Makalah Tentang Pendekatan Kontekstual



PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A.    Pendahuluan
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan (contekxtual teaching and learning /CTL), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa, proses pembelajaran berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa berja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru. Datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru, begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.[1]

B.     Stretegi Pengajaran yang Berasosiasi Dengan CTL (Contextual Teaching and Learning).
  1. CBSA
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal baik dalam ranah kognitif, apektif, maupun psikomotorik.
  1. Pendekatan proses adalah upaya yang dilakukan guru atau langkah-langkah yang diberikan guru kepada siswa dalam pembelajaran sehingga memudahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah yang ingin dipecahkann dengan memperhatikan proses bagaimana siswa tersebut dapat menyelesaikannya.
  2. Life Skills Education. Adalah kecakapan hidup yang dimiliki untuk memfungsikan pendidikan sesuai fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa yang akan datang. Dan memberikan peluang bagi institusi pelaksana pendidikan untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dimasyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan terbuka (berbasis luas dan mendasar) serta prinsip menajemen pendidikan berbasis sekolah, atau membekali siswa dengan kecakapan hidup agar kelak mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, masyarakat dan warga negara.
  3. Authentic instruction adalah pendidikan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata.
  4. Inquiry-based Learning adalah pendidikan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
  5. Problem-Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan konsep yang esensi dimateri pelajaran.
  6. Cooperative-Learning adalah pendidikan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam rangka memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
  7. Service Learning adalah pembelajaran yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengatahuan baru dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek atau tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.[2]

C.    Lima Elemen Belajar yang Konstruktivistik
Menurut Jihn A. Zahorik dalam Construstivisit Teaching (1995 : 14-22) mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut:
  1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
  2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara memberi secara keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya.
  3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.[3]

D.    Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional
Ada beberapa perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional adalah sebagai berikut:
No
Pendekatan CTL
Pendekatan Tradisional
1.
Siswa aktif dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima infomrasi secara pasif
2.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar sangat abstrak dan teoritis
3.
Pembeajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang distimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4.
Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar laitihan
6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
7.
Seorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukum
8.
Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komutatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural
9.
Pemahaman yang diajarkan dengan pendekatan dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus itu ada diluar diri siswa, yang diterangkan, diterima, dihafal, dan latihan
10.
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan skemata siswa.
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau benar.
11.
Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendegar, mencatat, menghapal), tanpa memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran.
12.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan pengetahuan dengan cara memberi arti dan pemahaman pengalaman.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep yang ada diluar diri manusia.
13.
Ilmu pengetahuan akan selalu berubah dan berkembang, karena manusia selalu mengalami peristiwa yang baru dalam kehidupan.
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14.
Siswa diminta bertanggung jawab dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15.
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
16.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil harya, penampilan, rekaman, tes, dan lain-lain.
Hasil belajar diukur hanya dengan tes.

17.
Pembelajar terjadi di berbagai tempat konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
18.
Penyesalan adalah hukuman dari prilaku jelek.
Sanksi adalah hukuman dari prilaku jelek.
19.
Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik.
Prilaku baik berdasarkan ekstrinsik.
20.
Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan itu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.[4]

E.     Penerapan Pendekatan Konstektual
Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun adanya pendekatan pembelajaran kontektual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut:
  1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
  2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
  3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  4. Ciptakan masyarakat belajar.
  5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
  6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
  7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.[5]
F.     Tujuan Kompetensi Pembelajaran Kontekstual
  1. Konstruktivism (constructivisme)
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dalam pandangan konstruktivis, trategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat penegatahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tyersebut dengan:
a.       Menjadikan pengetahuan dan relevan bagi siswa.
b.      Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c.       Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
  1. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat tetapi dari hasil menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Sikulus inquiry:
a.       Observasi (obeservation).
b.      Bertanya (questioning).
c.       Mengajukan dugaan (hipotesi).
d.      Pengumpulan data (data gerthering).
e.       Penyimpulan (condussion).
  1. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya” questioning (bertanya)  merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketainya.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a.       Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.
b.      Mengecek pemahaman siswa.
c.       Membangkitkann respon kepada siswa
d.      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.
e.       Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f.       Menfokuskan, perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g.      Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
h.      Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Bagaimanakah penerapnnya dikelas? Hampir pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan, siswa antara siswa dengan guru, antara siswa dengan lain yang didatangkan kekelas. Dan sebagainya. Aktivitas bertnya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja, dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya.
  1. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep learning commnuty menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pinsil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku !”, lalu temannya sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antara teman, antara kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Diruangan ini, dikelas ini, juga orang-orang yang ada diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.
Dalam kelas CTL. Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pada mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usulan, dan sebagainya.
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajaran dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik “learning community” ini sangat membantu proses pembelajaran dikelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
a.       Pembentukan kelompok kecil.
b.      Pembentukan kelompok besar.
c.       Mendatangkan ahli kekelasan (tokoh, olah ragawan, doktor, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dan sebagainya).
d.      Bekerja dengan kelas sederajat.
e.       Bekerja kelompok dengan kelas diatanya.
f.       Bekerja dengan masyarakat.[6]
  1. Pemodelan (modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Misalnya, guru memberi contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuat alat, atau bagaimana cara melapalkan sebuah kalimat asing dan lain sebagainya.
Proses modeling ini tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model.
Modeling merupakan asas, yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
  1. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari, yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang terlah di laluinya.
Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk (merenung) atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya, biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamnnya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.[7]
  1. Penilain nyata (authantic, assessment)
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh pengembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangannya seluruh aspek, oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek, hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Penilaian nyata (authentive assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa, penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa
Penilaian, autentik dilakukan secara integritas dengan proses pembelajaran, penilaian ini dilakukan secara terusmenerus selama kegioatan pembelajaran berlangsung, oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.[8]

G.    Karaktesitik Pembelajaran Berbasis CTL
  1. Kerja sama
  2. Saling menunjang.
  3. Menyenangkan tidak membosankan.
  4. Belajar dengan berbagirah.
  5. Pembelajaran terintegrasi.
  6. Menggunakan berbagai sumber.
  7. Siswa aktif.
  8. Sharing dengan teman.
  9. Siswa kritis guru kreatif.
  10. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
  11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporang hasil praktikum, karangan siswa dalan lain-lain.[9]



H.    Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Dalam pembelajaran kontektual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama dengan siswanya sehubungan dengan topik yang akan diperlajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan autentik assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan dasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontektual. Sekali lagi yang membedakannya pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih jelas menekankan pada skenario pembelajarannya atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan recana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:
1.      Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan pencapaian hasil belajar.
2.      Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3.      Rincilah media untuk mendukung kegiatan inti.
4.      Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
5.      Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.[10]




Contoh:
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Mata pelajaran             : Matematika
Kelas                           : VI
Catur wulan                : 2
Waktu                         : 2 x 40 Menit (1 kali pertemuan)

A.    Tujuan
Siswa dapat menurunkan rumus volume bangun ruang dari volume balok.

B.     Media
  1. Lima silinder yang memiliki alas yang diameternya sama dengan tingginya.
  2. Lima ½ bola yang memiliki diameter yang sesuai/sama dengan diameter lima silinder pada bagian 1.
  3. Menyiapkan biji-bijian atau posir kering atau gula + 5 kg.

C.    Skenario Pembelajaran
  1. Sebagai kegiatan pembukaan, guru menanyakan kepada siswa tentang:
a.       Jenis silinder yang sering/banyak berada disekitarnya.
b.      Jenis bola/menyerupai bola yang banyak berada disekitarnya/dilingkungannya.
c.       Jenis biji-bijian yang sering ditemukan disekelilingnya.
  1. Siswa dibagi dalam kelompok, perkelompok bisa menyebar mencari tempat diruang kelas.
  2. Siswa dibagi satu silinder, ½ bola beserta biji-bijian + 1 kg.
  3. Siswa disuruh mengisi silinder tesebut dengan menggunakan ½ bola yang terisi biji-bijian secara penuh.
  4. Siswa disuruh mengamati secara teliti berapa kali ½ bola, silinder tersebut terisi penuh.
  5. Selama 40 menit suruh siswa menekukan rumus volume bola.
  6. Guru memebri komentar terhadap temuan siswa tersebut.
  7. Selanjutnya, dengan cara sharing siswa memberi komentar terhadap teman rekan-rekanya.
  8. Sebagai kegiatan akhir, siswa beserta guru membuat kesimpulan sebagai rumus.

D.    Penilaian
Data kemajuan belajar diperoleh dari:
  1. Partisipasi setiap siswa dalam kelompok.
  2. Lembar pengumpulan data deskripty.
  3. Cara siswa menyampaikan ulasan deskriptif secara lisan.
  4. Paragraf deskripsi yang ditulis siswa.

E.     Catatan
Setelah berakhir lakukan refleksi atas pembelajaran itu, tenyakan kepada siswa: “Apakah kalian senang dengan kegiatan tadi ?”
Refksi CTL:
  1. Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh siswa.
  2. Questioning muncul ketika siswa mengamati benda, bertanya dan mengajukan judul dan menebak.
  3. Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling kerja sama dengan kelompok lain.[11]


[1] http://akhmadsudrajat. Wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual.
[2] Ibid.
[3] Mashur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontektual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.52
[4] M. Manullang, Diktat Kuliah Pengembangan Program Pembelajaran Matematika, (Media: Unimed, 2005), hlm. 58.
[5] http://akhmad sudrajat. Word press.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual.
[6] M. Manullang, Op-Cit, hlm. 61
[7] Wina Sajaya, Pemebelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 121.
[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 266.
[9] M. Manullang. _Op-Cit, hlm. 70
[10] http://my.opera.com/khairul II/blog/2009/03/12/peningkatan-proses belajar-Mengajar.
[11] M. Manullang, Op-Cit, hlm. 71-72.