Makalah Tentang Pernikahan beserta Hikmahnya



PERNIKAHAN


A.    Pendahuluan
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT. Sebagai makhluknya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peran hidupnya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan pernikahan itu sendiri. Firman Allah surat Annisa’ : 1
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 ÇÊÈ  
Dan dalam makalah ini penulis telah menjelaskan apa pengertian, dasar hukum, tujuan, hikmah dan hukum pernikahan.

B.     Pengertian Pernikahan
Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara tidak ada aturan. Akan tetapi Allah mengadakan hukum, untuk menjaga kehormatan dan martaban manusia. Dengan demikian hubungan-hubungan laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan dalam suatu ikatan berupa pernikahan. Bentuk pernikahan ini memberikan jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri wanita agar ia tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya.
Adapun tentang makna pernikahan itu secara defenitif, ulama fiqih berbeda dalam mengemukakan pendatnya, antara lain:
1.      Ulama Hanafiah mendefenisikan pernikahan sebagai suatu  akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya seorang laki-laki dapat menguasai perempuan untuk mendapatkan kesenagan.
2.      Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan itu adalah sautu akad dengan mengunakan lafal nikah atau zauj : نعا ح- زوج
Artinya: Dengan pernikahan seorang dapat memiliki dan mendapatkan kesenagan dari pasangannya.
3.      Ulama Malikiyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak wajib adanya harga.
Dari beberapa pengertian nikah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pernikahan adalah suatu akad antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh pihak wali, menurut sifat dan syarat yang ditetapkan syara’ untuk menghalalkan perncampuran antar keduanya, sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup dalam rumah tangga.[1]
Sesunguhnya pernikahan dalam Islam hanyalah satu untuk melaksanakan perintah Allah SWT.. agar tercapai ketentraman rumah tangga, keharmonisan ketenangan jiwa.
Dalam pembahasan ini akan dibicarakan macam-macam pernikahan yang dilarang syara’ dan pernikahan yang rusak yaitu sebagai berikut:
  1. Nikah Pertukaran (Sigar)
Para ulama pikih sepakat bahwa pernikahan pertukaran (sigar) ialah apabila seorang laki-laki menikahkan seorang perempuan di bawah kekuasaannya dengan laki-laki lain dengan syarat bahwa lelaki ini juga harus menikahkan perempuan yang dibawah kekuasaannya dengan lelaki pertama tanpa adanya mahar pada kedua pernikahan.
  1. Nikah mut’ah
Nikah mut’ah merupakan nikah yang dilakukan dalam waktu tertentu dan bersifat sementara.
  1. Nikah muhallil
Nikah muhallil adalah nikah untuk menghalalkan mantan istri yang telah di talak tiga.
  1. Pinangan atas pinangan
Yang dimaksud pernikahan ini adalah mengadakan pemisahan, apakah peminangan kedua dilakukan sesudah adanya kecendrungan dan mendekati adanya pemupakatan atas pinangan pertama atau tidak.[2]

C.    Dasar Hukum
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan lainnya.
Adapun anjuran menikah dalam al-Qur’an surat Annisa’: 3
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÇÌÈ  
Artinya: “…Maka berkahwinlah Dengan sesiapa Yang kamu berkenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu bimbang tidak akan berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka (berkahwinlah dengan) seorang sahaja…”

Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup manusia. Bukan saja antara suami istri keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari baiknya pergaulan antara si istri dan suaminya, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keuarga dari kedua belah pihak. Sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan, sama dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan.[3]
Nikah di dalam Islam membuahkan manfaat yang macamacam, apalagi menikah dengan wanita shalihah, membuahkan manfaat yang lebih istimewa dan lebih agung, selain itu akan bisa menjaga pandangan dan kehormatan dari terutama bagi laki-laki sebagai mana sabda Nabi:
يا معشرا لشبا ب من استطا ع منكم البا ء ة فليتز و ج فا نه اغضر وا خصن للقر ج، ومن لم يستطح فعليه با الصو م فا نه له و جاء
Artinya: Hai kaum pemuda apabila di antara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin, karena ia lebih bisa menjaga pandangan dan kemaluan. Barang siapa tidak kuasa, hendaklah berpuasa seab puasa itu penjaga baginya”.

Dalam al-Qur’an Allah menganjurkan menikah yaitu dalam surat Annur ayat 32:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ  
Artinya: Dan kahwinkanlah orang-orang bujang (lelaki dan perempuan) dari kalangan kamu, dan orang-orang Yang soleh dari hamba-hamba kamu, lelaki dan perempuan. jika mereka miskin, Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari limpah kurniaNya kerana Allah Maha Luas (rahmatNya dan limpah kurniaNya), lagi Maha mengetahui.[4]

D.    Tujuan Pernikahan
Tujuan nikah pada umumnya bergantung oada masing-masing individu yang akan melakukannya, karena lebih subjektif, namun demikian, ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat.
Adapun tujuan pernikahan secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Menjalankan perintah Allah SWT.
Allah SWT menyuruh kepada kita untuk menikah apabila telah mampu. Dalam sebuah ayat dalam al-qur’an surat Annisa’ ayat: 3
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4
  1. Mengikuti sunnah Nabi/اتبا ع السنة النيى
Nabi Muhammad SAW menyuruh kepada umatnya untuk menikah sebagai mana disebut dalam hadits:
النكا ح من سنتى فمن لم يعمل بسنتى فليس منى
Artinya: “Nikah itu adalah Sunnahku, maka barang siapa yang tidak mau mengikuti sunnahku dia bukan umatku”.

  1. Memperoleh keturunan yang saleh/salehah الذ ر ية الطايبه
Keturunan yang saleh/salehah bisa membahagiakan kedua orang tua, baik di dunia maupun di akherat kelak. Dari anak yang diharapkan oleh orang tua hanyalah ketaatan, akhlak, ibadah, dan sebagainya.
Nabi Muhammad bersabda:
اذامات ابن ادم منقطع عمله الا من ثلا ث صد قة جا ر ية او علم ينتنع بهء اووا صا لح يد عو له
Artinya: “Jika seseorang anak Adam telah meninggal, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sadakoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang saleh .”

  1. Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman/طلب السعاد ة
Dalam hidup berkeluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan dan ketenangan lahir batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtra akan dapat mengantarkan pada ketenangan ibadah.
Firman Allah SWT, dalam surat Al-A’arf: 189
* uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur Ÿ@yèy_ur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry z`ä3ó¡uŠÏ9 $pköŽs9Î)
Artinya: Dia lah (Allah) Yang menciptakan kamu semua dari (hakikat) diri Yang satu, dan ia menciptakan istrinya agar dia merasa tentram atau senang kepadanya.

  1. Untuk bertaqwa/لد عو ة
Nikah di maksudkan untuk dakwah dan penyebaran agama, Islam membolehkan seorang muslim menikahi perempuan kristiani, katolik, atau hindu. Akan tetapi melarang perempuan muslimah menikahi dengan pria kristen, katolik, atau hindu, hal ini atas dasar pertimbangan karena pada umumnya pria itu lebih kuat pendiriannya dibandingkan dengan wanita. Disamping itu pria adalah sebagai kepala rumah tangga.[5]
E.     Hikmah Pernikahan
  1. Menjauhkan manusia dari perbuatan zina
Menikah adalah salah satu jalan untuk menjadikan hatinya tentram dan menghindari dari perbuatan zina.
  1. Menikah adalah jalan yang terbaik untuk menjadikan anak-anak yang mulia, memperbanyak keturunan melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang sangat di  perhatikan orang Islam.
  2. Naluri kebapaan dan keibuan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak, juga akan tumbuh perasaan ramah, cinta dan sayang yang menyempurnakannya kemanusiaan seseorang.
  3. Menimbulkan tanggung jawab dan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang.
  4. Adanya pembagian tugas, yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar sesuai dengan batas dan tanggung jawab sebagai suami istri dalam menangani tugasnya masing-masing.
  5. Menumbuhkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan kasih dan sayang. Serta mempererat hubungan kemasyarakatan. Yang direstui Islam.
  6. Mengetahui status kenegaraan.[6]

Masih ada hikmah pernikahan dibuku lain, yaitu:
  1. Menjauhkan manusia dari prasangka baru seperti lemah sahwat dan penyakit lainnya.
  2. Mendapatkan pahala yang sangat besar seperti mendidik anak dengan baik dan penuh kesabaran.
  3. Mendukung seseorang untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan dari perbuatan jahat.[7]

F.     Pernikahan
  1. Wajib
Nikah hukumnya bagi orang yang mampu, nafsunya telah mendesak, serta takut terjerumus kedalam lembah perzinaan. Menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib. Maka jalan yang terbaik adalah dengan menikah.
  1. Sunnah
Bagi orang yang mau menikah dan sahwatnya kuat tetapi masih bisa mengendalikan diri dari perbuatan zina. Maka hukum menikah baginya adalah sunnah. Menikah baginya lebih utama dari pada berdiam diri melakukan ibadah.
  1. Haram
Bagi orang yang tidak menginginkannya karena tiudak mampu memberi nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada istrinya, atau dia mempunyai keyakinan bahwa apabila menikah ia akan keluar dari Islam. Maka hukum menikah adalah haram.
  1. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah. Kepada istrinya, walaupun tidak merugikannya karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan suatu ibadah atau menuntut suatu ilmu.
  1. Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak alasan-alasan yang mewajibkan segera nikah, atau alasan-alasan yang menyebabkan ia harus menikah, maka hukumnya mubah.[8]


G.    Kesimpulan
Dari isi makalah diatas dapat kita simpulkan bahwa:
  1. Pengertian pernikahan adalah suatu akad antara seorang laki-laki dan perempuan atas dasar kerelaan kedua belah pihak, yang dilakukan  pihak wali. Menurut sifat dan syarat yang ditetapkan syara’.
  2. Dasar hukum pernikahan
a.       Al-Qur’an
b.      Al-Hadits
  1. Tujuan pernikahan
a.       Menjalankan perintah Allah SWT.
b.      Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW.
c.       Memperoleh keturunan yang sah.
d.      Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman.
e.       Untuk berdakwah.
  1. Hikmah pernikahan
a.       Menjauhkan manusia dari perbuatan zina.
b.      Melestarikan hidup manusia.
c.       Saling melengkapi hidup berkeluarga.
d.      Menumbuhkan rasa tanggung jawab.
e.       Adanya hidup saling berbagai.
f.       Menumbuhkan tali kekeluargaan.
  1. Hukum Pernikahan
a.       Wajib.
b.      Sunnah.
c.       Haram.
d.      Makruh
e.       Mubah.




[1] Slamet Abidin, dkk, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, hlm. 10-11
[2] Imam Al-Kodi Abu Walid Muhammad, Bidayatul Mujtahid dan Nihayatul Muktasid, Assahir, Baban Rosdul Hafid 595 H. hlm. 43
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Lengkap, Bandung: Sinar Baru, 1994, hlm. 374
[4] Abdul Malik Al-Qosim, Istri Shalihah Anugrah Terindah, PT At-Tibyan Solo, hlm. 17-18.
[5] Slamtet Abidin, Of-Cit, hlm. 12-13
[6] Slamet Abidin Ibid, hlm. 36-37
[7] Abdul Malik Al-Qosim, O-Cit, hlm. 22
[8] Slamet Abidin, Loc-Cit