SEJARAH DAN PERSENTUHAN
PSIKOLOGI DENGAN AGAMA
A. Pendahuluan
Dalam pembahasan makalah ini
menjelaskan sejarah persentuhan psikologi dengan agama maka dari situ perlu
kita ketahui pembentukan psikologi ini merupakan suatu priode yang berlangsung
sekitar perang kedua abad ke 19 sejarah ini menceritakan bahwa psikologi
sebagai sains (ilmu) yang menganalisis tingkah laku manusia dan binatang.
Sejarah persentuhan agama dengan
psikologi mengalami pasang surut itu sangat di pengaruhi oleh model dan metode
serta pergeseran paradigma yang dipergunakan psikologi, maka saya sebagai
pemakalah akan menguraikan secara singkat isi dari sejarah dan persentuhan
psikologi dengan agama dalam makalah yang sederhana ini.
B. Periode Pembentukan
Psikologi
Periode pembentukan psikologi ini
merupakan periode pertama berlangsung sekitar perang kedua abad ke-19. sejarah
ini menceritakan bahwa psikologi sebagai sains (ilmu) dimulai sekitar tahun
1879 ketika Wilhelm Wundt (148/1339 H) (1832-1920 M) dari universitas Lepzing
di Jerman mendirikan laboraturium bertujuan menganalisis tingkah laku manusia
dan binatang melalui metode experiment (uji coba). [1]
Dan periode pertama ini ciri utama
dalam perkembangan psikologi adalah pengembangan psikologi secara observasi
(mengamati, meneliti) bagaimana peranan oleh manusia. Selama periode
pembentukan psikologi sebagai sains, agama tidak dapat yang penting dalam
perhatian penelitian. Jadi bahwa persentuhan agama dan psikologi.
C. Peride Psikologi Agama
Sebagai Salah Satu Cabang Psikologi
Periode kedua berlangsung pada akhir
abad ke-19 sampai awal abad ke-20 ciri-ciri utama peride ini adalah adanya
usaha-usaha dari psikologi untuk mengkaji dan menafsirkan perilaku manusia
berdasarkan konsep dan teori psikologi. Pada periode ini diistilahkan ialah Psychology of religion (Psikologi agama) sudah menjadi salah satu
cabang dalam psikologi.
Kemudian pada priode yang kedua ini
ada 3 tokoh yang dipandang dalam melahirkan psikologi agama, diantaranya:
- Edwin Diller Starbuck
- James H. Cauba (1258-1328 H / 1842-1910 M)
- Willem James (1258-1328 H / 1842-1910 M)
Diantara tokoh yang diatas akan
meneliti karya oleh yang bernama Edwin Diller Starbuck sebagai penulis buku
yang berjudul “The Psychology of Religion”,
ini hasil dari penelitian tentang pertumbuhan perasaan beragama dibawah
pimpinan William James Starbuck adalah murid Willim James. Jika James H Ceuba
sebagai tokoh perintis psikologi agama dengan menggunakan pendekatank fisik
biologi dalam menjelaskan Phenomena agama, yang berjudul “The Variaties of Religious Experience” ditulis pada tahun 1907.
D. Periode Kemerosotan
Hubungan Agama Dengan Psikologi
Periode ketiga berlangsung sejak
tahun 1930 sa,pai dengan sekitar tahun 1950 an. Masuknya periode ini adalah
periode kemerosotan hubungan agama dengan psikologi, artinya rentang hubungan
para psikolog tidak mengarahkan perhatian pada perilaku agama. Kemudian ada
beberapa faktor yang menyebabkan persentuhan antara psikologi dengan agama,
yaitu:
1.
Psikologi cendrung semakin
positisme dan behaholistik (observasi dan dapat dilakukan tingkah yang
objektif).[2]
2.
Ahli agama menolak penemuan
sains modrn, akibatnya terjadinya hubungan saling acuh dan menampilkan antara
agama dan psikologi.
3.
para psikolog yakin perilaku
beragama tidak dapat diteliti secara ilmiyah.
Jadi, periode ini saling acuh tidak
menghargai dan merasakan saling benar serta menolak kebenaran orang lain.
Dan masih dapat dikemukakan tiga
faktor yang lain, pertama, adanya rasa acuh tak acuh baik dari ahli agama
maupun psikolog. Kedua, banyaknya ahli agama yang tidak yakin bahwa hasil dan
kesimpulan yang diperoleh dari studi agama secara psikologis akan memberikan
hasil dan kesimpulan yang akurat. Ketiga, banyak psikolog yang tersendatal,
seperti keyakinan dan agama. Jadi, pada kemerosotan hubungan agama dengan
psikologi tidak saling menghargai tetapi menggangap masing-masing dirinya benar
dan menolak kebenaran lain.
E. Periode Hubungan Saling
Mengisi dan Saling Membutuhkan Antara Agama dan Psikologi
Pada periode keempat dimulai sekitar
tahun 1960-an M dan masih berlangsung sampai sekarang 2009 M.
Pada periode ini adalah pengembangan
psikologi mengarahkan pada usaha-usaha untuk menjadikan nilai, budaya dan agama
sebagai sumber inspirasi bagi pengembagan teori-teori psikolog. Dengan kata
lain, hubungan dengan agama dengan psikologi kembali bersemi.
Dan pada periode terakhir ini,
Humanistik dan psikologi transpersonal kedua psikologi ini sering disebut
sebagai kekutan ketiga dalam psikologi. Objek kajian psikologi ini adalah
kualitas, kualitas khas kamnusiaan, yaitu pikiran, perasaan, kemajuan,
kebebasan, kemampuan potensi luhur jiwa manusia dan lain-lain.
Pada penghujung abad ke-20 muncul
tema-tema baru psikologi. Ciri utama orang yang memiliki kecerdasan spiritual
adalah adanya keinginan-keinginan untuk memberi konstribusi bagi umat manusia.
Kesalehan adalah kemampuan untuk berhikmat pada orang lain. Kecerdasan
emosional adalah bagian penting dalam jiwa manusia yang selama ini telah
diabaikan dalam wacana psikologi.[3]
Jadi, pada periode ini, terlihat
dengan jelas hubungan yang saling mengisi dan membutuhkan antara agama dan
psikologi. Kondisi ini dapat menjadi peluang sekaligus juga tatanan bagi umat
Islam, apakah mampu melahirkan konsep-konsep psikologi dapat diandalkan untuk
kemaslahatan umat manusia pada masa sekrang ini. Jadi, Islam adalah untuk
segala zaman dan tempat karena Islam harus menyodorkan konsep-konsepnya bagi
kemaslahatan umat manusia.
F. Kesimpulan
Saya sebagai pemakalah dapat
menyimpulkan dari pembahasan yang sudah dijabarkan dalam makalah ini. Jadi,
periode pertama abad ke-19 yakni 1879 sudah ada pembentukan psikologi dan
menceritakan bahwa psikologi sebagai sains. Dalam hubungan psikologi dengan
agama mengalami pasang surut karena diakibatkan kurangnya kepercayaan psikologi
agama dengan penelitian psilogi terhadap agama. Maka terjadilah perselisihan
pemahaman antara agama dengan psikologi.
Akan tetapi pada pada periode keempat
dimulai sekitar tahun 1960-an M dan masih berlangsung sampai sekarang 2009 M.
Pada periode ini adalah pengembangan psikologi mengarahkan pada usaha-usaha
untuk menjadikan nilai, budaya dan agama sebagai sumber inspirasi bagi
pengembagan teori-teori psikolog. Dengan kata lain, hubungan dengan agama
dengan psikologi kembali bersemi.