilkan alat untuk mempertahankan diri, misalnya pedang, lembing dan lain sebagainya. Untuk lebih mengefektifkan pertahanan manusia, tentu menyusun suatu kerja sama yang baik, yang disebut organisasi masyarakat. Tanpa organisasi ini eksistensi manusia tidak akan sempurna.
Ketika ummat manusia telah mencapai organisasi kemasyarakatan seperti kita sebutkan itu dan ketika peradaban dunia telah menjadi kenyataan, umat manusia pun memerlukan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka, karena permusuhan dan kezaliman adalah merupakan watak hewani yang dimiliki oleh menusia. Senjata yang dibuat oleh manusia untuk mempertahankan diri dari serangan sesama manusia. Maka dengan sendirinyaorang yang akan melaksanakan kewibawaan itu haruslah salah seorang diantara mereka sendiri. Ia harus menguasai mereka sehingga tak seorang pun diantara mereka sanggup menyerang lainnya.
Tingkatan berfikir manusia menurut Ibn Khaldun membawa manusia kepada suatu realitas sebagai manusia seutuhnya atau alhaqoqotul insaniyah. Berfikir ialah penjamahan baying-bayang ini dibalik perasaan dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisis dan sintesis.
Kesanggupan berfikir manusia itu ada beberapa tingkatan yaitu :
1.      pemahaman intelektual manusia terhadap segala sesuatu yang ada diluar alam semesta dalam tatanan alam atau tata yang berubah-ubah, dengan maksud supaya dia dapat mengadakan seleksi dengan kemampuannya sendiri.
2.      fikiran yang melengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang-orang bawahannya dan mengatur mereka.
3.      fikiran yang melengkapi manusia dengan pengetahuan (‘ilm) atau pengetahuan hipotesis (dzan) mengenai sesuatu yang berbeda di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya.
Dengan memikirkan hal-hal ini, manusia mencapai kesempurnaannya dalam realitasnya dan menjadi intelek murni dan memiliki jiwa perspektif.
Menurut Khaldun, manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi produk sejarah, lingkungan social, lingkungan alam, adapt istiadat. Karena itu, lingkungan social merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia idel yang diinginkan.
Pandangan Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan islam secara ideal dan praktis. Meski ia tidak mengkhususkan sebuah bab atau pembahasan mengenai tujuan pendidikan islam, namun dari uraiannya memberikan kesimpulan terhadap arah tujuan pendidikan yang diinginkan. Menurunya, paling tidak ada 3 tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, yaitu :
1.      Pengembangan kamahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. Orang awam bias memiliki pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuan. Akan tetapi, potensi al-malakah tidak bias dimiliki oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan memdalami satu disiplin tertentu. Dalam hal ini, para pakar (ilmuwas-khawas) yang memiliki al-malakah secara sempurna. Sementara untuk pada tahap ini, diperlukan pendidikan yang sistematis dna mendalam.
2.      penguasaan ketarampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman (link and match). Dalam hal ini, pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh keterampilan yang tinggi pada profesi tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi ini. Pendidikan yang meletakkan keterampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai, dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan memajukan peradaban secara keseluruhan.
3.      pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berfikir merupakan garis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya diformat dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologi peserta didik.
Sementara pemikiran Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologynya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu : ilmu pengetahuan syar’iyyah dan ilmu pengetahuan filosofis. Ilmu pengetahuan syar’iyyah berkenaan dengan hokum dan ajaran agama islam. Ilmu ini diantaranya adalah tentang Al-Qur’an, Hadist, prinsip-prinsip syari’ah, fiqh, teologi, dan sufisme. Sementara ilmu pengetahuan filosofis meliputi ; logika, ilmu pengetahuan alam (fisika), metafisika, dan matematika. Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains alamiah. Hal ini disebabkan karena dengan potensi akalnya, setiap orang memliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik.
                       
F.     Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M, dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan.
Ibn Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan.
Dari segi peningkatan kemasyarakatan, Ibn Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadat, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.